Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Pembahasan Terkait Shalat Malam

PEMBAHASAN TERKAIT SHALAT MALAM

PEMBAHASAN TERKAIT SHALAT MALAM

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji hanya milik Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan, petunjuk dan ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatn diri dan keburukan amal perbuatan. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalh hamba dan utusan-Nya.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMUDAHKAN SHALAT TAHAJUD

KEDUA: FAKTOR BATIN

Faktor batin ini sudah dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin:

  1. Membersihkan hati dari sifat dengki terhadap kaum Muslimin, dari perbuatan bid’ah, dan dari keinginan duniawi yang berlebihan. Sebab orang yang mencurahkan seluruh pikirannya untuk urusan dunia, tidak akan mudah mengerjakan shalat tahajud. Kalaupun dia melakukannya, yang dipikirkan dalam shalatnya hanyalah urusan duniawi, dan yang terbayang dalam pikirannya hanyalah bisikan-bisikan dunia tersebut.
  2. Rasa takut yang mendominasi hati disertai angan-angan hidup yang pendek. Sebab bila seorang merenungi huru-hara kehidupan akhirat dan tingkatan terbawah Neraka Jahanam, maka tidurnya tidak akan nyeyak dan ketakutannya sangat besar, sebagimana dikatan oleh Thawus, “Mengingat Neraka Jahanam menjadikan tidurnya ahli ibadah tidak nyenyak.”
  3. Mengetahui keutamaan shalat tahajud dengan menyimak ayat-ayat, hadist-hadist dan atsar-atsar, sehingga timbul lah keinginan dan kerinduannya terhadap pahalanya yang sangat besar. Rasa rindu itu kemudian mendorong untuk mendapatkan pahala lebih dan keinginan mencapai derajat Surga.
  4. Ini adalah faktor yang paling mulia, yaitu mencintai Allah dan berkeyakinan kuat bahwa tidaklah dia mengucapkan satu huruf pun dalam shalat tahajud melainkah dia tengah bermunajat kepada Rabbnya dan Dia menyaksikannya, disertai kesaksiannya terhadap apa yang terlintas di dalam hatinya. Pancaran yang ada di dalam hatinya yang datang dari Allah Ta’ala, sehingga hal itu mendorongnya untuk berlama-lama dalam shalat. Kenikmatan ini bukanlah hal yang mustahil, generasi salaf kita telah merasakannya.

Abu Sulaiman berkata, “Seandainya Allah memperlihatkan kepada orang-orang yang senantiasa mengerjakan shalat tahajud pahala amal mereka, tentu kenikmatan yang mereka rasakan lebih besar dari pahala yang mereka dapatkan.” Ibnu Munkadir berkata, “Kenikmatan dunia itu halnya ada tiga: Shalat tahajud, berkumpul bersama saudara seiman, dan shalat berjamaah.” Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasannya karunia dan kenikmatan inilah yang paling diharapkan, karena shalat malam dapat membersihkan hati dan menyingkirkan segala problematika kehidupan.

SHALAT WITIR: KEUTAMAAN SHALAT WITIR DAN ANJURAN UNTUK MENGAJARKANNYA

Sesungguhnya shalat witir memiliki keutamaan dan urgensi yang besar. Dalil yang paling kuat tentang hal itu adalah bahwa Nabi tidak pernah meninggalkannya, baik ketika sedang berada di rumah ataupun dalam bepergian. Ini merupakan dalil yang cukup jelas mengenai betapa pentingnya shalat witir. Diantara dalil-dalil yang menunjukkan hal itu adalah: Dari Abu Bashrah al-Ghifari Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إنّ اللّه زادكم صلاة، وهي الوتر، فصلّوها فيما بين صلاة العشاء إلى صلاة الفجر.

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah memberi kalian tambahan shalat, yaitu shalat witir, maka shalat witirlah kalian antara waktu shalat Isya hingga shalat Subuh.” (shahihul jami’ (no. 1772))

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata:

اجعلوا آخر صلاتكم باللّيل وترا

Artinya: “Jadikanlah shalat witir sebagai akhir shalat kalian di malam hari.” (Muttafaqun Alaih)

HUKUM SHALAT WITIR

Hukum shalat witir adalah sunnah mu’akad, tidak wajib, inilah pendapat mayoritas ulama dari para sahabat dan para ulama setelah mereka, bahkan mereka sepakat bahwa shalat witir tidak berhukum fardhu. Namun para ulama mudzhab Hanafi menyatakan bahwa shalat witir itu wajib bukan fardhu. Pendapat Abu Hanifah bahwasannya shalat witir itu berlaku wajib merupakan pendapat yang lemah. Ibnul Mundzil berkata, “Saya tidak mengetahui seorang ulama pun yang menyetujui pendapat Abu Hanifah mengenai hal ini.” Diantara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa shalat witir hukumnya sunnah adalah:

أنّ أعرابيّا سأل النّبيّ: ما فرّض اللّه عليّ في اليوم واللّيلة؟ قال: خمس صلوات، قال: هل عليّ غيرهنّ ؟ قال: لا، إلّا أن تطوّع، فقال الأعرابيّ: والّذي بعثك بالحقّ، لاأزيد عليهنّ ولاأنقض منهنّ، فقال: أفلح الرّجل إن صدق.

