Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Macam-Macam Shalat Tathawwu’ (Sunnah)

macam-macam shalat sunnah

Shalat-shalat sunnah ada dua macam, yaitu shalat sunnah muthlaq dan muqayyad. muthlaq, yaitu shalat yang tidak memiliki sebab tertentu dan tidak ada batasannya. Tanpa ada batasan jumlah raka’atnya. Ia boleh meniatkan dengan jumlah tertentu, boleh juga tidak. Ia cukup meniatkan shalat sunnah saja. Jika ia mulai mengerjakan shalat dan tidak meniatkan jumlah raka’at tertentu, maka ia boleh melakukan salam pada satu raka’at dan boleh lebih. Ia boleh melaksanakannya dua raka’at, tiga raka’at, sepuluh raka’at, atau lebih dari itu. Jika ia shalat dengan jumlah raka’at yang tidak diketahui kemudian salam, shalatnya tetap sah.

Namun yang paling utama mengerjakan shalat tersebut dengan dua raka’at salam, dua raka’at salam. Tidak ada perselisihan dalam hal ini, baik siang maupun malam. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,

صلاة الليل مثنى مثنى، فإذا خشيت الصبح فأوتر بواحدة.

Artinya: “Shalat malam itu dua raka’at, dua raka’at. Jika kamu takut Shubuh segera tiba, maka berwitirlah dengan satu raka’at saja.”[1]

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersabda:

صلاة الليل والنهار مثنى مثنى

Artinya: “Shalat malam dan siang dua raka’at, dua raka’at.”[2]

Shalat sunnah muqayyad, yaitu shalat-shalat sunnah yang telah disebutkan oleh nash tentang pensyari’atannya. Shalat ini ada dua macam; shalat sunnah rawitib dan shalat sunnah ghairu rawatib (bukan ratatib).

Pertama: Shalat Sunnah Rawatib

Shalat sunnah rawatib ialah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum shalat fardhu (shalat sunnah qabliyyah) dan sesudah shalat fardhu (shalat sunnah ba’diyyah). Shalat rawatib ini terdiri dari dua macam; yaitu mu’akkadah (sangat ditekankan) dan ghairu mu’akkadah (tidak sangat ditekankan).

Shalat Sunnah Mu’akkadah

Dari Ibnu ‘Umar , ia berkata, “Aku ingat sepuluh raka’at dari Nabi : (1) dua raka’at sebelum (shalat) Zhuhur, (2) dua raka’at sesudahnya, (3) dua raka’at sesudah (shalat) Maghrib; di rumah beliau, (4) dua raka’at sesudah (shalat) ‘Isya’; di rumah beliau, dan (5) dua raka’at sebelum (shalat) Shubuh.

Pada saat itulah, Nabi tidak (bisa) ditemui. Hafshah menceritakan padaku apabila mu’adzin mengumandangkan adzan dan fajar telah terbit, beliau pun shalat dua raka’at. ”

Ada yang berpendapat bahwa shalat sunnah rawatib mu’akkad berjumlah 12 raka’at, yaitu 10 raka’at sebelumnya, tetapi sebelum Zhuhur dengan 4 raka’at.

Dari ‘Abdullah bin Syaqiq , ia mengatakan, “Aku bertanya kepada ‘Aisyah tentang shalat tathawwu’ (sunnah) Rasulullah Maka ‘Aisyah berkata, ‘ Beliau mengerjakan shalat (sunnah) di rumahku sebelum (shalat) Zhuhur sebanyak 4 raka’at, kemudian beliau uar dan mengerjakan shalat Zhuhur (berjama’ah) bersama orang orang. Lalu beliau masuk kembali dan mengerjakan shalat (sunnah) 2 raka’at. Pada saat beliau mengerjakan shalat Maghrib (berjama’ah) bersama orang-orang, lalu beliau masuk kembali dan shalat (sunnah) 2 raka’at. Beliau mengerjakan shalat ‘Isya’ (berjama’ah) bersama orang orang, kemudian beliau masuk kembali ke rumahku dan mengerjakan shalat (sunnah) 2 raka’at. Dan beliau mengerjakan shalat malam (Qiyamul Lail) sebanyak 9 raka’at berikut shalat Witir. Di suatu malam beliau mengerjakan shalat malam yang panjang dengan berdiri, dan di malam yang lain beliau shalat malam yang panjang dengan duduk. Apabila beliau membaca (surat) dalam keadaan berdiri, lalu beliau ruku’ dan sujud, kemudian berdiri kembali. Dan apabila beliau membaca (surat) dalam keadaan duduk, maka beliau ruku’ dan sujud, kemudian kembali duduk. Kemudian apabila fajar telah terbit, beliau pun shalat (sunnah) 2 raka’at.

