Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Kisah Haru Yang Mengundang Tangis (Bagian 2)

kisah haru mengundang tangis 2

Kisah Haru Yang Mengundang Tangis (Bagian 2) – Alhamdulillah segala puji hanya untuk Allah Rabb seluruh alam, atas karunia dan limpahan kasih sayangnya lah kita bisa terus merasakan banyak kenikmatan. Dan salah satu nikmat yang patut kita syukuri adalah nikmat hidayah bisa beragama Islam sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada beliau, kepada sahabat-sahabat beliau, keluarga beliau, serta kepada para ulama yang mengikuti beliau dengan benar. Amin

Insya Allah ini adalah kisah lanjutan dari artikel yang sebelumnya: yang berjudul Kisah haru yang mengundang tangis

KISAH KEENAM: Ketulusan Cinta dalam Membela Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam di perang Uhud

Terbunuhnya para pemuka-pemuka Quraisy dalam perang Badar menyisakan dendam bagi sanak saudara mereka yang terbunuh. Anak-anak mereka yang terbunuh dan para pemimpin mereka berkata kepada Abu Sufyan, “sediakan harta ini (yang dapat diselamatkan) untuk memerangi Muhammad.”

Sekitar 3.000 (tiga ribu) orang kaum musyrikin yang berhasil dikumpulkan berangkat dan singgah di dekat Uhud, di pinggiran kota Madinah.

Sedangkan pasukan Rasulullah tinggal 700 (tujuh ratus) orang, karena sekitar 300 orang mundur kembali di bawa pimpinan ‘Abdullah bin Ubay, tokoh munafik.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Bara’, ia berkata: “pada hari itu kami menghadapi kaum musyrikin Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menempatkan pasukan pemanah dan mengangkat ‘Abdullah bin Jubair sebagai pemimpin mereka. Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam berpesan:

لا تبرحوا إن رأيتمونا ظهرنا عليهم فلا تبرحوا وإن رأيتموهم ظهروا علينا فلا تعينونا

Artinya: “Janganlah kalian bergeser dari posisi kalian. Jika kalian melihat kami menang, jangan sekali-kali berpindah. Dan jika kalian melihat mereka mengungguli kami, maka janganlah kalian membantu kami.” (HR. Bukhari)

Ketika kami menghadapi mereka, mereka pun berlarian hingga kami menyaksikan para wanita menaiki gunung, sehingga terangkat kakinya dan terlihat betisnya dan nampak gelang-gelang kaki mereka. Orang-orang pun berkata: “Ghanimah, ghanimah!” maka ‘Abdullah bin Jubair pun berkata: “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah wanti-wanti kepadaku agar kalian tidak meninggalkan tempat kalian.” Namun mereka tidak peduli. Ketika itu mereka memalingkan wajah mereka (beranjak dari tempat itu), sehingga gugurlah 70 orang dari kaum Muslimin.

Kemudian Abu Sufyan menuju ke tempat yang tinggi, lalu berteriak: “Apakah di antara kaum ini ada Muhammad?”

Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (kepada para sahabat): “Janganlah kalian menjawabnya.”

Abu Sufyan berteriak Kembali: “Apakah di antara kaum ini ada Ibnu abi Quhafah (yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq)?”

Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian menjawabnya.”

Abu Sufyan berteriak lagi: “Adakah di antara kaum ini ada ‘Umar bin Al-Khattab?”

Kemudian Abu Sufyan berseru: “Ternyata semuanya telah terbunuh, seandainya mereka masih hidup, pasti mereka menjawab.”

Umar tidak dapat menguasai dirinya, maka ia (‘Umar) menjawab: “kamu dusta wahai musuh Allah. Sungguh Allah pasti mengekalkan apa yang membuatmu bersedih.”

Kemudian Abu Sufyan berteriak: “Tinggilah Hubal.”

Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jawablah ia!”

Para sahabat bertanya: “Apa yang harus kami katakan?”

Beliau menjawab: “Katakanlah: Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”

Lalu Abu Sufyan berseru, “Kami memiliki ‘Uzza, sedangkan kalian tidak.”

Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jawablah ia!”

Para Sahabat bertanya: “Apa yang harus kami katakan?”

Beliau menjawab: “Katakanlah: Allah Ta’ala pelindung kami, sedangkan kalian tidak memiliki pelindung.”

Abu Sufyan berkata: “Hari ini adalah balasan atas hari Badar. Perang itu bergilir. Kalian akan menemukan orang-orang yang dimutilasi. Aku tidak memerintahkannya, tapi hal itu tidak membuat aku sedih.”