Artinya: “Ada seorang badui bertanya kepada Nabi, ‘Apa saja yang Allah wajibkan kepadaku dalam sehari semalam ?’ Beliau menjawab, ‘Shalat lima waktu.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Apakah ada kewajiban lainnya untukku ?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, kecuali jika engkau mau melaksanakan shalat sunnah.’ Orang badui itu berkata, ‘Demi Dzat yang mengutus Anda dengan kebenaran, aku tidak akan menambahinya dan tidak pula menguranginya.’ Maka Nabi bersabda, ‘Orang itu beruntung jika dia jujur’.” (Muttafaqun Alaih)

Saya berkata, “Hadist ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa shalat witir tidak berhukum wajib, karena Nabi tidak mewajibkan kepada orang badui tersebut untuk melakukannya dan tidak menghardiknya karena dia tidak melakukannya, padahal telah diketahui, bahwa tidak diperbolehkan bagi Nabi mengakhirkan keterangan pada saat dibutuhkan.” Dari Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, dia berkata, Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

خمس صلوات كتبهنّ اللّه على العباد، فمن جاء بهنّ لم يضيّع منهن شيئا استخفافا بحقّهنّ كان له عند اللّه عهد أنيدخله الجنّة، ومن لم يأت بهنّ فليس له عند اللّه عهد، إن شاء عذّبه وإن شاء أدخله الجنّة.

Artinya: “Shalat lima waktu telah Allah wajibkan atas hamba-hamba-Nya. Barangsiapa menunaikannya dan tidak menyia-nyiakan sedikitpun darinya, karena meremehkan haknya, maka allah akan menjadikan suatu perjanjian baginya pada Hari Kiamat, bahwa Dia akan memasukkannya ke dalam surga. Dan barangsiapa tidak menunaikannya, maka tidak ada baginya perjanjian di sisi Allah; jika Dia menghendaki, naka Dia akan menyiksanya dan jika Dia menghendaki, maka Dia akan memasukkan ke dalam surga.” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya)

Saya bertanya, “Di dalam hadist ini, beliau tidak menyebutkan shalat witir bersama shalat-shalat fardhu.” Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Shalat witir itu tidak wajib, namun merupakan sunnah Rasulullah.” Dan diantara dalil yang menunjukkan  bahwa shalat witir tidak berhukum wajib, bahwa shalat witir boleh dikerjakan di atas kendaraan sekalipun tidak dalam keadaan darurat, berbeda dengan shalat wajib adalah sebuah hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dia berkata:

إنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يوتر على البعير.

Artinya: “Sesungguhnya Nabi pernah shalat witir di atas untanya.” (shahih, HR. Bukhari)

Di antara dalil-dalil yang menegaskan bahwa shalat witir tidak wajib, dan bahwa shalat witir termasuk suatu ibadah yang dikerjakan para generasi salaf hampir setiap malam adalah pendapat yang diriwayatkan dari Ali dan para sahabat yang menegaskan bahwa shalat witir tidak wajib. Maka sangat tidak pantas bila para sahabat tidak mengetahui kefardhuan satu shalat dari shalat-shalat yang diwajibkan, sementara mereka membutuhkan shalat ini pada setiap malamnya. Jadi siapa yang berprasangka demikian, maka dia telah berburuk sangka terhadap mereka.

Diriwayatkan dari Imam asy-Sya’bi, dia berkata, “Shalat witir hukumnya sunnah dan termasuk sunnah yang paling mulia.” Sufyan berkata, “Shalat witir bukanlah suatu kewajiban, akan tetapi sesuatu yang sunnah.” Dan masih banyak dalil-dalil yang munujukkan adanya ancaman bagi yang meninggalkan shalat witir tidak wajib, namun hanyalah Sunnah mu’akkadah. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan adanya ancaman bagi yang meninggalkan shalat witir, maka itu hanya sebagi bentuk penekanan atas sebuah anjuran. Sedangkan hukum orang yang meninggalkan shalat witir, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah pernah ditanya mengenai hal ini, maka beliau menjawab,

“Alhamdulillah, shalat witir hukumnya sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama kaum Muslimin. Barangsiapa yang selalu meninggalkannya, maka kesaksiannya ditolak. Shalat witir lebih dianjurkan daripada shalat sunnah Dzuhur, Magrib dan Isya, dan shalat witir lebih utama daripada semua shalat sunnah yang dikerjakan di siang hari, contohnya seperti Shalat Dhuha, bahkan merupakan shalat malam yang paling utama setelah shalat fardhu, bahkan shalat yang paling ditekankan untuk dikerjakan adalah shalat witir dan shalat sunnah Shubuh.

