Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

BEJANA DAN PERAK DALAM HUKUM ISLAM

hukum-bejana-&-perak-dalam-hukum-islam

Bejana dan perak dalam hukum islam, dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan pernah lepas dari bejana. Bejana untuk media air atau makanan dan yang lainnya senantiasa ada bersama setiap orang dengan beragam jenis, bentuk dan bahan pembuatannya. Ada bejana yang terbuat dari plastik, kramik, besi, aluminium, stanless, bahkan ada yang terbuat dari emas dan perak.

Hukum bejana

Pada asalnya hukum bejana adalah halal dan mubah dengan dasar firman Allah Subhanahu Wata’ala :

هو الذي خلق لكم ما فى الارض جميعا ثم استوىإلى السماء فسوهن سبع سموت وهو بكل شيء عليم

“Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS.Al-Baqarah/2:29)

Dalam ayat yang mulia in, Allah Subhanahu Wata’ala menganugerhkan kepada manusia semua yang ada dimuka bumi ini. Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan menganugerahkan kecuali yang mubah. Karena tidak ada anugerah dalam larangan. Sehingga semua yang Allah Subhanahu Wata’ala ciptakan diatas bumi ini adalah halal untuk kita kecuali ada larangan dari Allah Subhanahu Wata’ala dan rasul- Nya.

Oleh karena itu semua bejana baik dari besi, tembaga, kuningan dan lain-lainnya halal dan mubah di gunakan kecuali yang Allah Subhanahu Wata’ala larang. Ada bejana yang di haramkan oleh Allah penggunannnya untuk makan dan minum yaitu bejana yang terbuat dari emas dan perak. Disebutkan dalam hadist Hudzaifah bin Alyaman, Rasulullah besabda:

لاتشربوا في آنية الذهب والفضة, ولا تأكلوا في صحافها, فإنها لهم في الدنيا, ولكم في الآخرة

Janganlah kamu minum dengan gelas (yang terbuat) dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak, seseungghnya yang seperti itu untuk mereka orang kafir di dunia dan buat kamu di akherat. (mutaffaq Ala’ih)”

Hadist yang mulia ini menunjukkan larangan menggunakan bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum. Para ulama sepakat dalam mengharamkan makan dan minum menggunakan bejana emas dan perak, berasarkan hadist ini, sedangkan untuk selain makan dan minum masih di persilihkan oleh para ulama pengharamannya.

Sebab Pelarangan

Rasulullah dalam hadist Hudzaifah diatas menjelaskan sebab pelarangannya yaitu pada sabda beliau :

فإنها لهم في الدنيا, ولكم في الآخرة

“Karna sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan buat kamu di akhirat. (Mutaffaq Ala’ih).

Pengertiannya adalah orang kafir, orang yang menggunakan bejana emas di perak di dunia, karena mereka tidak memiliki agama yang melarang hal tersebut, sehingga kalian wahai kaum Muslimin dilarang meniru mereka dan hal itu untuk kalian di akherat sebagai balasan karna kalian tidak menggunkannya di dunia. Bejanan emas dan perak tidak diberikan kepada mereka di akherat sebagai  balasan atas kemaksiatan mereka di dnuia.

Ada juga beberapa hadst yang lain myang menjelaskan hal ini, diantaranya:

  1. Hadist al-Bara’ bin Azib yang diriwayatkan imam Muslim yang berbunyi:

“Rasulullah memerintahkan kami melakukan 7 perkara dan melarang kami 7 pekara, diantara nya dilarang minum dengan menggunakan bejana perak, karna siapa yang minum darnya di dunia tidak akan minum darinya di akherat.”

  1. Hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan imam An-Nasa’i dan Al-Hafidz ibn Hajar menyatakan bahwa sanadnya kuat. Dalam hadist itu Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa minum dari bejana perak dan emas di dunia maka tidak minum dari keduanya di akherat dan bejana ahli surga emas dan perak.”

