
TUMBAL DENGAN KEYAKINAN PENGAGUNGAN JIN
Mari kita merenungi makna hadits yang mulia ini. Jika seseorang masuk neraka disebabkan karena ia memberikan atau berkorban dengan seekor lalat. selain Alloh sedang orang tersebut tidak bermak- sud lalat itu sendiri, tetapi hanya ingin menyelamatkan diri dari kejahatan mereka, nah bagaimana dengan orang yang berkorban seekor kerbau, sapi dan kambing atau bernazar untuk jin dan setan dengan tujuan menangkal kejahatan dan gangguan mereka?
Dari keterangan di atas jelaslah, bahwa tumbal adalah budaya syirik yang diharamkan oleh syariat Islam. Jika tujuan dari penyembelihan tersebut untuk mendekatkan diri kepada jin dan mengagungkan mereka, disertai dengan keyakinan bahwa dengan satu-satunya yang mampu menolak mudhorot dan mendatangkan manfaat, akan tetapi tumbal tersebut adalah penyebab atau syarat untuk menangkal gangguan jin atau menolak bala’, kesialan, atau obat untuk menghilangkan penyakit dan yang semisalnya, atau sebab yang bisa mendatangkan keberuntungan dan keselamatan, maka ini bukanlah kesyirikan dan kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari Islam, akan tetapi salah satu dari jenis atau macam syirik kecil dan sarana yang membawa kepada syirik besar. Oleh karena itu perbuatan tersebut juga diharamkan oleh syariat Islam, karena telah menjadikan sebab yang bukan syar’i dan bukan juga qodari (yang ditaqdirkan Allah ﷻ) sebagai sebab, dan ini juga merupakan kebohongan atas nama syariat dan takdir (ketentuan) Allah Ta’ala.
Adapun kebohongan atas nama agama karena syariat melarang praktik tersebut, dan apa yang dilarang oleh agama tentu bukanlah sebab yang manfaat, maka dengan perbuatan tersebut pelakunya telah menghukumi praktik tumbal di atas sebagai obat penangkal atau sebab yang bisa mendatangkan kebaikan, sementara hal itu bukanlah penyebab yang telah ditentukan oleh syariat Islam, dengan demikian perbuatan tersebut wajib ditinggalkan.
Adapun kebohongan atas takdir Allah ﷻ, karena Allah ﷻ tidak menjadikan penyembelihan sebagai sebab untuk menolak gangguan jin dan sebagai obat penangkal penyakit, bala’, malapetaka dan kesialan serta tidak juga sebagai obat yang bisa mendatangkan kebaikan, keberuntungan, kemudahan dan keselamatan.
Bahkan perbuatan tersebut sebagaimana yang dijelaskan di atas adalah sarana yang membawa kepada syirik besar, karena tidak bisa dipungkiri bahwa para pelaku tumbal tersebut mesti ada pada hati mereka rasa ketergantungan kepada hal itu, dan ini adalah salah satu jenis atau bentuk dari kesyirikan.
Tumbal bukanlah sebab yang disyariatkan dan bukan pula sebab yang telah ditakdirkan oleh Allah ﷻ diketahui dan terbukti manfaatnya, seperti obat-obatan yang bermanfaat, maka jelaslah pasti ada rasa ketergantungan hati pelakunya kepada hal tersebut dengan mengharapkan manfaat darinya, dengan demikian wajiblah hal itu ditinggalkan agar keimanan dan tauhid seseorang menjadi sempurna, sebab kalau seandainya tauhid dan keimanannya sempurna tentu tidak akan ada dihatinya sedikitpun rasa ketergantungan kepada hal-hal yang bertentangan dengan tauhid dan keimanannya.
TUMBAL KARENA IKUT-IKUTAN
Dan jika praktik tumbal tersebut dilakukan karena ikut-ikutan saja, bukan karena mengibadati jin dan mengagungkannya, serta bukan untuk mendekatkan diri kepadanya, hal ini juga dilarang karena termasuk perbuatan bid’ah dan kemungkaran yang wajib ditinggalkan.
