Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

TAQLID YANG DIHARAMKAN

TAQLID

TAQLID YANG DIHARAMKAN

 

Semua Ulama sepakat bahwa semua kaum Muslimin wajib berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunnah. Demikian juga wajib mengembalikan segala permasalahan yang diperselisihan kepada keduanya, serta menolak semua pendapat yang menyelisihi keduanya.

Namun kita lihat pada kenyataannya, ada sebagian orang mengharuskan umat Islam fanatik kepada salah satu dari empat madzhab, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Bahkan ada yang berani mengharamkan pengambilan pendapat dari selain madzabnya.

Oleh karena itu, pada tulisan ini kami akan menyampaikan tentang makna taqlid dan taqlid yang diharamkan, sehingga kita benar-benar bisa ittiba’ (mengikuti) agama Allah Subhanahu Wata’ala dengan sebaik-baiknya.

MAKNA TAQLID

Secara bahasa taqlid berarti meletakkan kalung di leher. Adapun secara istilah agama, para Ulama mendefisikannya dengan kalimat-kalimat yang sedikit berbeda, namun intinya sama. Berikut adalah beberapa penjelasan Ulama tentang makna taqlid:

  1. Al-Amidi berkata, taqlid adalah,

العمل بقول الغير من غير حجّة ملزمة

mengamalkan pendapat orang lain dengan tanpa ada hujjah/argumen yang mewajibkan [amalan itu red].[Al-Ihkam 4/221]

  1. Imam Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa taqliq adalah,

قبول قول الغير من غير حجّة

menerima perkataan orang lain dengan tanpa hujjah.[Raudhatun nazhir,hlm.205

  1. Ibnu subki dalam kitab jam’ul jawami’ menyatakan bahwa taqliq adalah,

أخذ القول من غير معرفة دليله

mengambil suatu perkataan/pendapat tanpa mengetahui dalilnya.

  1. syaikh al-kamal bin al-Humam dalam kitab at-tahrir,mendefisinikan taqliq sebagai berikut:

العمل بقول من ليس قوله إحدى الحجج بلا حجّة منها

mengamalkan pendapat orang yang perkataannya bukan termasuk hujja dengan tanpa hujja/dalil. [At-tahrir‘hlm.547; dinukil dari At-taqlid 1/8]

        yang dimaksud dengan “mengamalkan perkatan /pendapat orang lain”,adalah meyakini kebenaran ijtihad orang lain dan melaksanakanya.menurut syaikh muhammad al-Amin asy-syinqithi ijtihad itu ada pada dua perkara:

pertama:perkara yang sama sekali tidak ada nashnya [dalilnya].

kedua:perkara yang ada nash-nash namun nash-nash ini seakan bertentangan,sehingga harus ada iJtihad dalam menggabungkan atau mentarjih [menguatkan salah satu nash].

dan yang dimaksud dengan” hujjah/argumen yang mewajibkan “,adalah hujjah yang wajib diamalkan, yaitu dalil yang dipandang syari’at bisa untuk menetapkan hukum , seperti al-Qur’an , Sunna, dan ijma’.

PERBEDAAN ANTARA ITTIBA’DENGAN TAQLID

sebagian orang tidak bisa membedakan antara ittiba’ dengan taqlid, padahal diantara keduanya terdapat perbedaan nyata.

taqliq adalah seseorang  mengambil atau mengamalkan pendapat atau perbuatan orang orang lain dengan tanpa ada dalil yang mewajibkan perbuatan ituataupun membolehkannya.seperti seorang awam atau mujtahid mengambil dari orang awam, karena dalil tidak mewajibkan juga tidak membolehkannya.kecuali orang awam yang mengambil dari mujtahid atau mujtahid yang mengambil pendapat mujtahid lain dalam keadaan -keadaan tertentu.

sedangkan ittiba’ adalah seseorang mengambil atau mengamalkan pendapat atau perbuatan orang lain dengan ada dalil yang mewajibkanseperti seseorang mengikuti apa yang ada di dalam al-Qur’an,atau yang datang dari Nabi, perkataan saksi-saksi yang atau qadhi [hakim] yang mengambil perkataan saksi-saksi yang adil; karena dalil mewajibkan mengamalkanya.

ada persamaan antara taqlid dan ittiba’ dari sisi mengambil atau mengamalkan pendapat atau perbuatan orang lain; sedangkan perbedaannya,taqlid dilakukandengan tanpa dalil,sedangkan ittiba’ dilakukan dengan dalil.

