Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Bertakwalah Sesuai Kemampuan dan Jangan Berlebihan Dalam Beragama

BERTAKWALAH SESUAI KEMAMPUAN, JANGAN BERLEBIHAN DALAM BERAGAMA

Bertakwalah Sesuai Kemampuan dan Jangan Berlebihan dalam Beragama – Islam adalah agama yang penuh rahmat dan kasih sayang. Seseorang tidak akan dibebankan terhadap sesuatu melainkan sesuai dengan kemampuannya. Begitu juga dalam konsep ketakwaan. Islam mengajarkan umatnya agar bertakwa sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan melarang untuk berlebih-lebihan dalam beragama. Dalam essai ini akan membahas tentang analis terhadap hadis ke-9 dalam kitab hadis arbain nawawi yang memuat konsep bertakwa sesuai kemampuan serta beberapa faidah yang bisa dipetik dari hadits tersebut.

Lafaz Hadits:

Dari sahabat Abu Hurairah, Abdurrahman bin Shakhr bahwasannya ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

(مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ)

Artinya: “Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)Biografi Ringkas Perawi Hadits

Dia adalah sahabat Abu Hurairah Abdrrahman bin Shakhr Radiallahu ‘anhu. Banyak yang tidak mengetahui tentang nama asli beliau dan ini adalah pendapat yang paling rajih tentang namanya. Beliau lebih dikenal dengan kunyah-nya. Beliau masuk islam saat perang khaibar dan selalu membersamai nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhu berkata tentangnya: “Engkau adalah yang paling setia membersamai nabi dan juga yang paling paham tentang hadis nabi daripada kami.” Ia termasuk bejana ilmu dan salah satu imam besar dibidang fatwa, begitu juga dalam hal kemuliaan, ibadah, serta ketawadhu’an. berkata Imam al-Bukhari Rahimahullah: ada sekitar 800 orang atau lebih yang meriwayatkan hadits darinya.  beliau wafat di madinah pada tahun 57 hijriyah. Semoga Allah meridhainya. (Al-Fauzan, 2007).

Penjelasan Hadis

Hadis ini merupakan hadis yang mengandung kaidah yang utama tentang konsep ketakwaan dan bagaimana cara beragama dengan benar. Diantara kaidah yang terdapat dalam hadis ini adalah bertakwa itu sesuai kemampuan. Kaidah ini diambil dari sabda beliau “Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian.”  Hal ini juga didukung dengan firman Allah ta’ala:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Artinya: “Bertakwalah pada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16)

Berdasarkan hadis ini juga, para ulama ushul menetapkan beberapa kaidah berkaitan dengan kewajiban seorang muslim diantaranya adalah sebagaimana yang terdapat di dalam sya’ir syaikh as-Sa’di:

وَ لَيْسَ وَاجِبٌ بِلاَ اقْتِدَارٍ

“Dan tidak ada kewajiban ketika tidak ada kemampuan (untuk melaksanakannya)”

Atau dengan lafaz lain sebagaimana yang dikemukakan oleh syaikh al-Furaih:

الواجبات تسقط بالعجز

Berbagai kewajiban digugurkan dengan sebab ketidakmampuan

 

Contoh penerapan dalam kaidah ini adalah ketika seseorang yang tidak mampu untuk melaksanakan sholat fardhu dalam keadaan berdiri, maka kewajiban berdiri disini gugur baginya dan dia boleh sholat dalam keadaan duduk. Sebagaimana hadis Nabi shollallahu ‘alahi wasallam:

صلِّ قائمًا، فإن لم تستطع فقاعدًا، فإن لم تستطع فعلى جنبٍ

Artinya: Sholatlah dalam keadaan berdiri, jika engkau tidak mampu maka dalam keadaan duduk, jika tidak mampu maka dalam keadaan berbaring. (HR. Al-Bukhari)

Maka hukum asalnya adalah sholat dalam keadaan berdiri bagi yang mampu, jika tidak mampu maka tidak perlu memaksakan diri untuk berdiri maka ia boleh melaksanakan sholat dalam keadaan duduk, jika tidak mampu juga dalam keadaan duduk maka dia sholat dalam keadaan berbaring di salah satu sisi tubuhnya. Ini menunjukkan kasih sayang dan indahnya syariat islam yang tidak membebankan seseorang melainkan sesuai kemampuannya.

Contoh lainnya adalah perintah untuk menolak kemungkaran sesuai kemampuan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من رأى منكم منكرا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

Artinya: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka hentikanlah kemungkaran itu dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Larangan Berlebih-lebihan dalam Beragama

Selain diperintahkan untuk bertakwa sesuai dengan kemampuan, islam juga melarang untuk berlebih-lebihan dalam beragama sebagaimana lafaz hadis “Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.”