Dan dari Ummu Habibah, ia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

Artinya: “Barangsiapa yang shalat 12 rakaat (rawatib) dalam sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya rumah disurga.”3

Shalat Sunnah Ghairu Mu`akkadah

Yaitu, dua raka’at sebelum shalat ‘Ashar, dua raka’at sebelum shalat Maghrib, dan dua raka’at sebelum shalat ‘Isya’.

Dari Abdullah bin Mughaffal, Nabi bersabda Shallallahu Alaihi:

بين كل أذانين صلاة، بين كل أذانين صلاة.

Artinya: “Di antara dua adzan ada shalat, di antara dua adzan ada shalat.” Kemudian beliau berkata pada kali yang ketiga, “Bagi siapa saja yang menghendakinya.”[3]

Sunnahnya Shalat 4 Raka’at sebelum Shalat ‘Ashar

Disunnahkan untuk menjaga shalat sunnah empat raka’at sebelum shalat Ashar. ‘Ali bn Abi Thalib berkata, “Dahulu Nabi biasa shalat empat raka’at sebelum shalat ‘Ashar. Beliau memisahkan di antara raka’at-raka’at tadi dengan mengucap salam pada para Malaikat muqarrabiin (yang didekatkan pada Allah), dan yang mengikuti mereka dengan baik, dari kalangan muslimin dan mukminin.”

Dari Ibnu Umar, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

رحم الله امراً صلى قبل العضر أربعا

Artinya: “Semoga Allah merahmati orang yang shalat empat raka’at sebelum Ashar. “[4]

Sunnah-sunnah dalam Beberapa Shalat Rawatib

  1. Bacaan pada shalat sunnah Fajar adalah membaca surat Al-Kafirun pada raka’at pertama dan membaca surat Al-Ikhlash pada raka’at kedua.
  2. Bacaan pada shalat sunnah Fajar adalah membaca ayat ke-136 surat Al-Baqarah pada raka’at pertama dan membaca ayat ke-52 surat Ali Imran pada raka’at kedua, atau ayat ke-64.
  3. Bacaan pada shalat sunnah Maghrib adalah membaca surat Al-Kafirun pada raka’at pertama dan membaca surat Al-Ikhlash pada raka’at kedua.
  4. Disunnahkan bagi orang yang akan menyambung shalat wajib dengan shalat sunnah untuk berpindah atau bergeser dari tempatnya semula.
  5. Termasuk dari Sunnah Nabi adalah mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib di rumah, sebagaimana penjelasan sebelumnya.

Kedua: Shalat Sunnah Ghairu Rawatib (Selain Shalat Rawatib)

  1. Shalat Sunnah Witir

Shalat Witir termasuk shalat sunnah mu’akkadah. Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Ali, ia mengatakan, “Sesungguhnya shalat Witir itu tidak wajib, ia tidak seperti shalat kalian yang wajib. Akan tetapi, Rasulullah shalat Witir, kemudian beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

يا أهل القرآن أوتروا، فإن الله وتر يجب الوتر.

Artinya: “Wahai Ahlul Qur-an, shalat witirlah. Karena sesungguhnya Allah itu tunggal dan mencintai orang yang shalat Witir.”[5]

Shalat Witir dikerjakan setelah mengerjakan shalat ‘Isya’ hingga terbitnya fajar. Namun yang paling utama adalah pada sepertiga malam terakhir.

Disunnahkan menyegerakan shalat Witir pada awal malam bagi yang khawatir tidak bisa bangun pada akhir malam. Sebagaimana disunnahkan mengakhirkannya pada akhir malam bagi yang merasa yakin akan bangun pada akhir malam.

Jumlah raka’at shalat Witir yang paling sedikit adalah satu raka’at. Boleh juga mengerjakan shalat Witir dengan 3, 5, 7, atau 9 raka’at. Apabila shalat Witir dengan tiga raka’at, disunnahkan membaca surat Al-A’la pada raka’at pertama, membaca surat Al-Kafirun pada raka’at kedua, dan membaca surat Al-Ikhlash pada raka’at ketiga.

Disunnahkan Qunut pada shalat Witir, yaitu dikerjakan pada raka’at terakhir sebelum ruku’ atau setelah ruku’.