KEWAJIBAN ITTIBA’ DAN TAQLID YANG HARAM

hukum asal dari ittiba'[mengikuti dalil] diperintahkan, sedangkan taqlid terlarang. Allah Subhanahu Wata’ala  berfirman :

اتّبعوا ماأنزل إليكم مّن رّبّكم ولا تتّبعوا من دونه أولياء قليلا مّا تذكّرون

ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janga lah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran [darinyah]. [Qs al-A’raf/7:3]

        namun ,karena sebagian orang tidak mampu ittiba’dalam segalah keadaan ataupun sebagiannya,maka mereka ini diperbolehkan taqlid,sebagaimana penjelasan Syaikh asy-syinqithi. Beliau mengatakan :”Tidak ada yang menyelisihi tentang kebolehan taqlid bagi orang awam kecuali sebagian kelompok Qadariyah.”Namun, hukum ini tidak bisa diterapkan dalam semua bentuk taqlid karena ada beberapa bentuk taqlid yang dilarang, misalnya:

  1. Taqlid [mengikuti]nenek moyang dan berpaling dari wahyu.

          Syaikhul islam ibnu taimiyah berkata:”Dalam al-Qur’an Allah mencela orang yang menyimpang dari mengikuti Rasulllah kearah agama selama inidia praktikkan yaitu agama nenek moyangnya. inilah taqlid yang diharamkamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu mengikuti selain Rasul dalam masalah yang diselisihi oleh Rasul. Taqlid ini hukumnya haram bagi siapapun,berdasarkan kesepakatan umat islam, karna tidak boleh taat kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada al-Khaliq“.[Qawaidul ushul, hlm 45]

b.Taqlid kepada orang yang tidak diketahui keahliannya dalam agama.

Allah melarang seorang Muslim mengikuti apa yang tidak ia ketahui,sementara hukum asal dari sebuah larangan adalah haram.Orang yang bertaqlid kepada orang  yang tidak ia ketahui keahlianya,berarti dia telah mengikuti sesuatu yang tidak ia ketahui, sehingga hukumnya haram. [At-Taqlid, 1/15]

  1. Taqlid setelah mengetahui dalil yang menyelisih i pendapat orang yang diikuti.

Allah memerintahkan para hambaNya agar mengembalikan urusan yang mereka perselisihkan ka al-Qur’an dan Sunnah. Kalau begitu,berarti mengembalikan perselisihan kepada selai al-Qur’an dan Sunnah hukumnya haram. orang yang bertaqlid kepada seseorang setelah mengetahui dalil yang menyeselisihi pendapatnya,maka dia telah mengembalikan perselisihan kepada selain al-Qur’an danSunna, sehingga hukumnya haram. [At-Taqlid, 1 / 16]

Dengan penjelasan singkat ini, kita bisa mengetahui berbagai jenis taqlid terlarang yang masih banyak dilarang oleh sebagian umat ini. Untuk itu, hendaknya kita kembali kepada agama kita yang akan menghantarkan kepada kebaikan di dunia dan akhirat

REFERENSI:

AS-SUNNAH NO 12/THN XIII RABIUL AWWAL 1431 H MARET 2010 M, TAQLID YANG DIHARAMKAN .SELESAI PADA TANGGAL 22-SEPTEMBER-2019 PADA HARI AHAD

Diringkas  oleh : Siti Nurhaliza (Idama)

Pandangan Orang Beriman Tentang Dunia dan Akhirat

Pentingnya Ilmu Syar’i

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.