Janganlah Engkau Tertipu Dengan Amalanmu

JANGAN TERTIPU DENGAN AMALAN

 

Janganlah Engkau Tertipu Dengan Amalanmu

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Artinya: “Ada orang yang me- ngamalkan amalan ahli surga pada waktu yang sangat lama, lalu ia menutup akhir hidupnya dengan amalan ahli neraka. Ada pula orang yang mengerjakan amalan ahli neraka pada waktu yang sangat lama, tetapi kemudian ia menutup akhir hidupnya dengan amalan ahli surga.” (Hadits Shahih Riwayat Muslim no. 2651, lihat pula dalam Shahih al-Jami’ oleh al-Albani no. 1623)

Penjelasan Hadits:

Imam Muslim memasukkan hadits ini di dalam bab Bagaimana Penciptaan Anak Adam Di Dalam Perut Ibunya (4/242) Hal ini berkaitan dengan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Dijelaskan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Sahih Muslim (8/448), “Bahwasanya hal yang demikian sangatlah langka terjadi pada manusia, bukan dikarenakan banyaknya manusia yang terjatuh dalam hal yang demikian, tetapi di karenakan kelembutan dan kasih sayang Allah. Dengan rahmat-Nya yang maha luas maka banyaknya keadaaan yang menimpa manusia di awal kehidupannya jelek, Allah balikkan menjadi orang yang baik. Adapun sebaliknya, yang awalnya orang baik, kemudian menjadi orang yang buruk maka hal ini sesuatu yang jarang ditemui, sebagaimana Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي ، وَغَلَبَتْ غَضَبِي

Artinya: ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka- Ku, dan rahmat-Ku melebihi kemarahan-Ku.” (HR. al-Bukhari: 6998)

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, yang artinya: “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah- buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.(QS. al Baqarah: 266)

Umar menanyakan kepada para sahabat tentang tafsir ayat di atas. Ibnu Abbas menjawabnya: “Yakni perumpamaan orang yang rajin beramal dengan ketaatan kepada Allah, lalu Allah mengi rimkan setan padanya, lalu dia banyak bermaksiat sehingga amal-amalnya terhapus.” (Fathul Bari 7/49)

Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan ayat di atas: “Hadits di atas sudah cukup menafsirkan ayat ini. Yakni menjelaskan perumpamaan orang yang melakukan sebaik-baik amal pada permulaan hidupnya, setelah itu jalan hidupnya berbalik; dia mengganti kebaikan dengan berbagai keburukan semoga Allah memberikan kepada kita perlindungan darinya sehingga terhapuslah amal perbuatannya yang dahulu ia lakukan berupa amal shalih oleh perbuatan kedua.” (Shahih Tafsir Ibn Katsir 2/41)

Akhir Hidup yang Baik

Alangkah indahnya jika seseorang mendapatkan hidayah sehingga Allah tetapkan hidupnya untuk senantiasa istiqamah didalam menjalankan ketaatan, amalan yang baik, dan menjauhi sebab-sebab datangnya murka Allah, yang demikian tersebut berlanjut hingga akhir hayatnya, maka Allah akan tetapkan ia dengan akhir kehidupan yang baik, sehingga ia meraih rahmat Allah dan tempat tinggal di surga yang mulia. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُو تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُون

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshi- lat: 30)

Sebaliknya, sangat membahayakan jika seorang manusia menutup akhir hidupnya dengan su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek). Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan: “Su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek)-semoga Allah melindungi kita darinya  tidaklah terjadi pada orang yang secara lahir dan batin itu baik dalam bermuamalah dengan Allah. Begitu pula tidak akan terjadi pada orang yang benar perkataan dan perbuatannya. Keadaan semacam ini tidak pernah didengar bahwa orangnya mati dalam keadaan su’ul khatimah sebagaimana kata ‘Abdul Haq al-Isybili. Su’ul khatimah akan mudah terjadi pada orang yang rusak batinnya dilihat dari i’tiqad (keyakinannya) dan rusak lahiriahnya (amalnya). Su’ul khatimah lebih mudah terjadi pada orang yang terus-menerus dalam dosa besar dan lebih menyukai maksiat. Akhirnya ia terus dalam keadaan berlumuran dosa semacam tadi sampai maut menjemput sebelum ia bertaubat.” (Al-Bidayah wan Ni- hayah 9/184)

Tidaklah menjamin seorang yang semasa hidupnya banyak melakukan amalan shalih, lantas di akhir hayatnya ia tetap pada pendiriannya. Maka berhati-hatilah dengan yang setiap kita lakukan dan ucapkan. Sebuah ungkapan penuh faedah yanag dikatakan oleh al-Hasan al-Basri: “Seorang mukmin hidup di dunia bagaikan tawanan yang sedang berusaha membebaskan dirinya dari jeratan, yang ia tidak akan pernah merasa tenang sampai ia berjumpa dengan Allah. Itu karena dia mengetahui bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban atas pendengarannya, penglihatan, ucapan, dan anggota badannya yang lain. Maka semuanya akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah kelak.” (Mu- hasabah Nafs oleh Ibnu Abi ad-Dunya hal. 60)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menjelaskan tentang bahaya pelaku dosa dengaan sabdanya:

لَأَعْلَمَنْ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا

Artinya: “Aku benar-benar melihat di antara umatku pada hari kiamat nanti, ada yang datang dengan membawa kebaikan sebesar gunung di Tihamah yang putih, lalu Allah menjadikannya seperti kapas berterbangan.” (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)

Tsauban bertanya, “Ya Rasulullah, jelaskan kepada kami siapa mereka itu agar kami tidak seperti mereka sementara kami tidak mengetahui!”

Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنْهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ الله انْتَهَكُوهَا

Artinya: “Mereka adalah saudara-saudara kalian dan sebangsa dengan kalian, mereka juga bangun malam seperti kalian, akan tetapi apabila mendapat kesempatan untuk berbuat dosa, me- reka melakukannya.” (HR. Ibnu Majah, disahih- kan oleh Albani dalam as-Silsilah al-Ahadits ash- Shahihah no. 505)

Jauhi Sifat Malas

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam banyak ayat-Nya, seperti :

إِنَّ الْمُنَفِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidak- lah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. an-Nisa: 142)

Juga firman Allah (yang artinya): “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan”. (QS. at-Taubah: 54)

Berkata Syaikh Abdurrahman as-Sa’di Rahimahullah: “Sikap malas tidak akan ada kecuali bagi orang yang telah kehilangan keinginan (terhadap kebaikan) dari hati-hati mereka. Maka jika seandainya hati-hati mereka tidak terlepas dari keinginan kepada Allah dan (keinginan) kepada apa yang ada di sisi-Nya (yang disediakan Allah berupa nikmat) dan hilangnya iman, maka tidak akan keluar dari mereka sikap malas.” (Tafsir as-Sa’di, hal. 210)

Jangan Merasa Cukup Dengan Amalan Kita

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah kalian merasa kagum dengan seseorang hingga kalian dapat melihat akhir dari amalnya. Sesungguhnya ada seseorang selama beberapa waktu dari umurnya beramal dengan amal kebaikan, yang sekiranya ia meninggal saat itu, ia akan masuk surga, namun ia berubah dan beramal dengan amal keburukan. Dan sungguh, ada seorang hamba selama beberapa waktu dari umurnya beramal dengan amal keburukan, yang sekiranya ia meninggal pada saat itu, ia akan masuk neraka, namun ia berubah dan beramal dengan amal kebaikan. Jika Allah menginginkan kebaikan atas seorang hamba maka Dia akan membuatnya beramal sebelum kematiannya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membuatnya beramal?” beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ

Artinya: “Memberinya taufik untuk beramal kebaikan, setelah itu Dia mewafatkannya.” (HR. Ahmad, al- Haitsami berkata “shahih”)

Said bin Jubair Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan kebaikan lalu perbuatan baiknya itu menyebabkan ia masuk neraka, dan sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan buruk lalu perbuatan buruknya itu menyebabkan dia masuk surga. Hal itu kerana perbuatan baiknya itu menjadikan dia bangga pada dirinya sendiri sementara perbuatan buruknya menjadikan ia memohon ampun serta bertaubat kepada Allah kerana perbuatan buruknya itu.” (Majmu’ al- Fatawa 10/277)

Dalam hadits nabi disebutkan:

ثَلَاثُ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌ مُطَاعٌ وَهَوَى مُتَبَعُ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Artinya: “Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), (3) dan ujub (berbangga pada diri sendiri).” (Hadits ini disebutkan oleh al-Mundziri dalam at- Targhib wa at-Tarhib 1/162, Abdurrazzaq 11/304; yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Baihaqi serta dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ 3039)

Oleh karena itulah Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya hati manusia dihadapkan dengan dua macam penyakit yang amat besar. Jika orang itu tidak menyadari adanya kedua penyakit itu akan melemparkan dirinya ke dalam kehancuran dan itu adalah pasti. Kedua penyakit itu adalah riya’ dan takabbur, maka obat dari riya’ adalah: (Hanya kepada-Mu kami menyembah) sedang obat dari penyakit takabbur adalah: (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan).” (Madarijus Salikin 1/54).

Refrensi :

Majalah                                : al-Mawaddah, Tahun 10- Vol. 106

Dibuat Oleh                          : Ust. Muhammad Aunus Shofy

Ditulis Ulang Oleh               : Khoirunnisa

Baca juga artikel:

Baca juga artikel:

Kami Ucapkan Inna Maqoli Ehh… Ahlan wa Sahlan Santri Baru PP DQH

Kemuliaan Bulan Muharram

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.