Begitu juga hukum penyembelihan tatkala ada yang sakit, sekalipun penyembelihan tersebut dengan nama Allah ﷻ dan untuk mendekatkan diri (beribadah) kepada-Nya dan untuk disedekahkan dagingnya kepada karib kerabat dan fakir miskin, karena tidak diragukan lagi bahwa kaidah saddu az zaroi’ (menutupi segala sarana yang membawa kepada kejahatan) dan dar’ul mafaasid (menolak segala bentuk kerusakan), menuntut dilarangnya perbuatan seperti itu, karena ini adalah sarana yang kuat yang membawa kepada perbuatan syirik dan membuka peluang untuk hal itu, karena telah terbukti bahwasanya banyak orang yang menyembelih untuk pengobatan dengan tujuan mengibadati jin dan mendekatkan diri kepadanya, akan tetapi mereka menyembunyikan niat yang jelek itu.
Makanya Nabi ﷺ melarang menunaikan nazar di tempat-tempat peribadatan orang-orang musyrikin dan berhala mereka, sekalipun niat pelakunya ikhlas karena Allah ﷻ, hal itu dikhawatirkan akan membawa kepada kesyirikan.
Tsabit bin Dhahhak rodhiallahu’anhu berkata: “Seseorang bernazar untuk menyembelih unta di Buwanah (sebuah tempat), maka Rosulullah ﷺ bertanya: “Apakah ada pada tempat tersebut berhala dari berhala berhala orang jahiliah yang di ibadati?” Mereka menjawab: “Tidak.” Beliau bertanya (lagi): “Apakah ada pada tempat tersebut (dilaksanakan) hari-hari raya mereka?” Mereka menjawab: “Tidak.” Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Laksanakanlah nadzarmu, karena sesungguhnya tidaklah (disyariatkan) membayar nazar dalam maksiat kepada Allah ﷻ, dan juga pada sesuatu yang tidak dimiliki olah manusia.”
Ketahuilah bahwa budaya tumbal tidaklah akan bisa mendatangkan kebaikan dan keberuntungan dan tidak pula akan bisa menangkal penyakit dan menolak gangguan jin, bala’ dan kesialan. Bahkan sebaliknya dengan cara seperti itu jin akan semakin bangga dan bertambah sombong dan orang yang mengibadatinya dan para pelaku tumbal semakin bertambah cemas dan takut, sebagaimana yang di jelaskan oleh Allah Ta’ala:
وَاَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ
Artinya: “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki laki di antara jin, maka jin jin itu menambah bagi mereka ro- haga (ketakutan/kesombongan).” (QS. al-Jin [72]: 6)
Syaikh Abdurrohman as-Sa’di menafsirkan ayat ini seraya berkata: “Maksudnya, dahulunya ada manusia yang berlindung kepada jin tatkala ketakutan dan merasa cemas dan mengibadati mereka, maka manusia menambah jin (rohaqo) artinya : Sombong dan takabbur tatkala melihat manusia mengibadati mereka dan berlindung kepada mereka.
Dan kemungkinan dhomir ((الوَاوُ dalam kalimat (فَرَادُوهُم) Kembali kepad jin, maksudnya Jin menambah bagi manusia (rasa) cemas dan takut tatkala melihat manusia berlindung kepada mereka, agar jin menjadikan mereka untuk kembali berlindung kepadanya dan untuk selalu berada di atas apa yang mereka lakukan. Dan dahulunya seseorang apabila berada di sebuah lembah yang menakutkan ia berkata: Aku berlindung kepada penghulu (kepala) lembah ini dari (gangguan) orang-orang bodoh kaumnya.” (Taisir al Kariim ar-Rohman, cet. Muassasah ar-Risalah, hlm. 824)
Jika para pelaku tumbal tersebut adalah orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah Ta’ala, berlindung dan bergantung kepada-Nya, tentu mereka tidak akan berlindung kepada jin, dan tentunya Allah ta’ala tidak akan memberi peluang serta jalan bagi jin untuk bisa mengganggu dan menakuti mereka.
Ditinjau dari sisi lain, bahwa praktik tumbal juga menunjukkan kepada kurangnya akal pelaku budaya syirik dan tradisi jahiliah ini, karena ia telah menggantungkan harapannya kepada sesuatu yang tempat bergantung dan tidak bermanfaat sama sekali, bahkan semata-mata hanya mendatangkan kemudhorotan bagi keimanan, tauhid dan agamanya.
