ADAB KEPADA ALLAH

Pentingnya seorang manusia memiliki adab kepada Allah. sesungguhnya nikmat Allah kepada hambanya sangat banyak, tidak terhitung jumlahnya. Kemana saja seorang hamba mengarahkan pandangannya dia akan melihat nikmat Allah dihadapannya. Kenikmatan Allah telah diperoleh hamba-Nya sejak dia berupa setetes air mani yang bercampur sel telur yang bergantung di dalam Rahim ibunya. Kemudian selalu mengiringinya sampai ajal menjemputnya.

Allah berfirman:

 وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (An-Nahl/16:53).

Bahkan jika manusia hendak menghitung nikmat-Nya, maka dia tidak akan mampu menghitungnya. Allah berfirman:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl/16:18).

Oleh karena itu Allah memiliki hak yang menjadi kewajiban para hamba-Nya. Hak Allah tersebut harus diutamakan daripada hak-hak sesame makhluk. Di antara yang menjadi hak Allah dan menjadi kewajiban para hamba yaitu memiliki adab yang baik kepada Allah. Maka wajib bagi seorang hamba memliki adab-adab sebagai berikut:

  1. Iman dan tidak kufur.

Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beriman kepada-Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa/4:136).

Maka sepantasnya seorang hamba beriman kepada Allah, meyakini kebenaran firman-Nya dan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Sungguh tidak beradab ketika ada seorang hamba yan ingkar dan menentang-Nya. Allah mencela orang-orang yang ingkar kepada-Nya dengan celaan yang keras sebagaimana firman-Nya:

كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, Kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(al-Baqarah/2:28).

Termasuk beriman kepada Allah adalah meyakini keesaan Allah dalam rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya dan mengimani nama-nama dan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga termasuk syarat iman adalah menjauhi syirik, karena syirik itu menghapuskan amal. Allah berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu. “jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar/39:65).

  1. Syukur dan tidak kufur nikmat

Nikmat Allah kepada hambanya sangat banyak, oleh karena itu kewajiban seorang hamba untuk mensyukurinya adalah dengan mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah, memuji-Nya dengan lidah, dan mempergunakan nikmat-nikmat tersebut untuk keridhaan-Nya. Allah berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Karena itu, Ingatlah kamu kepada-ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (al-Baqarah/2:152).

  1. Mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya.

Manusia hendaklah selalu mengingat Allah (berdzikir) dan tidak melupakan-Nya. Karena kewajiban hamba adalah mencintai Allah dengan kecintaan yang paling tinggi. Seseorang yang mencinta sesuatu, dia akan selalu mengingat dan menyeutnya serta tidak melupakannya. Orang yang melupakan Allah, Allah akan melupakannya; Allah akan membiarkannya dalam kesusahan. Allah berfirman:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.(al-Hasyr/59:19).

  1. Taat dan tidak bermaksiat.

Yaitu selalu berusaha mentaati Allah dan Rasul-Nya, dan mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (ulama dan umara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang kemudian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (an-Nisa/4:59).

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Allah memerintahkan hambanya agar mentaati-Nya dan metaati Rasul-Nya. Allah mengulangi kata kerja (yakni: taatilah!) sebagai pemberitahuan bahwa mentaati Rasul-Na wajib secara mutlak, yaitu dengan tanpa meninjau apa yang beliau perintahkan terhadap Al-Quran. Jika beliau memerintahkan wajib mentaatinya secara mutlak, baik apakah yang beliau perintahkan itu ada dalam Al-Quran atau tidak ada didalamnya. Karena sesungguhnya beliau diberi al-Kitab dan yang semisalnya bersamanya.”

Oleh karena itulah seorang mukmin akan selalu tunduk terhadap keputusan Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah  patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dari urusan mereka. Barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (al-Ahzab/33:36).

Imam ibnu katsir berkata: “Ayat ini umum, mencakup semua perkara, yaitu jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu, maka tidak ada hak bagi siapapun untuk menyelisihinya dan disini tidak ada pilihan bagi siapapun, tidak ada juga pendapat dan perkataan (yang menyelisihi ketetapan Allah dan Rasul-Nya)”. (Tafsir Ibn Katsir, Surat al-Ahzab/33:36).

