Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

 Bahayanya Sifat Hasad

Bahayanya Sifat Hasad

 Bahayanya Sifat Hasad

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wata’ala, kami memuji-Nya, memohon pertolongan serta ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan kejelekkan amal perbuatan kami . dan shalawat serta salam tercurah kepada nabi akhir zaman Shallallahu Alaihi Wasallam. Di sini kami ingin meringkas tentang  masalah perkara sikap seorang muslim san muslimah, yaitu janganlah berbuat hasad, terdapat dalam sebuah hadits yang shahih riwayat imam muslim sebagai berikut:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تحاسدوا…

Artinya: Dari Abu Hurairah rodiyaallahu ‘anhu, ia berkata: bahwasannya Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “ Janganlah kalian hasad (dengki)… (HR. Muslim)

APA YANG DIMAKSUD DENGAN HASAD?

Sebagaian ulama mengatakan Hasad artinya berharap hilangnya kenikmatan dari Allah Ta’ala pada orang lain. Artinya dia berangan-angan supaya kenikmatan orang lain itu hilang, baik yang berupa harta, kedudukan, ilmu atau yang lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahuallah berkata: Hasad adalah membenci nikmat Allah yang diberikan kepada orang lain meskipun dirinya tidak berangan-angan.

Kita tahu bahwa konsekuensi dari adanya sikap benci adalah adanya keinginan supaya hilang. Akan tetapi Syaikhul Islam rahimahuallah lebih teliti. Jika Anda hanya sekedar membenci terhadap apa yang Allah anugerahkan kepada orang lain berupa kenikmatan, maka Anda dikatakan orang yang hasad.

Haramnya perbuatan hasad, berdasarkan sabda beliau: “janganlah saling dengki”

Apakah larangan hasad ini berlaku apabila kedua belah pihak memiliki sifat hasad, ataukah larangan ini tetap berlaku meskipun hasad ini hanya datang dari salah satu pihak? Jawaban: tetap terlarang, sekalipun hasad itu datang dari salah satu pihak.  Artinya: jika seseorang berbuat hasad kepada saudaranya, sementara saudaranya itu hatinya bersih, tidak punya hasad, maka hal ini hukumnya haram, maka hal ini haram hukumya. Maka unsur ‘saling berbuat’ dalam sabda beliau:  tidak disyaratkan harus ada hasad dari kedua belah pihak, sebagaimana perkataanmu:  (jangan saling berperang), perbuatannya berasal dari kedua belah pihak.

Apabila seseorang berkata: kadang-kadang terlintas di hati seseorang, bahwa ia ingin lebih tinggi dari saudaranya. Apakah ini termasuk hasad? Jawaban: Hal ini tidak termasuk hasad, sebab dia tidak membenci kenikmatan Allah atas saudaranya. Ia hanya ingin mengungguli saudaranya, dan hal ini perkara yang biasa terjadi.

Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam pernah melemparkan pertanyaan kepada para sahabat: “Pohon apakah yang permisalannya seperti seorang mukmin?” Mereka tidak mengetahuinya. Berbagi jawaban telah dilontarkan, tetapi tetap salah. Ibnu ‘Umar rodiyaallahu ‘anhuma berkata dalam hatinya: ‘’Itu pasti pohon kurma.’’ Ia berkata, ‘’Akan tetapi aku orang yang paling muda, sehingga aku tidak menjawabnya.” Ayahnya (‘Umar bin al-Khaththab) berkata: ‘’Saya akan senang jika kamu mengatakannya. Sebab apabila ia mengatakan jawabannya, maka ia akan lebih unggul dari para hadirin.  (HR. Al-Bukhari, kitab al-‘Ilmu, bab Tarhul Imaamil Masalata ‘ala ash-haabihi liyakhtabira maa ‘Indahum minl ‘Ilmi (no:62))

Jika dirasakan timbul dihatinya sikap hasad kepada seseorang, tetapi ia berusaha menghilangkannya dan tidak berbuat keburukan kepada saudaranya itu, apakah ia akan disiksa karenanya?

Jawaban: Ia tidak akan disiksa, akan tetapi dirinya tidak sedang berada pada keadaan layaknya seorang mukmin yang sempurna. Sebab pada keadaan yang benar-benar lurus, Anda tidak akan hasad kepada siapapun, dan jika melihat kenikmatan yang dimiliki oleh saudaramu, seakan-akan itu untukmu.