  1. Qiyamul Lail (Shalat Malam)

Pertama: Shalat malam termasuk Sunnah yang sangat dianjurkan. la termasuk ciri-ciri perbuatan orang-orang yang bertakwa. Dari Abu Malik al-Asy’ari, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إن في الجنة غرفا يرى ظاهرها من باطنها وباطنها من ظاهرها، أعدها الله تعالى لمن أطعم الطعام، وألان الكلام، وتابع الصيام،  وصلّى بالليل والناس نيام

Artinya: “Sesungguhnya di dalam Surga terdapat beberapa ruang yang bagian luarnya terlihat dari dalam dan bagian dalamnya terlihat dari luar. Allah Ta’ala menyediakannya bagi orang yang suka memberi makan, melunakkan perkataan, senantiasa berpuasa, dan shalat malam pada saat manusia tidur.”[6]

Kedua: Qiyamul Lail (shalat malam) semakin dianjurkan pada bulan Ramadhan.

Ketiga: Jumlah raka’at shalat malam paling sedikit adalah satu raka’at, dan paling banyak adalah sebelas raka’at. Hal ini berdasarkan ucapan ‘Aisyah :

)ما كان رسول الله صله عليه وسلم يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة…(

Artinya: “Rasulullah tidak pernah shalat lebih dari sebelas raka’at, baik pada bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan…[7]

Keempat: Secara umum, qiyamul lail (shalat malam) dikerjakan secara sendiri-sendiri (munfarid), kecuali pada dua keadaan: 1) Suami shalat malam bersama istrinya. Hal ini berdasarkan sabda nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

إذا أيقظ الرجل أهله من الليل فصليا -أو صلى ركعتين جميعا كتبا في الذاكرين والذاكرات.

“Jika seorang laki-laki membangunkan istrinya pada suatu malam, lalu mereka berdua shalat-atau kedua-duanya shalat dua raka’at bersamaan-, niscaya Allah mencatat mereka sebagai para hamba laki laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah.”[8]

Perlu diketahui bahwa shalat malam berjama’ah ini tidak dikerjakan terus menerus secara rutin, karena tidak ada satu pun riwayat bahwa Nabi mengerjakannya secara berjama’ah dengan istri-istri beliau. Wallahu a’lam.

2) Shalat malam secara berjama’ah khusus di bulan Ramadhan.

Kelima: Dibolehkan mengqadha’ shalat malam, berdasar-kan riwayat dari ‘Aisyah, ia mengatakan, “Dulu, jika Rasulullah a melewatkan shalat malam karena sakit atau sebab lain, maka beliau shalat 12 raka’at pada siang harinya.”

Keenam: Dimakruhkan meninggalkan shalat malam bagi yang t telah terbiasa mengerjakannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepadaku:

يا عبد الله، لا تكن مثل فلان، كان يقوم الليل فترك قيام الليل.

Artinya: “Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan, dahulu dia biasa mengerjakan shalat malam, tapi sekarang meninggalkannya.”[9]

  1. Shalat Dhuha (Shalat Al-Awwabiin)

Abu Hurairah mengatakan, “Kekasihku Rasulullah mewasiatkan tiga perkara kepadaku: (1) puasa tiga hari pada tiap bulan, (2) dua raka’at Dhuha, dan (3) shalat Witir sebelum tidur,”

 

Dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

يصبح على كل سلامى من أحدكم صدقة ، فكل تسبيحة صدقة، كل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وأمر بالمعروف صدقة ، ونهي عن المنكر صدقة ، ويجزئ من ذلك ركعتان يركعهما من الصحى.

Artinya: “Setiap pagi masing-masing tulang dan persendian kalian wajib bershadaqah. Setiap tasbih adalah shadaqah. Setiap tahmid adalah shadaqah. Setiap tahlil adalah shadaqah. Setiap takbir adalah shadaqah. Memerintah kebaikan adalah shadaqah. Mencegah kemunkaran adalah shadaqah. Dan semua itu tercukupi dengan mengerjakan 2 raka’at shalat Dhuha.”[10]

Jumlah raka’at shalat Dhuha paling sedikit adalah dua raka’at, sedangkan paling banyak adalah delapan raka’at.

Waktu shalat Dhuha (shalat al-Awwabin) adalah ketika matahari mulai naik (sekitar 15 (lima belas) menit setelah terbit matahari) sampai dengan beberapa saat sebelum matahari berada di tengah langit. Dan waktu yang utama adalah ketika matahari memanas (sebelum berada di tengah).

Doa yang dibaca setelah shalat Dhuha: Dari ‘Aisyah Radhiyallahu Anhu. ia berkata:

)صلى رسول الله ماله علمية الضحى، ثم قال: ( اللهم اغفر لي، وثب علي، إنك أنت التواب الرحيم ) حتى قالها مائة مرة(

“Rasulullah mengerjakan shalat Dhuha, kemudian beliau membaca:

اللهم اغفر لي، وتب علي، إنك أنت التواب الرحيم.

