Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Mendidik Anak dengan Kasih Sayang

ayah anak

Telah menjadi kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anak mereka. Mari kita renungkan tulisan berikut tentang kebaikan mendidik anak dengan kasih sayang.

“Kamu tidak pakai otak ya! Sudah hampir maghrib begini baru pulang main!”, “Hai jangan ke situ, bodoh ! Awas bajumu basah, kamu kan baru mandi!”, perkataan seperti ini sering kita dengar dari ibu-ibu yang sedang memarahi anaknya, bahkan terkadang ada kata-kata yang lebih kasar dari perkataan di atas.

Kalau kita mau merenungkan sebentar dua kalimat di atas, semuanya pasti akan mengatakan bahwasanya kalimat seperti itu tidak pantas keluar dari seorang pendidik. Kalau anak dididik dengan cara seperti itu akan jadi apa mereka ketika besar nanti? Tentu sifat seperti ini akan mereka warisi. Permasalahan ini kelihatannya sangat sepele sekali, namun kalau kita tinjau dari sisi syari’at atau pendidikan maka kita akan mendapati banyak masalah.

  1. Sikap marah

Terkadang seseorang berpikir bahwa dengan marah itu akan menyelesaikan masalah, atau dengan dimarahi anak akan jadi taat. Benarkah cara berfikir seperti ini? Cara berfikir seperti ini adalah cara berpikir yang tidak benar dan jauh dari tuntutan islam, dari mana salahnya? Karena Islam melarang seseorang marah, perhatikanlah hadits berikut ini:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم : أوصني! قال : “لاتغضب!” فردد مرارا قال: “لاتغضب!”. رواه البخاري.

Dari Abu Huroiroh radiallahu ‘anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi sholallahu ‘alayhi wasallam : “Berilah aku wasiat !”, Nabi berkata: “Janganlah engkau marah!” Lalu orang itu mengulanginya berkali-kali, tapi Nabi tetap mengatakan: “Janganlah engkau marah!”. (HR. Imam Bukhori).

  1. Menanamkan sifat jelek pada anak

Secara tidak langsung anak yang dididik dengan kemarahan, maka anak tersebut akan mewarisi sifat-sifat yang sama dengan pendidiknya, kecuali yang dirahmati Alloh subhana wa ta’ala, mengapa hal ini terjadi? Karena pendidik adalah ibarat cetakan, kalau cetakannya bagus akan mencetak hasil yang bagus juga, dan begitu juga sebaliknya. jika anak dididik dengan kemarahan atau kebengisan, maka secara otomatis anak tersebut akan muncul darinya kemarahan atau kebengisan jika keinginannya tidak tercapai, atau ketika melihat orang lain salah langsung memarahinya. Hal ini bukan hanya sekedar teori, siapa saja yang mau memperhatikan apa yang terjadi di masyarakat, maka dia akan mendapatkan banyak bukti. Seandainya dia disuruh mendatangkan sepuluh bukti, maka hal itu bukanlah suatu yang sulit. Pernah suatu ketika teman sebaya saya berkata begini: “Nanti kalau saya sudah besar dan sukses -banyak uang-, saya akan balas perlakuan ibu saya kepada saya”. Kurang lebih seperti itu ungkapannya. Kenapa dia mengatakan demikian? Karena hampir tiap hari anak ini dimarahi oleh ibu tirinya. Berbuat ini salah dan berbuat itu salah. Inilah salah satu bukti nyata yang terjadi. Mudah-mudahan ungkapan tadi tidak dilakukan atau diwujudkan karena sekasar apapun orang tua, tetaplah mereka orang tua yang perlu dihormati.

Kita semua tahu bahwa agama anak dipengarhui oleh agama orang tuanya, Maka tidak mustahil juga kalau akhlak seorang anak dipengaruhi oleh akhlak orang tuanya juga. Dalam suatu hadits disebutkan:

إِنَّ الْوُدَّ يُتَوَارَث

Sesungguhnya sifat lemah lembut itu diwariskan”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam Bukhori dalam kitab Adabul Mufrod, hadits ke-43, akan tetapi syaikh al-Bani mengatakan hadits ini adalah lemah.