Dalam riwayat lengkapnya di kitab sahih muslim, terdapat alasan yang menjadi penyebab datangnya hadis ini. Yaitu ketika ada seorang sahabat yang bernama Al-Aqra’ bin Habis bertanya kepada Nabi Shalllahu ‘alaihi wasallam saat beliau tengah berkhutbah menyampaikan nasihatnya tentang wajibnya ibadah haji. Lalu ia bertanya apakah diwajibkan setiap tahun? maka Nabi menjawab “Seandainya aku mengatakan iya (tiap tahun), tentu jadi wajiblah (tiap tahun untuk berangkat haji) dan sungguh seperti itu kalian tentu tidak sanggup. Tinggalkanlah aku pada apa yang aku tinggalkan bagi kalian. Ingatlah, sungguh binasanya orang-orang sebelum kalian. Mereka binasa karena banyak bertanya dan karena menyelisihi perintah para nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu, maka kerjakanlah semampu kalian dan jika aku melarang pada sesuatu, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim)
Seseorang tidaklah pantas untuk sering melakukan pertanyaan yang bahkan justru akan memberatkannya, sebagaimana umat-umat terdahulu dibinasakan karena banyak bertanya. Seperti pertanyaan umat yahudi kepada nabi Musa ‘alaihis salam ketika diperintahkan kepada mereka untuk menyembelih seekor sapi betina, namun mereka justru melakukan pertanyaan-pertanyaan yang berlebihan hingga hampir mereka tidak sanggup melakukannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

….. فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ

Artinya: “… Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (Al-Baqarah 71).

Terdapat dalil lain tentang larangan untuk berlebih-lebihan dalam beragama, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يا أيُّها النَّاسُ إيَّاكم والغُلوَّ في الدِّينِ فإنَّهُ أهْلَكَ من كانَ قبلَكُمُ الغلوُّ في الدِّينِ

Artinya: “Wahai manusia! Jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan di dalam beragama. Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kalian adalah berlebih-lebihan di dalam beragama” (HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Faidah Hadis

Hadis ini memiliki banyak sekali faidah yang bermanfaat, diantaranya sebagaimana yang dikemukakan Syaikh Al-Utsaimin (2004),

  1. Wajibnya menjauhkan diri dari apa saja yang dilarang oleh Allah dan Rasulnya.
  2. Sesuatu yang dilarang harus ditinggalkan secara mutlak baik sedikit ataupun Misalnya Allah telah melarang riba maka riba harus dijauhi bagaimana             bentuknya, baik sedikit maupun banyak.
  3. Menahan diri dari sesuatu yang dilarang itu lebih mudah. Oleh karenanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menjauhi semua hal-hal yang dilarang secara mutlak, karena setiap orang pada dasarnya memiliki kemampuan    untuk menjauhi hal tersebut. Berbeda dengan perintah untuk melaksanakan apa yang         diperintahkan maka disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika tidak       mampu untuk melaksanakan semuanya maka kerjakan semampunya.
  4. Perkataan Nabi “Kerjakan semampu kalian” bukan berarti boleh bermudah-mudahan di dalamnya. Maka jika kewajiban harus tetap dilaksanakan selama masih ada kemampuan. Dan ketidakmampuan ini disebabkan adanya udzur syar’i yang menetapkan hal tersebut, bukan tidak mampu karena disebabkan rasa

Kesimpulan:

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek dalam kehidupan. Sehingga Allah telah memberikan kemudahan untuk menjalankan syariat-Nya dan banyak memberikan motivasi dan anjuran untuk berbuat kebajikan. Diantara bentuk kemudahan yang Allah berikan kepada umat islam adalah seseorang tidaklah diwajibkan atas suatu perkara melainkan sesuai dengan kemampuannya. Sehingga justru tidak benar jika seorang hamba berlebih-lebihan dalam beragama dengan memaksakan dirinya (takalluf). Hadis ke -9 dalam kitab Arbain Nawawi ini memuat sebuah konsep tentang ketakwaan bahwa takwa itu adalah sesuai dengan kemampuan. Akan tetapi bukan berarti menjadi dalil akan bolehnya bersantai-santai dan bermalas-malasan beribadah. Maka hendaklah bersikap pertengahan, tidak berlebihan dan tidak juga meremehkan ibadah.

Disusun Oleh: Sahl Suyono (Staff Pengajar Ponpes Darul Quran wal Hadits)

Daftar Pustaka

Baca juga artikel:

Berjihad Melawan Ujub

Dokumenter Peduli Sesama

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.