Dengan alasan ini, kaum muslimin dilarang menggunkan bejana yang terbuat dari emas dan perak.

Ibn Qayyim menyatakan bahwa yang benar ahwa sebab pelanggaran adalah semua bentu dan keadaan yang bertentangan dengan ubudiyah secara jelas yang di dapatkan kalbu dengan menggunakannya. Oleh karena itu memberikan sebab larangannya adalah bejana tersebut buat orang kafir didunia; karena mereka tidak memiliki bagian dari ubudiah yang menjadi sebab mendapatkan kenikmatan di akherat. Sehingga pengunaanya tidak pas bagi hamba-hamba Allah di dunia. yang menggunakannya hanyalah orang yang yang keluar dari sikap ubudiah dan ridho dengan dunia serta mendahulukannya dari akherat( Zaad al- Ma’ad 4/351).

Apakah larang menggunkan bejana emasa dan perak khusus untuk makan dan minum saja atau bersifat umum?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Mereka terbagi menjadi 2 pendapat:

Pendapat pertama: mengharamkan semua penggunaan bejana emas dan perak . ini adalah pendapat mayoristas ulama

Dengan Alasan keumuman hadist Hudzaifah diatasa dan pemahaman tentang sebab larang yang mencangkup semua itu. Adapun tentang pembedaan laki-laki dan wanita, maka itu hanya berlaku pada penggunaan perhiasan emas. Imam al-Qurthubi dalam Mufhim Syarhu Shahih Muslim menyatakan,”Hadist ini menyatakan haramnya penggunaan bejana-bejana emas dan perak untuk makan dan minum dan termasuk untuk perkara yang semakna dengannya misalnya untuk wangi-wangian alat bercelak dan sejenisnya. Pengharaman ini adalah mayoritas ulama salaf dan Khalaf.

Disebutkan kata makan dan minum dalam haidst ini secara khusus karena untuk itulah biaanya bejana itu digunakan, bukan untuk membatasi(mengkhususkan) pada kedua penggunaan ini saja. Jika penggunannya untuk makan dan minum dilarang, padahal itu menjadi kebutuhan terbesar, maka penggunaannya selain itu yag kebutuhannya di bawah kebutuhan makan dn minum lebih layak untuk dilarang

Mereka menyatakan bahwa penyebutan lafazh makan dan minum dalam hadist ini adalah karena biasanya punggunaan bejana emas dan perak untuk itu, seperti firman Allah Subhanahu Wata’ala :

إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلما إنما يأكلون في بطونهم نارا وسيصلون سعيرا

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim, sebenarnya meraka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (QS. An-nisa’/4:10)

Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman:

يأيها الذين ءامنوا لاتأكلو الربا أضعافا مضاعفة واتقوا الله لعلكم تفلحون

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mekakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS.Ali Imran/3:130).

Dalam ayat-ayat diatas yang dilarang adalah lebih umum dari sekedar memakannya. Demikian juga pada penggunaan emas dan perak.

Hal ini dikuatkan dengan sebab pelanggaran menurut pendapat ini tidak terbatas hanya dalam makan dan minum saja bahkan lebih dari itu, sebab Rasulullah bersabda:

“karena sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan buat kamu diakhirat. (Muttafaq’alaihi)

Orang-orang kafir menikmati penggunaan emas dan perak untuk makan dan minum serta yang lainnya, sebagaimana juga kaum Mukminin dieurga akan menggunakan bejana emas dan perak untuk makan dan minum serta yang lainnya, tidak terbatas pada makan dan minum saja.

Pendapat ini di rajihkan oleh Ibnu Hajar, syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, syaikh Abdulaziz bin Baz dan syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Basam dalam dalam tauhdhih al ah-kam.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-sa’ad mengatakan, “semua bejana mubah kecuali bejana emas dan perak dan campurannya.