Betapa berat ujian yang beliau Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam hadapi. Pertama, mundurnya sepertiga pasukan beliau di bawah hasungan gembong munafik, ‘Abdullah bin Ubay. Kedua, pasukan pemanah yang beliau wanti-wanti untuk tidak meninggalkan posisinya baik menang ataupun kalah, ternyata menyalahi perintah beliau. Ketiga, beratnya peperangan hingga gigi beliau patah, wajah terluka dan kepala memar.

Imam Muslim meriwayatkan bahwa di hari Uhud, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam mengalami luka di wajah, dan giginya patah, pelindung kepala beliau pun pecah. Fatimah puteri Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam membasuh darah beliau, dan ‘Ali bin Abi thalib menuangkan airnya dari tameng. Ketika Fatimah melihat bahwa hanya menambah derasnya aliran darah, maka ia mengambil sepotong tikar, lalu membakarnya hingga jadi debu, kemudian ia menempelkannya pada luka tersebut, maka darahpun berhenti mengalir.

Dalam Shahiih al-Bukhari diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam terluka di kepalanya, sampai-sampai beliau bersabda:

كيف يفلح قوم شجوا نبيهم

Artinya: “Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang melukai Nabi mereka?” (HR. al-Bukhari dalam sunannya)

Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat:

لَيْسَ لَكَ مِنَ ٱلْأَمْرِ شَىْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَٰلِمُونَ

Artinya: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS. Ali ‘imran: 128)

Bahkan beliau sempat diisukan telah terbunuh.

Dalam tafsir Ibnu katsir disebutkan: Setelah kaum Muslimin mengalami kekalahan dalam perang Uhud, maka syaitan mengisukan bahwa Rasulullah terbunuh untuk melemahkan mereka.

Berita bohong ini sempat menggoncangkan sebagian kaum Muslimin, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam benar-benar telah gugur.

Ibnu abi Najih meriwayatkan dari ayahnya, bahwa seorang laki-laki dari kaum muhajirin bertanya kepada seorang laki-laki dari kaum Anshar yang bersimbah darah, “wahai fulan, apakah engkau merasa bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam telah gugur?” maka orang Anshar itu menjawab: “Seandainya Muhammad Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam telah gugur maka (tidak mengapa), karena beliau telah menyampaikan risalahnya. Maka berperanglah kalian untuk membela agama kalian.” Lalu turunlah firman Allah untuk memberikan ketenangan dan motivasi kepada mereka:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ ٱلرُّسُلُ ۚ أَفَإِي۟ن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ ٱنقَلَبْتُمْ عَلَىٰٓ أَعْقَٰبِكُمْ ۚ وَمَن يَنقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ ٱللَّهَ شَيْـًٔا ۗ وَسَيَجْزِى ٱللَّهُ ٱلشَّٰكِرِينَ

Artinya: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali ‘Imran: 144)

Hadits di atas diriwayatkan oleh Al-Hafizh Abu Bakar Al-Baihaqi dalam kitab “Dalaa-Ilun Nubuwwah.”

Dalam ayat berikutnya disebutkan:

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ كِتَٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ

Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya..” (QS. Ali ‘Imran: 145)               Ayat ini memberikan motivasi yang luar biasa kepada kaum Muslimin untuk berperang.

Oleh karena itulah dalam tafsir Ibnu katsir diriwayatkan dari Al-A’masy, dari Habib bin Shuhban, ia berkata, “Seorang laki-laki  dari kaum Muslimin, yakni Hujr bin ‘Adi berkata, ‘apa yang menahan kalian menjumpai musuh dengan menyeberangi sungai ini yakni sungai Dajlah, padahal Allah berfirman: “Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya..” (QS. Ali ‘Imran: 145). Kemudian ia memacu kudanya menyeberangi sungai Dajlah. Ketika ia melakukan hal itu, maka orang-orang pun mengikutinya. Dan tatkala musuh melihat mereka, maka mereka pun berteriak (ketakutan), “hantu….!!!”

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pamanku, Anas bin Nadhr tidak hadir pada perang badar, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah aku tidak hadir di saat peperangan pertama di mana engkau memerangi kaum musyrikin. Seandainya Allah menghadirkan aku dalam memerangi kaum musyrikin, niscaya Allah akan melihat apa yang aku lakukan.”

Maka Ketika terjadi perang Uhud, dan pasukan kaum Muslimin terdesak, maka ia berdo’a: “Ya Allah, aku memohon maaf kepada-Mu atas apa yang dilakukan oleh mereka yakni sahabat-sahabatnya (yang mundur), dan aku berlepas diri kepada-Mu dari apa-apa yang diperbuat oleh orang-orang musyrik.”

