Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Kerusakan Perilaku Homoseksual dan Langkah Pencegahannya

homoseksual dan pencegahannya

Kerusakan Perilaku Homoseksual dan Langkah Pencegahannya – rapan agar kita mengenal sehingga tidak ikut-ikutan dan terhindar dari penyakit semacam ini. Sekaligus akan kami sebutkan juga cara-cara terapi pengobatannya.

Kerusakan dan Hukuman Homoseks

Kerusakan homoseks merupakan salah satu kerusakan terbesar yang hukuman bagi pelakunya adalah tertimpa di dunia dan di akhirat. Terdapat perbedaan pendapat tentang bahaya homoseks ini, apakah lebih berat dari zina, lebih ringan ataukah sama? Ada tiga pendapat dalam hal ini.

Pendapat pertama yang menyatakan bahwa hukuman homoseks lebih berat daripada hukuman zina. Pendapat ini menyatakan hukuman bagi pelakunya adalah dibunuh bagaimanapun keadaannya, baik muhsan (sudah menikah) maupun bukan. Ini adalah pendapat mayoritas para sahabat dan beberapa ulama tabi’in serta imam Ahmad dan imam Asy-Syafi’i. Pendapat kedua menyatakan bahwa hukuman homoseks sama dengan hukuman zina. Pendapat ini dipegang oleh Atha’ bin Abi Rabah, al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin Musayyib dan beberapa ulama lainnya. Sedangkan pendapat ketiga dipegang oleh al-Hakam dan Abu Hanifah yang menyatakan bahwa hukuman homoseks lebih ringan daripada zina, yaitu ta’zir (hukuman lain yang tidak terdapat pada syariat).

Golongan pendapat pertama, yaitu mayoritas umat ini, bahkan lebih dari seorang ulama menyatakan pendapat ini sebagai ijma’ atau kesepakatan para Sahabat, mengatakan bahwa tidak ada satu satu maksiat pun yang tingkat kerusakannya lebih besar daripada homoseks, kecuali kekufuran. Bahkan bisa jadi tingkat kerusakannya lebih besar daripada pembunuhan. Para ulama tersebut mengatakan, “Allah belum pernah menimpakan cobaan yang lebih besar kepada seorang pun sebelum kaum nabi Luth alaihissalam. Allah juga tidak pernah menimpakan hukuman bagi kau mini, yaitu Allah menggabungkan berbagai macam kebinasaan. Tempat tinggal kaum Luth dijungkirbalikkan, lalu mereka dirajam dengan batu-batu dari langit. Allah mengadzab kaum Luth dengan adzab yang belum ditimpakan kepada satu umat pun sebelum mereka. Hal ini tentu saja disebabkan besarnya kerusakan yang timbul dari kejahatan ini, sampai-sampai hampir segala sisi bumi bergoncang ketika maksiat ini dilakukan. Malaikat-malaikat dari segenap penjuru langit dan bumi lari saat menyaksikannya kerena takut jika adzab yang turun kepada para pelakunya juga mengenai mereka, bumi berteriak memohon kepada Rabbnya yang Mahasuci lagi Mahatinggi, dan hampir-hampir pegunungan itu menjadi sirna dari tempatnya.

Terdapat kisah dari Khalid bin Walid -semoga Allah meridhainya-, bahwasanya beliau pernah menemui di salah satu daerah pinggiran Arab, seorang pria yang dinikahi (disetubuhi) sebagaimana halnya wanita. Ia menulis surat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq -semoga Allah meridhainya- tentang peristiwa ini. Maka Abu Bakar bermusyawarah dengan para Sahabat yang ketika itu pendapat paling dominan adalah milik Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhainya-. Beliau berkata, “Tidak ada yang melakukan ini kecuali satu umat saja, dan kalian telah mengetahui apa yang Allah perbuat terhadap mereka. Oleh karena itu, aku berpendapat bahwa dia harus dibakar.” Lantas Abu Bakar menuliskan hal tersebut kepada Khalid bin Walid, hingga kemudian Khalid pun membakar pelaku homoseks tadi.

Sedangkan Ibnu Abbas -semoga Allah meridhai mereka berdua- berpendapat, “Dicari bangunan yang paling tinggi di daerah tersebut, lalu homoseks dilemparkan dari atasnya dalam kondisi terbalik (kepada di bawah dan kaki di atas), sambil dilempari dengan batu.”

Ibnu Abbas mengambil hukuman had tersebut dari hukuman Allah kapada kaum Luth. Sahabat ini meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda:

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

Artinya: “Barangsiapa yang mendapati orang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya.”

Mereka melanjutkan: “Telah ditetapkan hadits dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ ‏ ‏لُوطٍ ‏ ‏لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ ‏ ‏لُوطٍ ‏ ‏ثَلَاثًا ‏

Artinya: “Semoga Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Semoga Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Semoga Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.”