Akan tetapi manusia adalah manusia (dengan segala fenomenanya), terkadang terjadi pada hatinya yang Allah anugerahkan kepada seseorang, baik ilmu, harta, kedudukan atau yang lainnya. Akan tetapi dia tidak berbuat dan tidak berusaha untuk menimpakan keburukan kepada saudaranya (yang ia hasad kepadanya itu). Maka kita katakan: ‘’Dia tidak berdosa, sebab ini perkara yang terkadang sulit bagi seseorang untuk menghindar darinya. Namun, jika ia tidak memiliki sifat hasad seperti ini, niscaya ia akan lebih sempurna dan lebih sempurna dan lebih baik bagi (kesehatan) hatinya. Dalam sebuah hadits dinyatakan:

إذَا ظَنَنتُ فلاَ تُحقّقْ, وإذا حَسدْتَ فلا تَبْغِ

Artinya: ‘’Jika engkau menduga maka janganlah engkau laksanakan. Dan jika engkau hasad, maka janganlah engkau ikuti (dengan berbuat keburukan).’’ (HR. Ath-Thabrani, dalam kitabnya al-Mu’jam al-Kabir (111/228), (no: 3227)

Ada manusia yang jika hasad, maka ia berbuat aniaya. Terkadang ia membicarakan seseorang yang dermawan, yang dijadikan oleh manusia sebagai lambang (ikon) dalam berinfaq dan bersedekah di jalan Allah, lalu ia memujinya dan kemudian berkata: “Sepertinya ia bermu;amalah dengan riba.’’ Jika ia berkata seperti ini, artinya ia telah menjatuhkan martabat si dermawan itu dihadapan manusia. Inilah yang dimaksud dengan hasad yang melampaui batas. na’uudzubillah.

Demikian pula, (kadang-kadang sifat hasad dihinggapi) pada diri seorang ulama (kepada ulama ynag lainnya), karena kebanyakkan hasad itu terjadi pada mereka yang memiliki propesi yang sama. Seperti ulama dengan ulama, antara para pedagang dengan pedagang, pegawai dengan pegawai, dan lain-lainnya. Inilah yang umum terjadi, sebab kita maklumi bersama bahwa seorang pedagang (biasanya) tidak berbuat hasad kepada seorang ‘alim.

TINGKATAN HASAD

hasad memiliki beberapa tingkatan:

  1. Berangan- angan untuk mengungguli orang lain, dan ini dibolehkan. Bahkan (hakikatnya) tidak termasuk hasad.
  2. Timbul perasaan benci ketika kenikmatan Allah di anugerahkan kepada orang lain, akan tetapi ia tidak berupaya untuk merendahkan martabat yang Allah berikan kepadanya, dan ia berusaha untuk menghilangkan hasad ini. Ini tidak membahayakan baginya. Akan tetapi orang yang tidak memiliki sikap ini lebih sempurna darinya.
  3. Pada hatinya terdapat hasad, dan ia berupaya menurunkan martabat orang yang ia hasad kepadanya. Inilah hasad yang diharamkan, dimana manusia akan disiksa karenanya.

HASAD TERMASUK KARAKTER (TABI’AT) KAUM YAHUDI

Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيْمَانِكُمْ كُفّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أنْفُسِهِمْ

Artinya: ‘’Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri.’’ (QS. Al-Baqaroh: 109)

Allah telah mencela mereka dalam firman-Nya:

أَمْ يَحْسُدُونَ النّاسَ عَلىَ مَا آتَا هُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ فَقدْ آتَيْنَا آلَ إِبْراهِيم الْكِتَابَ و الحِكْمَةَ و آتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظيْمًا

Artinya: ‘’Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepadanya. Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.’’ ( QS. An-Nisaa’: 54)

Hasad membahayakan pemiliknya, sebab orang hasad senantiasa sedih dan tidak ‘pernah’ gembira –na’uudzubillah- karena kenikmatan Allah Ta’ala atas hamba-Nya senantiasa terus-menerus tidak habis-habisnya. Dan orang ini, setiap ia melihat kenikmatan Allah diberikan kepada selainnya, ia malah bertambah sedih dan gundah gulana.

Dengki/hasad adalah sikap protes terhadap takdir Allah Ta’ala, sebab dirinya ingin mengubah sesuatu yang telah ditakdirkan. Dan Allah Ta’ala memiliki hikmah atas apa yang telah ditakdirkan-Nya. Dan sifat hasad ini pada umumnya menimbulkan banyak kemaksiatan, seperti permusuhan kepada orang lain, persengketaan, menyebarkan aib, dan lain-lain. Sebab itu, wajib atas setiap muslim untuk menjauhkannya, sebagaimana Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam melarangnya.

BEBERAPA TRIK JITU MENUMBUHKAN RASA PERSAUDARAAN YAITU:

  1. Jangan mengingat atau memikirkan keburukan saudaranya
  2. Hendaklah selalu mengingat kebaikannya
  3. Memberikan sesuatu kepada mereka untuk menghilangkan kedngkian di hatinya, seperti hadiah. Sebab hadiah itu bisa menghilangkan kedengkian dan menimbulkan kecintaan.
  4. Juga dengan cara berkumpul dalam serakaian ibadah, terutama shalat lima waktu, jum’at dan shalat ‘Ied. Sebab ini semua bisa mendatangkan rasa cinta dan persahabatan.

Demikian  ringkasan artikel tentang hasad semoga pembaca bisa mengambil hikmah dan manfaatnya begitu juga bagi yang meringkasnya. Aamiin. Barokalllahufikum…

Referensi: 

kitab Syarah Hadist Arba’in karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin

Peringkas: Nensi Lestari (Ummu Salma)

Baca juga artikel:

Kaum Muslimin Harus Bersatu

Donasi Pembangunan Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits 

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.