Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

PANDANGAN ORANG BERIMAN DAN BERAKAL TENTANG DUNIA DAN AKHIRAT

PANDANGAN ORANG BERIMAN DAN BERAKAL TENTANG DUNIA DAN AKHIRAT – Seorang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat, bukan dunia. Akhirat (Surga) merupakan puncak cita-cita seorang Muslim. Orang yang beriman dan berakal memandang dunia dan akhirat dengan sudut pandang yang benar.

Cinta seseorang kepada kepada akhirat tidak akan sempurna kecuali dengan bersikap zuhud terhadap dunia. Sementara, zuhud terhadap dunia tidak akan terealisasi melainkan setelah ia memandang kedua hal ini dengan sudut pandang yang benar.

Pertama, memandang dunia sebagai sesuatu yang mudah hilang, lenyap, dan musnah. Dunia adalah sesuatu yang kurang, tidak sempurna, dan hina. Persaingan dan ambisi dalam mendapatkan hal-hal duniawi sangat menyakitkan. Dunia adalah tempat kesedihan, kesusahan, dan kesengsaraan. Akhir dari hal-hal duniawi adalah kefanaan yang diikuti dengan penyesalan dan kesedihan. Orang yang mengajar kenikmatan dunia tidak lepas dari kecemasan sebelum meraihnya, keresahan pada saat meraihnya, dan kesedihan setelah meraihnya.

Kedua, memandang akhirat sebagai sesuatu yang pasti datang, kekal, dan abadi. Karunia dan kebahagiaan yang terdapat di akhirat begitu mulia, dan apa yang ada di akhirat sangat berbeda dengan apa yang ada di dunia akhirat adalah sebagaimana yang difirmankan Allah,

والأخرة خير وابقى

“ padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 17)

Apabila seseorang lebih mengutamakan sesuatu yang fana dan tidak sempurna, maka hal ini terjadi karena ia tidak mengetahui mana yang lebih utama, atau karena pada dasarnya ia tidak senang mendapatkan sesuatu yang lebih utama dan lebih baik. Kedua alasan ini ini menunjukan lemahnya iman, akal, dan hatinya. Sebab, orang yang mengejar dunia, berambisi terhadapnya, dan lebih memprioritaskannya daripada akhirat, tidak luput dari kondisi apakah ia percaya bahwa apa yang di akhirat itu lebih mulia, lebih utama, dan lebih kekal daripada apa yang ada di dunia, ataukah ia tidak percaya akan hal tersebut? Jika ia tidak percaya, berarti pada hakikatnya ia tidak mempunyai keimanan. Tapi jika ia percaya namun tidak mengutamakan akhirat atas dunia, maka ia adalah orang yang akalnya rusak dan tidak pandai memilih yang terbaik bagi diri sendiri.

Pembagian ini penting untuk diketahui, mengingat bahwa setiap hamba tidak dapat terlepas dari salah satunya, orang yang mengutamakan dunia daripada akhirat dapat disebabkan oleh dua faktor; yang pertama adalah karena rusaknya iman, sedangkan yang kedua adalah karena rusaknya akal. Sungguh, alangkah banyak orang yang mengalami kedua hal tersebut.

Oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  dan para Sahabatnya mencampakkan dunia di belakang punggung mereka. Mereka memalingkan hati dari dunia. Mereka mengabaikannya dan tidak merasa yaman dengannya. Mereka meninggalkannya dan tidak mengejarnya. Bagi mereka, dunia adalah penjara, bukan Surga, sehingga mereka selalu bersikap zuhud dalam arti yang sebenarnya. Seandainya mereka menginginkan dunia, niscaya mereka akan mendapatkan apa yang disenangi dan mencapai apa yang diinginkan.

Sungguh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah ditawarkan kunci-kunci perbendaharaan dunia, tetapi beliau menolaknya, dunia juga ditawarkan kepada para sahabat beliau, namun mereka tidak terpengaruh dan tidak menukar akhirat mereka dengannya. Mereka tahu bahwasanya dunia hanyalah tempat perlintasan dan persinggahan saja, bukan tempat untuk tinggal dan menetap.