HUKUM MAKANAN
Adapun hukum memakan sembelihan yang peruntukkan kepada jin, adalah haram dan tidak boleh bagi seorang muslim memakannya, sekalipun dalam penyembelihan tersebut dibacakan nama Allah ta’ala, karena ini adalah termasuk dalam penyembelihan kepada selain Allah ta’ala, seperti sembelihan orang-orang kafir yang menyembelih untuk berhala, matahari dan bintang-bintang.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahullah dalam menafsirkan ayat:
وَمَآ اُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ
Artinya: “Dan binatang yang (ketika di sembelih) di sebut nama selain Alloh.” (QS. al-Baqoroh [2]: 173)
Beliau berkata: “Zhohir (makna) nya ialah binatang yang disembelih karena selain Allah ta’ala, seperti perkataannya (penyembelih) ini adalah sembelihan untuk ini. Dan jika ini maksudnya, maka sama saja baik ia ucapkan atau tidak. Dan pengharaman (sembelihan) ini lebih nyata/ jelas dari pengharaman sembelihan untuk (sekedar) daging dengan menyebut nama Masih (Isa) atau semisalnya, sebagaimana binatang yang kita sembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala lebih utama dan mulia dari binatang yang kita sembelih untuk mendapatkan daging dengan menyebut nama Allah. Apabila diharamkan apa yang disembelih dengan nama Masih atau Zahroh, maka binatang yang disembelih untuk Masih atau Zahroh atau maksudnya untuk itu, lebih utama untuk diharamkan, karena sesungguhnya ibadah kepada selain Allah lebih besar kekufurannya dari minta pertolongan kepada selain Allah.
Berdasarkan ini jika ia menyembelih karena selain Allah dan mendekatkan diri kepadanya maka ini di haramkan, sekalipun ia menyebut nama Allah, sebagaimana yang di lakukan oleh sebagian kelompok orang orang munafiqin dari kalangan umat ini yang mendekatkan diri kepada bintang-bintang dengan melakukan sembelihan, memberikan wangi- wangian (membakar kemenyan) dan yang semisalnya. Dan sekalipun mereka adalah orang yang murtad yang tidak dihalalkan sembelihannya sama sekali, akan tetapi dalam sembelihan mereka itu terdapat dua larangan atau hambatan: Pertama, bahwa ia adalah (binatang) yang disembelih dengan menyebut selain nama Allah. Kedua, karena ia adalah sembelihan orang yang murtad (kafir). Dan yang sejenis ini apa yang dilakukan orang Jahiliah (dahulunya) di Makkah, yaitu penyembelihan untuk jin.” (al-iqtidho’ ash-Shiratul Mustaqim: 1/65)
FATWA DAN PERKATAAN ULAMA TENTANG BUDAYA TUMBAL
Berikut kami nukilkan fatwa dan perkataan sebagian ulama tentang budaya tumbal:
- Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rohimahullah
Beliau ditanya tentang tradisi sebagian tempat di mana seseorang apabila membangun rumah baru, pada waktu pemasangan jendela dan pintu diadakan penyembelihan, apakah ada kesalahan dari sisi syariat bila hal itu tidak dilakukan?
Beliau menjawab: “Perbuatan ini adalah munkar dan tidak dibolehkan, dan mayoritas orang di banyak negara bermaksud dengan sembelihan tersebut untuk jin agar selamat dari kejahatannya, seraya berkata: Perbuatan ini menangkal kejahatan jin. Maka tidak boleh perbuatan itu dilakukan sekalipun pelakunya mengatakan bahwa ia tidak bermaksud (untuk) jin, karena melakukan hal itu dengan cara seperti ini tatkala membangun (rumah) menunjukkan kepada niat (tujuan) yang jelek. Maka wajiblah hal itu diwaspadai dan ditinggalkan, akan tetapi hendaknya ia meminta pertolongan kepada Allah ta’ala dan berdo’a untuk diberi taufiq (bimbingan), dan meninggalkan tradisi-tradisi jahiliah yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh Ini adalah tradisi klasik dalam penyembelihan yang diperuntukkan bagi jin tatkala membangun rumah. Mereka menjadikannya sebagai penangkal kejahatan jin kata mereka. Jika tujuannya adalah (untuk) jin maka ini adalah syirik besar dan peribadatan kepada selain Allah kita berlindung dengan Allah dari hal itu. Adapun jika melakukannya karena ikut-ikutan maka ini adalah bid’ah dan kemungkaran yang tidak diperbolehkan atau terlarang.”
- Syaikh Sholih al-Fauzan rohimahullah.