WAKTU DAN TATA CARA SHALAT WITIR

  1. WAKTU SHALAT WITIR

Para ulama bersepakat bahwasanya waktu shalat witir belum masuk kecuali setelah shalat isya’, dan berlangsung terus hingga Shubuh. Dari Abu Bashrah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إنّ اللّه زادكم صلاة، فصلّوها بين العشاء والفجر.

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah memberi kalian tambahan shalat, yaitu shalat witir, maka shalat witirlah kalian antara waktu shalat isya hingga shalat shubuh.” (Qiyamu Ramadhan, no. 26, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Dan hadist-hadist lainnya dari jalur lain yang manunjukkan bahwa semua waktu malam, dimulai dari Isya hingga Shubuh adalah waktu shalat witir. Jika seseorang menjama’ shalat Isya dan shalat Maghrib dengan jama’ taqdim, sebelum lenyapnya mega kemerah-merahan, maka dia boleh shalat witir setelah shalat Isya yang telah dikerjakannya.

Waktu Shalat Witir yang Paling Utama

Waktu yang paling utama adalah mengakhirkan pelaksanaan shalat witir hingga akhir malam, terutama bagi orang yang yakin bahwa dirinya mampu bangun di akhir malam, berdasarkan hadist Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

من خاف أن لا يقوم من آخر اللّيل، فليوتر أوّله، ومن طمع آن يقوم آخره فليوتر آخر اللّيل، فإنّ صلاة آخر اللّيل مشهودة، وذلك أفضل.

Artinya: “Barang siapa yang kahwatir tidak dapat bangun di akhir malam, maka hendaklah dia shalat witir di awal malam, namun barang siapa bersikeras bangun di akhir malam, maka hendaklah dia shalat witir di akhir malam, karena shalat di akhir malam itu disaksikan oleh para malaikat, dan lebih utama.” (HR. Muslim)

Di samping itu, Rasulullah sering shalat witir di akhir malam, sebagaimana disebutkan dalam dua kitab Shahih dan yang lainnya, beberapa hadist sejumlah sahabat bahwa beliau mengerjakan shalat witir di akhir malam, bahkan pada sebagian riwayat beliau menekatkan menjadikannya sebagai shalat terakhir di malam hari, tidak hanya satu orang yang berpendapat seperti itu, bahwan pendapat ini adalah pendapat seluruh ulama. Saya berkata, “Bahkan Nabi pernah berwasiat kepada beberapa sahabat beliau agar tidak tidur sebelum mengerjakan shalat witir.”

  1. JUMLAH RAKAAT SHALAT WITIR

Shalat witir tidak memiliki jumlah rakaat tertentu, namun jumlahnya yang paling sedikit adalah satu rakaat, tidak dimakruhkan shalat witir satu rakaat. Shalat witir yang paling utama adalah 11 rakaat yang dilakukan dengan cara dua rakaat dua rakaat, dan witir (terakhir) dengan satu rakaat berdasarkan ucapan Aisyah jika seorang shalat witir sebanyak 5 atau 7 rakaat, maka dia boleh mengerjakannya terus menerus tanpa duduk (untuk membaca tahiyat) kecuali di akhirnya (pada rakaat kelima atau ketujuh). Jika seseorang shalat witir sebanyak 9 rakaat, maka dia boleh melakukannya 8 rakaat secara terus menerus, kemudian duduk setelah rakaat kedelapan dan tasyahud awal (tahiyyat pertama) tanpa salam, kemudian melanjutkan ke rakaat kesembilan kemudian salam. Shalat malam tetap sah jika dilakukan lebih dari 13 rakaat, akan tetapi harus diakhirkan dengan bilangan ganjil (shalat witir).

  1. BACAAN DALAM SHALAT WITIR

Disunnahkan bagi orang yang mengerjakannya shalat witir untuk membaca pada rakaat pertama surat al-A’la, pada rakaat kedua surat al-Kafirun, pada rakaat ketiga surat al-Ikhlas, berdasarkan hadist yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dan dia menghasankannya dari Aisyah Radhiyallahu anha, dan terdapat pula hadist serupa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ubai bin Ka’ab Radhiyallahu anhu.

Referensi:

Air Mata Di Ujung Malam, Shalat Witir, Keutamaan Shalat Witir dan Anjuran Untuk Mengerjakannya, Pustaka Imam Bonjol, cetakan keempat Rajab 1441/Maret 2020

Diringkas oleh  : Eka Rahmawati (Pengabdian Ponpes DQH Oku Timur)

Baca juga artikel:

Riba yang Menghancurkanmu

Hari Raya Ummat Islam

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.