Ya Allah, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Pengampun.” Beliau membacanya 100 (seratus) kali.”[11]

  1. Shalat Setelah Bersuci (Shalat Sunnah Wudhu’)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Nabi berkata pada Bilal ketika hendak shalat Shubuh, Wahai Bilal, beritahulah aku amalan yang paling kau harapkan (pahalanya) yang engkau kerjakan dalam Islam. Karena sesungguhnya aku mendengar suara kedua sandalmu di depanku di Surga.’ Bilal menjawab, ‘Tidaklah aku melakukan amalan yang paling kuharapkan (pahalanya). Hanya saja, saya tidak bersuci, baik saat malam maupun siang, melainkan saya shalat sunnah dengannya (sesuai) shalat yang Allah takdir-kan untukku. “[12]

  1. Shalat Istikharah

Tidak akan menyesal orang yang beristikharah kepada Al-Khaliq dan bermusyawarah dengan orang-orang Mukmin serta berhati-hati dalam menangani persoalannya.

Allah berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah. lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila bermusyawarahlah engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal.” (QS. Ali Imran [3]: 159)

Disunnahkan bagi yang sedang menghadapi suatu masalah beristikharah ( agar meminta petunjuk) kepada Allah Ta’ala. Hal ini berdasarkan riwayat dari Jabir , ia berkata, “Rasulullah pernah mengajari kami shalat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu sebagaimana beliau mengajari surat al-Qur’an. Beliau bersabda: “Apabila seorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah ia melakukan shalat sunnah (Istikharah) dua raka’at, kemudian bacalah doa ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي، وَمَعَاشِي، وَعَاقِبَةِ أَمْرِي ” أَوْ قَالَ : ” عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ، فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي ” أَوْ قَالَ : ” فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ، فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أَرْضِنِي

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke Mahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Mahaagung, sungguh Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah yang Maha Mengetahui yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku (atau ia berkata, ‘…baik dalam urusanku di dunia dan di akhirat) takdirkan (tetapkan)lah untukku, mudahkanlah jalan-nya, kemudian berilah berkah atasnya. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini membawa keburukan bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya kepada diriku (atau ia berkata, …baik dalam urusanku di dunia dan di akhirat) maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku darinya, dan takdirkan (tetapkan) lah kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian jadikanlah aku ridha kepadanya (kepada kebaikan yang Engkau takdirkan).” [13]

Beberapa keterangan tentang shalat Istikharah:

  1. Shalat Istikharah hukumnya sunnah.
  2. Boleh melakukan shalat Istikharah kapan waktu saja, siang atau malam, setelah shalat yang wajib atau sebelumnya.
  3. Doa Istikharah dibaca setelah shalat Istikharah. d. Boleh membaca surat apa saja setelah Al-Fatihah, karena tidak ada dalil yang menetapkan bacaan surat tertentu.
  4. Tidak ada keterangan bahwa seseorang apabila sudah shalat Istikharah akan bermimpi, melihat sesuatu, atau lapang dadanya.
  5. Yang jelas, bahwa Istikharah adalah ibadah, maka ibadah harus ikhlas dan sesuai dengan contoh dari Rasulullah dap Istikharah termasuk dzikir kepada Allah, dan dzikir kepada Allah akan mem-buat hati menjadi tenang.
  6. Seorang Muslim harus ridha dengan qadha’ dan qadar Allah, dan apa yang ia peroleh insya Allah itulah yang terbaik untuknya.
  7. Yang harus kita perhatikan dalam hal Istikharah adalah apa yang dilakukan Rasulullah dan para Shahabatnya. Mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling faham tentang maksud Rasulullah
  8. Shalat Istikharah cukup dilakukan sekali menurut hajat yang dibutuhkan, adapun berulang sampai tujuh kali tidak ada contohnya. Wallahu a’lam.

 

Diringkas oleh:

Nurul Latifah, macam-macam shalat tathawwu’(sunnah), amalan-amalan sunnah setahun.

Ustdz Yazin bin Abdul Qadir Jawas, penerbit, pustaka khazanah fawa’id.

[1] Muttafaqun ‘alaihi

[2] HR. Abu Dawud

[3] HR. Al-Bukhari

[4] HR. Ahmad

[5] HR. Ahmad

[6] HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibn Hibban

[7] HR. Al-Bukhari

[8] HR. Abu Dawud

[9] HR. Al-Bukhari

[10] HR. Muslim

[11] HR. Al-Bukhari

[12] HR. Al-Bukhari

[13] HR. Al-Bukhari

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.