Syaikh Sholih al-Fauzan menjelaskan makna haditsلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ)) seraya berkata: “Artinya mendekatkan diri dengan sembelihan kepada selain Allah, seperti patung (berhala), kuburan, pepohonan, bebatuan, jin dan yang lain. Maka seluruh yang mendekatkan diri dengan sembelihan kepada selain Allah sungguh ia telah dilaknat oleh Allah Ta’ala, hal ini menjelaskan betapa besamya kejahatan ini, karena sesungguhnya Allah tidaklah melaknat kecuali kejahatan yang sangat berbahaya, ini menunjukkan betapa besarnya kejahatan orang yang menyembelih karena selain Allah, apa pun bentuk dan jenis sembelihan tersebut, banyak atau sedikit, mulia atau hina.
Yang demikian itu dengan menyebut nama selain Allah atas sembelihan tersebut, atau dalam niat, hati dan keyakinannya bahwa ia mendekatkan diri dengan sembelihan itu kepada selain Allah, atau bermaksud untuk menolak kejahatan sesuatu yang ia peruntukkan sembelihan itu kepadanya, seperti ia menyembelih untuk jin untuk menangkal kejahatannya dan takut kepadanya, atau menyembelih untuk patung/ berhala (dengan keyakinan) bahwa patung tersebut bisa mendatangkan kebaikan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang orang bodoh, apabila terlambat turun hujan mereka pergi membawa sapi atau hewan yang lain kemudian mereka sembelih di suatu tempat yang khusus atau di kuburan, mereka menginginkan (dengan cara itu) turunnya hujan, dan terkadang mereka diuji sehingga benar turun hujan dan terwujud sebagian hajat mereka, sebagai coban dan ujian dari Allah, dan ini sama sekali tidak menunjukkan bolehnya perbuatan syirik yang mereka lakukan dan mendekatkan diri kepada selain Allah.
Barangsiapa melakukan hal itu maka ia telah menjadi musyrik dan mendapatkan laknat, baik ia ucapkan dengan mengatakan sembelihan ini untuk kuburan, atau Badawi, atau Sayyid Husain, atau si fulan dan si fulan, atau ia berniat dengan hatinya saja. Dan sembelihan ini adalah haram, karena termasuk ke dalam firman Allah ta’ala :
وَمَآ أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِاللهِ
Artinya: “Dan Binatang yang di sembelih dengan menyebut selain nama Allah”
Dan Binatang yang disembelih untuk selain nama Allah mencakup yang disembelih dengan menyebut selain nama Allah dan yang disembelih dengan nama Allah dan diniatkan untuk patung dan jin atau setan. Dan para tukang sihir sekarang apabila datang kepada mereka orang yang sakit mereka menyuruhnya untuk menyembelih kepada selain Allah agar sembuh dari penyakitnya.
Penyembelihan kepada selain Allah mencakup jenis-jenis berikut:
- Binatang yang di sembelih untuk selain Allah ﷻ dengan tujuan mendekatkan diri sekalipun disebut nama Allah ﷻ padanya. Hal ini haram menurut ijma’ kaum muslimin dan termasuk kesyirikan kepada Allah ﷻ.
- Binatang yang di sembelih untuk mendapatkan daging, dan disebut padanya selain nama Allah ﷻ.
- Binatang yang disembelih untuk penghormatan dan pengagungan, seperti penyembelihan untuk para raja dan pemimpin di waktu kedatangan mereka, apabila telah turun dari pesawat atau mobil mereka lakukan penyembelihan.
- Hewan yang disembelih tatkala buka proyek, sebagian orang-orang yang bodoh dan tidak peduli apabila membuka atau mendirikan suatu proyek pabrik atau yang lain melakukan penyembelihan tatkala mulai menggerakkan peralatan.
- Dan binatang yang disembelih tatkala pertama kali menempati rumah karena takut kepada jin. Ini adalah syirik, yaitu termasuk di antara bentuk penyembelihan karena selain Allah ﷻ.
Adapun penyembelihan di awal menempati rumah karena senang dan gembira, dan mengundang para tetangga dan saudara, maka ini tidak apa-apa.” (I’anah al-Mustafiid bi Syarh Kitab at-Tauhid hlm. 168).
REFERENSI:
Majalah Al-Furqon Edisi. 8 Tahun ke 9
Robiul Awal 1431 (Feb/Maret 2010)
Oleh Ustadz Muhammad Nur Ihsa, MA hafidzohullah
Ditulis ulang / diringkas oleh : Abu Ghifar Supriadi
Staff TU Ponpes Darul Qur’an wal Hadits OKU Timur Sumatera Selatan
BACA JUGA :
Ajukan Pertanyaan atau Komentar