Maksud dari hadits ini, bahwasanya anak akan mewarisi sifat lemah lembut bapaknya. Pepatah arab mengatakan : الاِبْنُ سِرُّ أَبِيْهِ ( anak adalah cerminan orang tuanya).

Kalau sifat lemah lembut saja itu terwariskan, maka apa bedanya sifat lemah lembut dan sifat keras? Tentu tidak ada bedanya.

Syaikh Abdurazzak bin Abdul Muhsin al-Badr -Haidzohullah- ketika mensyarah “Kitab Adabul Mufrod” karya Imam Bukhori mengatakan: bahwa ada dua poin penting yang perlu diperhatikan:

Pertama: Pihak orang tua, orang tua wajib berusaha sekuat mungkin agar berakhlak dengan akhlak yang mulia, karena anak akan mewarisi akhlak mereka.

Ke-dua: Pihak anak, bagi anak jika ia mendapati orang tuanya berakhlak tidak terpuji, seperti suka marah, berkata tidak baik, maka seorang anak wajib berusaha untuk tidak mengikuti akhlak mereka.

Wahai ibu!, wahai bapak! Jika engkau ingin mendaptkan anak-anak kalian menyayangi kalian, maka didiklah mereka dengan kasih sayang, jangan didik mereka dengan kebengisan dan kemarahan, kecuali jika kalian menginginkan diperlakukan kasar dan akhlak yang tidak terpuji, maka lakukanlah sesuai dengan kemauanmu.

  1. Dzolim.

Dzolim adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Kita katakan bahwasanya orang tua yang selalu memarahi anaknya telah berlaku dzolim. Mengapa? karena Seorang anak yang masih senang bermain dan memang dunia mereka adalah bermain tidak selayaknya bagi orang tua memarahinya jika mereka larut dalam permainannya sampai meninggalkan hal yang lain. Namun wajib bagi mereka mengarahkannya dengan arahan yang baik sehingga anak paham dan tidak mengulangi hal yang sama di masa mendatang, bukan dengan cara memarahinya.

Anak kecil mempunyai cara berfikir yang jauh berbeda dengan orang tua. Cara berfikir anak-anak belum sampai derajat orang dewasa. Hal ini yang sering dilupakan kebanyakan oang tua. Mereka juga tidak menyadari akan hal itu. Mereka hanya bisa marah ketika anaknya berbuat yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, terkadang perkataan ”tolol”, ”bodoh” atau “tidak mikir” terdengar dari orang tua tanpa merasa bersalah.

Benar mereka tolol atau bodoh atau tidak mikir, jika dilihat dari kaca mata orang tua. Namun jika dilihat dari kacamata mereka perbuatan anak-anak tersebut tidak bisa disalahkan. Yang jelas anak-anak butuh pengarahan bukan kemarahan. Karena dengan pengarahan anak lama-lama akan berfikir dewasa, berbeda jika anak hanya dimarahi, maka ia tidak akan pernah dewasa dan tidak akan mengerjakan suatu hal kecuali setelah dimarahi.

Akhirnya, ingatlah wahai ibu dan bapak serta para pendidik secara umum sabda Nabi sholallahu ‘alayhi wasallam : “sesungguhnya, tidaklah lemah lembut itu ada pada sesuatu kecuali menambah bagus sesuatu tersebut, dan tidaklah lemah lembut hilang dari sesuatu kecuali memperjelek sesuatu tersebut” (HR. Muslim 2594)

Bersabarlah! Pergaulilah anak-anakmu dengan kelemahlembutan, pergaulilah dengan kadar cara berfikir mereka yang masih dangkal, agar mereka tidak menjadi anak yang pemarah dan tidak tahu kasih sayang di masa mendatang. Semoga Alloh subhana wa ta’ala memberikan kita semua sifat kasih sayang. Wallohu a’lam.

Oleh: Abu Nu’man Muslimin al-Hasan.

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Tahun 3 Edisi 2

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.