Kemudian ia maju dan berpapasan dengan Sa’ad bin Mu’adz, maka ia berkata: “hai Sa’ad bin Mu’adz, aku ingin surga, demi Rabb-nya Nadhr, sesungguhnya aku mencium bau surga di balik Uhud.”

Sa’ad berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, saya tidak bisa menceritakan apa yang dilakukan Anas bin Nadhr (terhadap kaum musyrikin).”

Anas bin Malik berkata, “Kami mendapatkan lebih dari delapan puluh luka bekas pedang, bekas tusukan tombak atau anak panah. Kami mendapatinya telah gugur, dan kaum musyrikin telah melakukan mutilasi atas mayatnya. Tidak seorang pun yang mengenalinya lagi kecuali saudara perempuannya, dengan melihat ujung jarinya.”

Begitu besar pembelaannya terhadap agama Allah dan Rasul-nya.

Imam Muslim dalam Shahiih-nya meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam sendirian pada perang Uhud, dalam perlindungan tujuh orang sahabat Anshar dan dua orang Quraisy. Ketika kaum musyrikin telah mengepung Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam, maka beliau bersabda:

من يردهم عنا وله الجنة أو هو رفيقي في الجنة.

Artinya: “Siapa yang akan melawan mereka untuk melindungi kami maka baginya surga.” Atau beliau bersabda, “Maka dia akan menjadi temanku di Surga.” Maka seseorang dari kaum Anshar maju, dan bertempur hingga gugur. Kemudian kaum musyrikin kembali mengepung Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam, maka beliau pun bersabda lagi:

من يردهم عنا وله الجنة أو هو رفيقي في الجنة.

Artinya: “Siapa yang akan melawan mereka untuk melindungi kami maka baginya surga.”

Atau beliau bersabda, “Maka dia akan menjadi temanku di surga.”

Maka seseorang dari kaum Anshar maju, dan bertempur hingga gugur.

Maka demikianlah seterusnya seperti itu hingga ketujuh sahabat Anshar itu gugur.” (HR. Muslim dalam shahihnya)

Begitu besar pengorbanan para Sahabat Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam pada perang Uhud, “Bagaimana pendapat engkau jika aku gugur, maka di mana tempatku?” maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam menjawab, “di Surga.” Maka ia mencampakkan beberapa butir kurma yang ada di tangannya, kemudian ia bertempur hingga gugur.

KISAH KETUJUH: Wahai Nak, Telingamu Sempurna Ketika Mendengar Apa yang Engkau Dengar dan Rabb-Mu pun Membenarkanmu

Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam hendak pergi berperang ke Tabuk, beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk mempersiapkan perbekalan, peralatan, dan perlengkapan perang (persenjataan, kendaraan dan lain-lain)

Suatu hari, seorang pemuda Bernama ‘Umair bin Sa’ad kembali ke rumahnya setelah menunaikan shalat di masjid. Dirinya dipenuhi dengan berbagai rasa yang campur baur melihat kaum Muslimin yang mengerahkan segenap kemampuan dan pengorbanan mereka. Ia melihat hal itu dengan kedua matanya sendiri, dan ia mendengarnya dengan telinganya sendiri.

Maka hampir saja ia tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Al-Julas, ia adalah suami ibunya. Ketika terlontar dari mulutnya satu kalimat, yang sangat mengherankan pemuda yang beriman tersebut ketika mendengarnya.

Al-Julas berkata, “Jika Muhammad itu benar dalam pengakuannya sebagai Nabi, maka kami lebih buruk dari Keledai.”

Maka ‘Umair menoleh kepada Al-Julas seraya berkata, “Demi Allah, wahai Al-Julas, di muka bumi ini tidak ada orang yang lebih aku cintai setelah Muhammad Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam selain engkau. Engkaulah orang yang paling berpengaruh  dan paling mulia di sisiku. Tetapi engkau telah mengatakan sesuatu, yang apabila aku sebutkan maka akan mempermalukan engkau. Akan tetapi apabila aku sembunyikan, maka artinya aku mengkhianati amanahku, membinasakan diri sendiri dan menghancurkan agamaku. Aku telah memutuskan untuk melaporkan hal ini kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam, dan aku akan memberitahukan apa yang engkau ucapkan. Oleh karena itu, engkau harus menjadi saksi atas urusanmu sendiri.”

Pemuda ‘Umair kemudian pergi ke masjid dan mengabari Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam tentang apa yang ia dengar dari Al-Julas bin Suwaid.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam meminta ‘Umair untuk tetap tinggal di sisi beliau, dan beliau mengutus seseorang dari kalangan sahabat untuk memanggil Al-Julas.