Dunia adalah tempat kesedihan, bukan tempat kebahagiaan. Dunia tak ubahnya seperti awan pada musim kemarau yang membumbung dilangit hanya sebentar, lantas menghilang. Dunia seperti khayalan (mimpi) sesaat yang belum juga kita puas menikmatinya, namun tiba-tiba diumumkan untuk berangkat (menuju tempat tujuan)

Allah Ta’ala berfirman,

وما الحيوة النيا إلا  لعب ولهو وللد ار الأ خرة خير للدين يتقون أفلا تعقلون

“ Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-An’am: 32)

Juga firman-Nya,

وما أ و تيتم من شىء فمتع الحيوة الدنيا وزينتها وما عندالله خير وأبقى أفلا تعقلون

“ Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedadang apa yang disisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Qashash: 60)

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

ما لي وللدنيا؟ ما أنا والدنيا؟ إنما مثلي ومثل الدنيا كمثل راكب ظل تحت شجرة ثم   راح وتركها

“ Apalah artinya dunia ini bagiku? Apa urusanku dengan dunia? Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini ialah seperti pengendara yang berteduh dibawah pohon, ia istirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya.”[1]

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

والله, ما الدنيا في الآخرة إلا مثل ما يجعل أحدكم إصبعه هذه- وأشار يحي بالسبابة – في اليم فلينظر بم ترجع؟

“ Demi Allah! Tidakkah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kalian meletakkan jarinya – Yahya (perawi hadits) berisyarat dengan jari telunjuknya – ke laut, maka lihatlah apa yang dibawa jarinya itu?” [2]

Allah Ta’ala berfirman,

إنما مثل الحيوة الدنيا كما ء أنزلنه من السمآ ء فاختلط به, نبات الأرض مما يأ كل الناس والأنعم حتى إذا أخذت الأرض زخرفها و ازينت وظن أهلها أنهم قدرون عليها أتها أمرنا ليلا أو نهرا فجعلنها حصيدا كأن لم تغن بالأمس كذلك نفصل الأيت لقوم يتكرون

“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), diantaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan berhias, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam dan siang, lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berfikir.” (QS. Yunus: 24)

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya,

إنما مثل الحيوة الدنيا كما ء أنزلنه من السمآ ء فاختلط به, نبات الأرض مما يأ كل الناس والأنعم

“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), diantaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak.” “ Allah memberikan perumpamaan untuk kehidupan dunia dan perhiasannya, betapa cepatnya ia habis dan hilang, diumpamakan dengan tumbuh-tumbuhan yang Allah keluarkan dari bumi dengan adanya hujan yang diturunkan dari langit, berupa tanaman-tanaman dan buah-buahan yang berbeda-beda jenisnya dan tumbuhan-tumbuhan yang dimakan oleh binatang-binatang ternak, berupa rumput, tumbuh-tumbuhan dan lain ebagainya.

Firman-Nya, حتى إذا أخذت الأرض زخرفها “ Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya.”       Maksudnya perhiasannya yang pasti akan hilang. و ازينت “ Dan berhias.” Maksudnya, ia indah dengan gundukan-gundukan tanah yang penuh dengan bunga elok, dengan berbagai macam bentuk dan warnanya. وظن أهلها “ Dan pemiliknya mengira.” Yaitu mereka yang menanam dan menancapkannya.

أنهم قدرون عليها “ Bahwa mereka pasti menguasainya.” Maksudnya untuk mengetik dan memanennya, maka seketika itu tiba-tiba petir atau angin kencang yang dingin membasahi daun-daunnya dan merusak buah-buahnya.

Maka dari itu Allah berfirman, أتها أمرنا ليلا أو نهرا فجعلنها حصيدا “ Tiba-tiba datanglah kepadanya adzab Kami pada waktu malam atau siang lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah disabit.” Maksudnya, kering setelah hijau dan subur. كأن لم تغن بالأمس “ seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.” Maksudnya, seakan-akan belum pernah tumbuh dari waktu ke waktu, Qatadah berkata, “ Seakan-akan belum pernah tumbuh, yakni belum pernah dinikmati. Demikianlah sesuatu setelah hilangnya, seolah-olah tidak ada.