Para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam sepakat bahwa hukuman pelaku homoseks adalah dibunuh. Tidak ada yang berselisih dalam masalah ini. Mereka hanya berselisih dalam tata cara pembunuhannya. Namun, sebagian orang menyangka bahwa para Sahabat berbeda pendapat dalam membunuh pelakunya hingga mereka menyimpulkan bahwa membunuh pelaku homoseks merupakan masalah yang masih diperselisihkan. Padahal, jelas pendapat ini merupakan kesepakatan para Sahabat dan bukan masalah yang diperselisihkan.

Mereka melanjutkan, “Siapa yang mau mencermati firman Allah Azza wa Jalla:

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰاحِشَةٌ وَسَآءَ سَبِيلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

وَلُوطًا إِذ قَالَ لِقَومِهِۦٓ أَتَأۡتُونَ ٱلفَٰاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِن أَحَدٍ مِّنَ ٱلعَٰلَمِينَ

Artinya; “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”

niscaya akan jelas baginya bahwa terdapat perbedaan tingkatan antara dua jenis maksiat tersebut. Allah menyebutkan zina secara nakirah (fahisyah) yang berarti zina termasuk perbuatan keji namun Allah menyebutkan homoseks secara ma’rifah (al-fahisyah), yang berarti homoseks mengumpulkan seluruh perbuatan keji.

Sanggahan terhadap Pendapat yang Mengatakan Hukuman Homoseks Lebih Ringan daripada Hukuman Zina

Tanpa sedikitpun meremehkan besarnya dosa zina dan disebutkan di sini adalah bukan untuk meremehkan akan tetapi sebagai perbandingan betapa kejinya perbuatan homoseks.

Mengenai ucapan, “Homoseks merupakan maksiat yang tidak ditetapkan hukuman hadd tertentu oleh Allah,” maka jawabannya adalah:

  1. Rasulullah telah menetapkan hukuman haddbagi pelaku homoseks, sedangkan apa-apa yang disyariatkan Nabi merupakan syariat Allah. Hanya saja memang tidak disebutkan dalam Al-Quran akan tetapi bukan berarti konsekuensi homoseks tidak ada. Sebab, hukuman perbuatan ini telah ditetapkan dalam as-Sunnah.
  2. Pernyataan tersebut terbantahkan denganpemberlakukan hukuman rajam yang ditetapkan oleh as-Sunnah terhadap pezina muhshan. Jika kalian berdalih, “Hukuman rajam memang ditetapkan oleh Al-Quran. Meskipun lafazhnya telah dihapus, hukumbya tetap berlaku. Jawabannya adalah, “Pernyataan kalian terbantahkan dengan hukuman hadd bagi peminum khamr“.
  3. Tidak adanya dalil khusus terhadap maksiat tertentu tidak berarti meniadakan asal dalil yang sifatnya memang lebih umum, bahkan tidak boleh meniadakan maksud yang ditunjukkan oleh dalil nash.

Mengenai ucapan kalian, “Homoseks adalah persetubuhan pada tempat yang tabiat pria tidak berselera terhadapnya, bahkan Allah telah menjadikan tabiat tersebut menjauhinya, seperti halnya menyetubuhi bangkai dan binatang ternak.” Maka dapat dijawab dari berbagai segi;

  1. Pernyataan ini termasuk qiyas fasidul i’tibar (qiyas yang tidak bisa dijadikan hujjah karena berlawanan dengan nash) yang telah terbantahkan dengan Sunnah Rasullulah shallallahu alaihi wasallam dan kesepakatan para Sahabat sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
  2. Mengqiyaskan persetubuhan dengan amrad (remaja yang belum berjenggot) yang elok rupanya, yang fitnahnya berasa di atassegala fitnah, dengan persetubuhan terhadap keledai betina atau mayat wanita merupakan qiyas yang paling buruk. Karena tidak ada yang akan bernafsu terhadap mayat atau hewan dan menguasai pikiran dan jiwanya, sebagaimana yang terjadi kepada orang yang kasmaran terhadap amrad.
  3. Ucapan tersebut terbantahkan dengan perbuatan menyetubuhi ibu, anak atau saudari perempuan. Secara tabiat ini tidak mungkin dilakukan. Meskipun demikian, hukuman hadd-nya termasuk yang terberat, yaitu dibunuh (menurut salah satu pendapat ulama).

Terapi Pencegahan dari Penyakit Homoseks

Pembicaraan tentang terapi penyembuhan terhadap penyakit ini berkisar pada dua jalan berikut.