Al-julas pun datang. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam menyambutnya, dan beliau sendiri duduk di hadapannya. Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam lalu bersabda kepada Al-Julas:

ما مقالة سمعها منك عمير بن سعد؟

Artinya: “Perkataan apa yang engkau ucapkan, yang didengar oleh ‘Umair bin Sa’ad?” Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam menyebutkan apa yang telah dikatakan ‘Umair  kepada beliau menyangkut ucapan Al-Julas.

Al-Julas berkata, “Ia berdusta atasku, Wahai Rasulullah. Ia telah mengada-adakan satu perkataan yang bohong. Sedikitpun saya tidak mengatakan hal itu.”

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam menoleh kepada ‘Umair. Wajah ‘Umair memperlihatkan bahwa ia sangat terhenyak, sedangkan air mata berjatuhan dari kedua matanya, mengalir di pipi dan menetes ke dadanya. Ia berdo’a: “Ya Allah, turunkanlah kepada Nabi-Mu wahyu yang memperjelas apa yang telah aku katakan… ya Allah, turunkanlah kepada Nabi-Mu Wahyu yang memperjelas apa yang telah aku katakan.”

Lalu Al-Julas mengeluarkan pernyataannya sekali lagi. Ia berkata, “Sesungguhnya apa yang saya kemukakan kepada Anda adalah benar. Jika Anda menghendaki, maka kami akan bersumpah di hadapan Anda. Dan saya bersumpah demi Allah, bahwa saya tidak mengatakan sesuatu pun dari apa yang dilaporkan ‘Umair kepada Anda.”

Belum selesai Al-Julas bersumpah, pandangan orang-orang telah beralih kepada ‘Umair bin Sa’ad, hingga akhirnya ketenangan meliputi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam. Para sahabat mengetahui bahwa wahyu sedang turun. Mereka tetap ditempatnya masing-masing. Tak ada seorang pun yang bergerak. Semuanya tidak ada yang berani berbicara. Semua pandangan mereka tertuju lekat-lekat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam.

Di sana, Al-Julas mulai terlihat khawatir dan gelisah, sedangkan ‘Umair mulai berharap-harap cemas. Demikian pula yang dialami oleh para sahabat semuanya, hingga Nabi membacakan firman Allah Ta’ala:

يَحْلِفُونَ بِٱللَّهِ مَا قَالُوا۟ وَلَقَدْ قَالُوا۟ كَلِمَةَ ٱلْكُفْرِ وَكَفَرُوا۟ بَعْدَ إِسْلَٰمِهِمْ وَهَمُّوا۟ بِمَا لَمْ يَنَالُوا۟ ۚ وَمَا نَقَمُوٓا۟ إِلَّآ أَنْ أَغْنَىٰهُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ مِن فَضْلِهِۦ ۚ فَإِن يَتُوبُوا۟ يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۖ وَإِن يَتَوَلَّوْا۟ يُعَذِّبْهُمُ ٱللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا…

Artinya: “Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih…” (QS. At-taubah: 74)

Maka seluruh tubuh Al-Julas gemetar karena kedahsyatan wahyu Allah yang ia dengar. Hampir saja lidahnya kelu karena kaget yang luar biasa. Kemudian ia menoleh kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam seraya berkata, “saya bertaubat wahai Rasulullah, dan saya termasuk orang-orang yang berdusta…”

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam pun menoleh kepada pemuda itu. Terlihat air mata gembira membasahi wajahnya yang bercahaya dengan cahaya keimanan. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam mengulurkan tangannya yang mulia pada telinga ‘Umair, lalu beliau memegangnya dengan lembut. Beliau bersabda:

وفت أذنك يا غلام ما سمعت، وصدقك ربك.

Artinya: “Wahai nak, telingamu sempurna Ketika mendengar apa yang engkau dengar. Dan Rabb-Mu pun membenarkan-Mu.” (sirah biografi Al-Julas, Web. Asy-Syabakah Al-Alukah (post. 18/10/2020))

Alhamdulillah, insya Allah akan berlanjut ke kisah berikutnya…

Semoga Allah selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin

REFERENSI:

Ditulis oleh : Supan Jaya (Pengabdian Ponpes Darul Qur’an wal-hadits OKU Timur) dengan sedikit editan dibagian Muqoddimah

Refresnsi: Diambil dari buku karangan Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah (yang berjudul: Kisah Haru yang Mengundang Tangis) cetakan: Pustaka Ibnu Umar

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.