Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

JANGAN PANDANG MASA LALUNYA (BAGIAN 2)

JANGAN PANDANG MASA LALUNYA-bagian2

JANGAN PANDANG MASA LALUNYA (BAGIAN 2) – Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam kita ucapkan kepada  Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.

Sebelumnya kita telah membahas kisah tentang Taubatnya seratus orang pembunuh yang Allah ampuni dan masukkan dia ke surga karna Taubatnya ia dari hal tersebut. Namun bagaimanakah dengan taubatnya wanita yang berzina hingga hamil , apakah taubatnya di terima? Bagaimana cara nya bertaubat dari perbuatan zina tersebut?

Dari Abu Nujaid ‘Imron Bin Al Hushain Al-Khuza’i, ia berkata,

أَنَّ امْرَأَةًمِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتْ نَبِىَّ اللَّهِ, وَهِىَ حُبْلَ مِنَ الزِّنَ فَقَالَتْ يَا نَبِىَّ اللهِ أَصَبْتُ حَدًّا فَأَقِمْهُ عَلَىَّ فَدَعَا نَبِىٌّ اللهِ,وَلِيَهَا فَقَالَ أَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ فَئْتِنِى بِهَا. فَفَعَلَ فَاَمَرَبِهَا نَبِىُّ اللهِ.فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَا بُهَا ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ ثُمَّ صَلَّى عَلَيهَا عَلَيْهَا فَقَالَ لَهُ عُمَرُ تُصَلِّ عَلَيْهَا يَانَبِىَّ اللهِ وَقَدْزَنَتْ فَقَالَ: لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَينَ سبعِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِشيْنَةِ لَوَ سِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْ تَ تَوْبَةً أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَا دَتْ بِنَفْسِهَا اللهِ تَعَالَى.

Artinya: Ada seorang wanita dari Bani Juhainah mendatangi Rasulullah, sedangkan ia dalam keadaan hamil karena zina. Wanita ini lalu berkata kepada rasulullah, ‘ya Rasulullah, aku telah melakukan sesuatu yang perbuatan tersebut layak dikenai hukuman rajam. Laksanaklanlah hukuman had atas diriku.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam lantas memanggil wali wanita tersebut lalu beliau berkata pada walinya,’berbuat baiklah pada wanita ini dan apabila ia telah melahirkan(kandungannya), maka datanglah padauk(dengan membawa dirinya).’

Wanita tersebut pun menjalani apa yang diperintahkan oleh Rasulullah. Setelah itu, beliau meminta wanita tersbut dipanggil dan di ikat pakaiannya dengan erat agar tidak terbuka auratnya Ketika menjalani hukuman rajam. Kemudian saat itu diperintah untuk dilaksanakan hukuman rajam, dan setelah wanita itu meninggal, Rasulullah mensholatkannya.’umar pun mengatakan pada Nabi, ‘engkau mensholatkan dirinyawahai Nabi Allah, padahal dia telah berbuat zina?’ beliau bersabda,’wanita ini telah bertaubat dengan taubat yang seandainya taubatnya tersebut dibagi kepada 70 orang dari penduduk Madinah maka itu bisa mencukupi mereka. Apakah engakau dapati taubat yang lebih baik dari seseorang mengorbankan jiwanya karena Allah ta ’aala?’ ( HR. Muslim. No. 1696).

Apa yang bisa kita ambil atau petik dari kisah tersebut? Ada beberapa faedah dalam hadits ini yaitu;

  1. Wanita tersebut termasuk sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi di lingkungan salih pun masih mungkin terjadi atau terjerumus dalam perbuatan zina.
  2. Zina termasuk dosa besar. Dan jika tidak menebus dosa tersebut ini berakibat pada garis keturunan yang tidaka da putusnya.
  3. Hukuman rajam dijalanii dengan melempar batu hingga mati, batu yang dilempar tidaklah terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Hukuman raja mini dikenakan pada muhshon , yaitu orang yang sudah menikah lantas berzina. Sedangkan yang masih sendiri atau belum menikah dikenakan cambuk sebanyak 100 kali.
  4. Orang yang dikenai hukuman rajam ini atas hiah dari Allah tidaklah diperintahkan di penggal dengan pedang. Namun ia dilempari batu hingga ia merasakan siksa sebagai timbal balik dari kelezatan zina yang haram yang telah ia rasakan.
  5. Boleh seseorang mengakui dirinya telah berbuat zina yang dilaporkan kepada penguasa hal ini guna untumm membersihkan atas dosanya dengan menjalani hukuman had, bukan untuk mengumbar aibnya. Jika seseorag ingin menyebarkan aibnya sendiri bahwa ia telah menzinai orang lain, maka dos aini tidak dimaafkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah bersabda:

كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَا هِريْنَ,وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِأَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً, ثُمَّ يُسْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ, فَيَقُوْلَ يَا فَلاَ نُ عَمِلتُ الْبَا رِحَةَ كَذَاوَكَذَا, وَقَدْبَا تَ يَستُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْه

Artinya: “ setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dos aini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupu aibnya, namun dipagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi.” (HR. Bukhari, no.6069 dan Muslim, no. 2990).

  1. Apakah sesorang harus melaporkan kepada penguasa sehingga mendapat hukuman had atau ia sebaliknya menyembunyikan nya sembari bertaubat?

Syaikh Muhammad bin Shahih Al-‘Utsaimin menyatakan bahwa dalam hal ini ada rinciannya.