  1. Mencegah faktor-faktor pendukung penyakit ini sebelum terkena.
  2. Menghilangkan penyakit ini setelah terkena.

Jalan pencegahan dari timbulnya penyakit ini meliputi dua cara:

Menundukan pandangan darihal-hal yang diharamkan untuk dipandang.

Pandangan adalah panah beracun dari anak-anak panah Iblis. Terdapat beberapa manfaat dalam menjaga pandangan, di antaranya:

  1. Menundukkan pandangan adalah merupakan wujud pelaksaan perintah Allah.
  2. Menundukkan pandangan mencecah sampainya pengaruh anak panah beracun yang dilepaskan Iblis ke hati yang dapat membinasakannya.
  3. Menundukan pandangan dapat menentramkan sekaligus memusatkan hati dan mendekatkannya kepada Allah.
  4. Menundukkan pandangan menguatkan dan menyenangkan hati. Sebagaimana mengumbarnya dapat membuat lemah hati dan membuat hati sedih.
  5. Menundukkan pandangan mengumpulkan cahaya untuk hati.
  6. Menundukkan pandangan mewariskan firasat (akal) yang benar.

Ibnu Syuja’ al-Karmani berkata, “Barangsiapa yang memenuhi lahirnya dengan meneladani sunnah dan batinnya dengan pengawasan Allah, menjaga pandangannya dari perkara-perkara yang diharamkan, menahan dirinya dari berbagai syubhat, serta menyantap barang yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.”

  1. Menundukkan pandangan dapat mewariskan keteguhan, kekokohan, keberanian, dan kekuatan dalam hati.
  2. Menundukkan pandangan dapat mencegah dari masuknya syaothan menuju hati.
  3. Menundukkan pandangan membuat hari terfokus untuk berfikir mengenai kemaslahatan dan menyibukkan diri dengannya.
  4. Antara mata dan hati terdapat saluran serta jalan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Jika salah satunya baik, maka yang lainnya menjadi baik juga. Begitu juga jika salah satu rusak, maka rusak juga yang lainnya.

Menyibukkan hati dengan perkara-perkara yang menjauhkan dan menghalanginya dari perbuatan homoseks, baik dengan rasa takut yang menggelisahkan maupun cinta yang mengganggu.

Ketika hati seseorang kosong dari rasa takut terhadap perkara yang jika hilang, maka bahayanya akan lebih besar dibandingkan jika mendapat apa yang dicintainya; atau kosong dari rasa takut terhadap perkara yang jika didapatkan maka bahayanya lebih besar daripada kehilangan apa yang dicintainya. Lebih jelasnya, sesungguhnya jiwa itu tidak adan meninggalkan sesuatu yang dicintai kecuali terdapat perkara lain yang lebih dia cintai, atau merasa takut terhadap keburukan yang bahanya lebih besar daripada kehilangan apa yang dicintainya tadi.

Upaya pencegahan ini membutuhkan dua faktor yang sangat penting, yaitu sebagai berikut.

  1. Pandangan yang benar agar dapat memdebakan tingkatan-tingkatan cinta dan benci. Sehingga orang yang paham akan hal ini dapat mengedepankan perkara yang paling dicintainya daripada yang kurang dicintainya. Atau dia bisa bersabar atas perkara yang kurang dia benci agar terlepas dari perkara yang lebih dia benci. Inilah keistimewaan akal. Ia bisa memilih satu dari dua atau lebih mafsadat mana yang lebih baik dan bisa memilih satu dari dua atau lebih mudharatyang lebih kecil daripada yang lain.
  2. Kekuatan tekad dan kesabaran untuk berubah sehingga terus konsisten dalam melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan tersebut. Kebanyakan orang ketika sudah mengetahui perbedaan tingkat cinta dan benci tetapi jiwanya masih lemah dalam hal tekad sehingga membuatnya enggan mengedepankan perkara yang lebih bermanfat.

Sehingga jelaslah bahwasanya penyakit homoseks ini sangat berbahaya dengan segala ancaman hukuman di dunia dan siksa di akhirat kelak. Menghindarinya pun butuh tekad dan kesabaran apalagi jika sudah terkena penyakit tersebut. Kita berlindung kepada Allah agar dijauhkan dari penyakit-penyakit homoseks atau yang sejenis dengannya. Hanya orang yang Allah beri taufik dan hidayah saja yang mudah melakukan terapi pencegahan dan pengobatan ini.

Semoga bisa kita bisa sama-sama mengambil pelajaran dan semoga bermanfaat. Allahu a’lam bish shawab.

 

REFERENSI:

Ditulis oleh: Tamim Abu Zubair (Staff Ponpes Darul Quran wal Hadits, OKU Timur)

Dinukil dari: Ad-Daa’ wa ad-Dawaa’: Macam-Macam Penyakit Hati yang Membahayakan dan Resep Pengobatannya. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2018.

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.