Kemudian Allah berfirman, كذلك نفصل الأيت لقوم يتكرون “ Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami).” Maksudnya, Kami menerangkan bukti-bukti dan dalil-dalil. “ Kepada orang yang berfikir.” Sehingga mereka dapat mengambil pelajaran dari perumpamaan ini, yaitu dengan hilangnya dunia dengan cepat daripemiliknya, tertipunya mereka olehnya, penguasaan mereka dan larinya dunia itu dari mereka, karena memang pada dasarnya dunia itu lari dari orang yang mencarinya dan ia mencari orang yang lari darinya.

Tujuan hidup seorang muslim adalah akhirat (Surga) bukan dunia. Orang yang beriman harus mengimani hari akhir yang kekal dan abadi. Orang yang beriman meyakini adanya Surga dan Neraka. Dia wajib beramal dan memohon Rahmat Allah agar dimasukkan ke Surga-Nya yang luasnya seluas langit dan bumi. Orang yang berakal harus berfikir bahwa kehidupan dunia yang fana ini pasti akan hancur, sedangkan akhirat adalah abadi. Allah menurunkan rahmat-Nya ke muka bumi, kepada seluruh makhluk-Nya di dunia hanya satu rahmat, yang dengan satu rahmat tersebut seluruh makhluk mendapatkan kasih sayang dan kenikmatan. Akan tetapi yang 99 (sembilan puluh sembilan) rahmat Allah simpan di Surga, yang merupakan kenikmatan abadi.  Sudah semestinya orang yang berakal mengutamakan yang 99 dari pada yang 1.

Sebagaimana Rsulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“ Allah telah menciptakan seratus bagian rahmat. Maka Dia menahan di sisi-Nya yang sembilan puluh sembilan bagian, sedangkan yang satu bagian dia turunkan ke bumi. Maka dari yang satu bagian itulah makhluk saling berkasih sayang, sehingga seekor kuda mengangkat kakinya khawatir mengenai (menginjak) anaknya.”[3]

Adapun dalam riwayat Muslim,

“Allah menciptakan seratus bagian rahmat, Dia menahan di sisi-Nya sembilan puluh sembilan bagian, sedangkan satu bagian Dia turunkan ke bumi. Maka dari yang satu bagian itulah makhluk saling berkasih sayang, sehingga seekor binatang mengangkat kakinya khawatir mengenai anaknya.”[4]

Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,

Sesungguhnya Allah menciptakan seratus rahmat pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Setiap satu rahmat setingkat diantara langit dan bumi.
Maka Allah telah menjadikan di bumi satu rahmat. Dengan sebab yang satu rahmat itulah seorang ibu mengasihi anaknya, binatang buas dan burung-burung juga saling mengasihi satu sama lain. Maka apabila datang hari Kiamat Allah akan menyempurnakan rahmat ini (yakni yang sembilan puluh sembilan lagi khusus orang-orang Mukmin).

 

Referensi:
“Pandangan orang beriman dan berakal tentang dunia dan akhirat”
karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas, penerbit pustaka at-taqwa
disusun oleh: Lailatul fadilah                                                                                                                                          

[1]  Hasan shahih: HR. Ahmad (I/391, 441), at-Tirmidzi (no. 2377), Ibnu Majah (no. 4109) dan al-Hakim (IV/310) dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud. Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih.” Lihat silsilah al-Ahaadits ash-shahiihah (no. 438)

[2] Shahih: HR. Muslim (no. 2858) dan Ibnu Hibban (no. 4315-atTa’liiqaatul Hisan) dari al-Mustaurid al-Fihri

[3]  Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6000), dari Abu Hurairah

[4]  Shahih: HR. Muslim (no. 2752), dari Abu Hurairah

Baca Juga Artikel:

Hak Kewajiban Suami-Istri Dalam Syariat Islam

Benarkah Cara Islam Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.