Beliau pun mengatakan dalam kitab al-qowaid wal furuq (hal.155), “penggunaan emas dan perak ada 3 keadaan:

  1. Digunakan untuk bejana dan sejenisnya maka ini di haramkan untuk laki –laki dan wanita
  2. Digunakan untuk dipakai perhiasan maka ini halal bagi wanita tanpa laki-laki.
  3. Penggunaan pada pakaian perang dan alat senjatanya maka ini diperbolehkan sampai untuk laki-laki juga.”

Syaikh al basam mengatakan, “larangan penggunaan bejana-bejana emas dan perak dalam makan dan minum untuk mencakup semuapenggunaannya dalam semua pemanfaatkan kecuali ada dalil yang menfizinkannya.

Pendapat ke-dua: larangan ini khusus untuk makan dan minum saja. Adapun penggunaan diluar keduanya seperti untuk tempat wewangian, celak, wudhu dan mandi serta yang lainnya maka itu diperbolehkan. Inilah pendapat sebagian ulama diantaranya Imam asy-syaukani, ash-shan’ani, dan syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Pendapat ini mengambil makna tekstual dari hadits. Mereka menyatakan bahwa dalam hadits itu Nabi melarang dari sesuatu yang tertent dan khusus yaitu makan dan minum menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak. Ini menunjukan bahwa penggunaan untuk selain makan dan minum itu diperbolehkan. Seandainya Nabi menginginkan larangan bersifat umum tentu beliau melarangnya dan tidak mengkhususkan hal itu dengan makan dan minum.

Mereka berargumen juga dengan membawakan hadits dari Utsman bin Abdillah bin Muhib yang menyatakan :

Keluargaku mengirimku kepada Ummu salamah isteri Nabi dengan segelas air,. Lalu Ummu salamah membawa sejenis lonceng dari perak berisi rambut Nabi. Apabila ada orang yang terkena penyakit ‘ain atau sejenisnya maka ia mengirim bejana kepada Ummu salamah. Lalu aku lihat dalam benda tersebut dan aku dapati  rambut-rambut berwarna merah. (HR. Al-Bukhari)

Hadits inimenunjukan bawha bolehnya bejana perak untuk selain makan dan minum. Ummu salamah sendiri adalah perawi hadits tentang larangan ini sebagaimana yang ada dalam hadits Imam al-Bukhari dan Muslim bahwa Ummu salamah  berkata bahwa Rasulullah bersabda:

“Orang yang minum dengan bejana perak sesungguhnya hanya masuk kedalam perutnya neraka jahannam. (Muttafaqun ‘Alaihi).

Analog seluruh penggunaan bejana kepada makan dan minum adalah qiyas (analogi) dengan disertai perbedaan (sehingga tertolak), karena illah (sebab) larangan makan dan minum adalah tasyabbuh (meniru) ahli surga yang dikelilingi dengan bejana perak. Sebagaiman ada riwayat dari Beliau bersabda, “kenapa aku melihat engkau memakai perhiasan ahli surga? “ Hadits ini dikeluarkan oleh tiga imam (Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i).

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Boleh menggunakan bejana emas dan perak pada selain makan dan minum; karena larangannya hanya pada makan dan minum. Seandainya seseorang menggunakan bejana emas dan perak untuk menyimpan obat-obatan atau menyimpan dirham (uang) atau kebutuhan lainnya selain makan dan minum, maka tidak megapa.

TARJIH

Dari keterangan diatas nampaknya yang rajih adalah pendapat kedua, karena dalil mereka kuat dalam masalah ini.

Demikian beberapa masalah berkenaan dengan bejana emas dan perak, semoga bermanfaat.

Wallah a’lam.

REFERENSI:

Ustadz Kholid syamsudi, L.c. 2015.Bejana Emas & perak dalam Hukum Islam. Majalah As-sunnah. Jakarta timur:

Diringkas Oleh: Nila sari. Kelas imah 2.

Baca juga artikel berikut:

CARA SELAMAT DARI KEJAHATAN SIHIR DAN KEDENGKIAN ORANG

BAGAIMANA MENZAKATI HARTA PERUSAHAAN?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.