Sungguh tidak beradab, jika ada seorang hamba yang lemah berani menentang Penguasanya Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa dengan perbuatan maksiat dan kezhaliman.

  1. Tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya.

Allah Berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Hujurat/49:1).

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Maksudnya: ‘Janganlah kamu berkata sebelum Nabi berkata, janganlah kamu memerintah sebelum Nabi memerintah, janganlah kamu berfatwa sebelum Nabi berfatwa, janganlah kamu memutuskan perkara sebelum Nabi yang memutuskan perkara padanya dan melangsungkan keputusannya.” (I’lamul Muwaqqi’in)

  1. Takut terhadap siksa-Nya.

Allah berfirman:

وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ….

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. (al-Maidah/5:44).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: “Takut itu ada beberapa macam: diantaranya takut karena ibadah, merendahkan diri, pengagungan, dan ketundukkan. Inilah dinamakan khauf sir. Ini tidak pantas kecuali kepada Allah. Barangsiapa menyekutukan selain allah bersama Allah (dengan takut ini-pen) dia adalah orang yang melakukan syirik akbar. Contoh: Orang yang takut kepada patung, orang yang telah mati, atau orang-orang yang mereka sangka sebagai wali dan mereka yakini bisa mendatangkan manfaat dan bahaya bagi mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian penyembah kubur, dia takut kepada penghuni kubur melebihi takutnya kepada Allah.

  1. Malu Kepada-Nya.

Seorang muslim akan selalu menyadari bahwa ilmu Allah dan pengawasan-Nya itu meliputi segala sesuatu, termasuk semua keadannya. Oleh karena itu hatinya penuh dengan rasa hrmat dan pengagungan kepada Allah. Dia malu berbuat maksiat dan menyelisihi keridhaan-Nya. Karena bukanlah merupakan adab, ketika seorang hamba menampakkan perbuatan maksiatnya kepada tuannya atau membalah kebaikannya dengan keburukan-keburukan, padahal tuannya selalu mengawasinya. Nabi telah mengingatkan para sahabatnya agar benar-benar merasa malu kepada Allah, sebagaimana dalam hadits:

Dari Abdullah bin Masud, dia berkata: “Rasulullah bersabda: “Hendaklah kamu benar-benar merasa malu terhadap Allah! Kami menjawab: “Wahai Rasulullah, al-hamdulillah kami malu (kepada Allah)“ Beliau Bersabda: “Bukan begitu.  Tetapi malu terhadap Allah dengan sebenar-benarnya adalah engkau menjaga kepala dan apa yang ada padanya, menjaga perut dan apa yang dikandungnya, serta mengingat kematian dan kebinasaan. Dan baangsiapa menghendaki akhirat, dia akan menginggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa telah melakukan ini, maka dia telah malu terhadap Allah dengan sebenar-benarnya.” (HR. At-TIrmidzi, Ahmad, Syaikh Albani mengatakan hadits ini hasan lighairih).

Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwazi Syarh Tirmidzi pada penjelasan hadits ini: “Maksudnya adalah menjaga kepala dari penggunaannya untuk selain ketaatan kepada Allah, yaitu engkau tidak sujud kepada selain-Nya, tidak shalat karena riya’, engkau tidak menundukkan kepala untuk selain Allah dan engkau tidak mengangkatnya karena sombong. Dan menjaga apa yang dikumpulkan oleh kepala maksudnya adalah menjaga lidah, mata serta telinga dari perkara yang tidak halal.

Menjaga perut maksudnya menjaanya dari makanan yang haram, dan menjaga apa yang berhubungan dengannya maksudnya kemaluan, kedua kaki, kedua tangan, dan hati. Kerena semua anggota badan ini berhubungan dengan rongga perut. Adapun cara menjaganya adalah dengan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat, tetapi digunakan dala keridhaan Allah.

Mengingat kematian dan kebinasaan, maksudnya yaitu engkau mengingat keadaanmu dlam kubur yang sudah menjadi tulang dalam kehidupanmu. Dan barangsiapa menghendaki akhirat, dia akan berkumpul dalam bentuk yang sempurna, walaupun bagi orang-orang yang kuat, sebagaimana dikatakan oleh al-Qari.

 

Diringkas oleh: Sahl Suyono

Dari artikel Majalah As-Sunnah Edisi 01 Thn.XIII, Hal.54-57

 

 

 

 

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.