  1. Jika seorang berzina dapat melakukan taubat nasuha, ia betul-betul menyesali dosanya dan bertekad tidak akan melakukannya lagi, maka lebih baik lagi ia tidak pergi ke penguasa untuk melaporkan Tindakan zina yang telah ia lakukan dan ia melakukan taubat secara sembunyi-sembunyi. Moga Allah menerima taubatnyس
  2. Jika seorang sulit melakukan taubat nashuha, ia takut tejerumus lagi dalam dosa tersebut , maka lebih bai kia mengakui perbuatan zinanya dengan melapor pada penguasa atau qadhi (hakim), lantas ia dikenai hukuman had.
  3. Wanita hamil tidak dikenai hukuman had sampai ia melahirkan kandungannya. Jika hukuman cambuk dilaksanakan bagi orang yang belum menikah lantas berzina, maka menunggu sampai wanita itu suci dari nifasnya. Bila hukuman rajam dijalankan maka menunggu sampi kebutuhan susu pada anak tersebut telah tercukupi walau dengan penyusuan pada wanita lain.
  4. Hukuman dunia bisa mengapuskan dosa orang yang berbuat maksiat asal disertai denagn taubat dan penyesalan.

Allah saat suka dengan hamba yang bertaubat, dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al-Anshari, pembantu Rasulullah, beliau berkata bahwa beliau bersabda:

اللهُ أَفْرَحُ بِتَوبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيْرِهِ, وَقَدْ أَضَلَّهُ فِى أَرْضِ فَلاَةٍ

Artinya: “sesungguhnya Allah itu begiru bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan Kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas.” (HR.Bukhari, no.6309 dan Muslim, no.2747).

Walau seseorang mendatangi Allah dengan dosa sepenuh bumi dan ia memenuhi syarat walau merasa berat yaitu berjumpa Allah dalam keadaan bersih dari dosa syirik, maka ia akan meraih ampunan. Ini karena seseorang tidak bisa selamat dari syirik tersebut melainkan dengan keselamatan dari Allah berikan, yaitu menghadap Allah dalam keadaan hati yang bersih. Sebagaimana Allah berfirman, dalam Q.S Asy-Syu’araa’:88-89

يومَ لاَ يَنْفعُ مَالٌ وَلا َبَنُونَ، إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلبٍ سَلِيمٍ.

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”  (QS Asy-Syu’araa’: 88-89)

Syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad At-Tamimi berkata, hadits ini menunjukkan pahala besar dari tauhid, juga menunjukkan luasnya karunia Allah. Karena hadits ini menjanjikan bahwa siapa yang datang kepada Allah dosa sepenuh bumii dan ia mati di atas tauhid , makai a akan mendaparkan ampunan terhadap dosa sepenuh itu pula.” (Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 1:248).

Taubat wajib dan taubat sunnah:

Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menjelaskan, taubat itu ada dua macam, ada taubat yang wajib dan ada tubat yang sunnah.

Taubat yang wajib adalah taubat karena meninggalkan suatu perintah atau melakukan suatu larangan. Taubat yang wajib disini dibebankan bagi seluruh mukallaf (yang telah dibebani syariat) sebagiamana yang Allah perintahkann dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah.

Sedangkan taubat yang sunnah adalah taubat karena meninggalkan perkara yang sunnah dan melakukan yang makruh. Barang siapa yang hanya mencukupkan diri dengan taubat oertana makam dia merupakan bagian dari golongan pertengahan yang disebut al abror al muqtashidin. Namun barang siapa yang melakukan dua taubat di atas sekaligus makai a termausk golongan terdepan, disebut as saabiqin al muqorribin.

Ibnu Taimiyyah berkata .” Manusia dalam setiap keadaannya sering meninggalkan taubat yang uum padahal ia amat butuh padanya. Karena memang taubat amat dibutuhkan oleh hamba dalam setiap keadaannya. Manusia selamanya tidak lepas dari kelalaian, meninggalkan perintah atau melampaui batas dengan melakukan sesuatu yang dilarang . itulah alasan mengapa ia harus bertaubat selamanya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, Ibnu Taimiyah, 10: 330).

Selain dengan niat yang sungguh-sungguh dalam bertaubat maka yang kita lakukan adalah anjuran untuk sholat sunnah taubat. Sholat sunnah taubat ini disunnahkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Bakar Ash-Shiddiq, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

“tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan sholat dua rakaat kemudian meinta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” Kemudin membaca ayat ini:” dia(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. ( QS. Ali-Imran: 135). “ (HR. Tirmidzi, No. 406; Abu Daud, No.1521; Ibnu Majah, No.1395. Syaikh Al-Albani Mengatakan Bahwa Hadits Ini Shahih) .

Jadi dari kisah di atas dapat kita simpulkan bahwa kita sebagai manusia harus menutupi aib saudara kita sendiri, bahkan Allah saja mengampuni dosa yang terus dilakukan berulang oleh hamba-Nya, namun Ketika seorang hamba mengingat dan ia tahu bahwa ia mempunyai Allah maka Allah hapuskan dosa-dosanya yang banyak tersebut. Karna seseorang tidaklah lepas dari sebuah dosa meski hanya sebiji Zahrah, dan sebagai muslim yang baik Ketika ada seseorang yang ingin melakukan dosa atau sudah melakukan dosa maka kita harus mengingatkan dan menasehati bukan malah menjauhinya. Karena hidayah itu datang dari mana saja, dan tingkat keshalihan seseorang bukan dilihat dari luar saja. Semoga kita bisa belajar dari kisah ini dan menjadi hamba-Nya selalu berdzikir agar terhindar dari perbuatan yang membawa celaka.

REFERENSI:

Diringkas dari buku: Jangan Pandang Masa Lalunya, Muhammad Abduh Tuasikal

Ditulis oleh : Marisa Daniati ( pengajar PONPES DQH OKU TIMUR )

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.