Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

ADAB-ADAB YANG HARUS DIMILIKI OLEH PENUNTUT ILMU

adab-adab-yang-harus-dimiliki-penuntut-ilmu

ADAB-ADAB YANG HARUS DIMILIKI OLEH PENUNTUT ILMU – Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya,memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelakan amalan perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya,dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasannya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata,tidak ada sekutu bagi-Nya,dan aku bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah hamba dan Rasul-Nya.

Seorang penuntut ilmu harus memiliki beberapa adab sebagai berikut :

  1. Niat yang ikhlas karena Allah عزوجل

Dengan cara memaksudkan mencari ilmu untuk mendapatkan wajah Allah dengan negeri akhirat,karena Allah mendorong dan menekankan hal itu kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman :

فاعلم أنه, لآ إله إلا الله واْستغفر لذنبك

Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan minta ampunan atas dosa-dosamu. ( QS. Muhammad: 19 )

Pujian kepada para ulama amat dikenal dalam Al-Qur’an dan jika Allah memuji sesuatu atau memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu menjadi ibadah.

Dengan demikian maka diwajibkan ikhlas karena Allah dalam hal ini dengan cara meniatkan pencarian ilmunya itu untuk memperoleh wajah Allah. Apabila seorang berniat mencari ilmu syar’i untuk memperoleh ijazah agar dengan ijazah itu dia mendapatkan kedudukan atau penghasilan, maka tentang hal ini Rasulullah صلى الله عليه وسلم  telah bersabda,

من تعلم علما يبتغي به وجه الله عزوجل لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة.

Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya ditunjukan untuk mengharap wajah Allah عزوجل ,lalu tidaklah ia mempelajarinya melainkan untuk mencari keuntungan dunia,maka dia tidak akan mencium aroma Surga.

Ini adalah ancaman yang keras.

Akan tetapi jika seorang penuntut ilmu mengatakan, ‘’ Saya ingin memperoleh ijazah bukan untuk kepentingan dunia,akan tetapi karena sistem yang berlaku menjadikan orang alim diukur dengan ijazahnya,’’maka kita katakan bahwa apabila niat seseorang memperoleh ijazah agar bisa memberi manfaat kepada orang lain dengan cara mengajar,administrasi atau semisalnya maka ini adalah niat yang selamat yang tidak mengandung mudharat sedikit pun karena ini adalah niat yang benar.

Disebutkannya ikhlas di awal penjelasan tentang adab menuntut ilmu karena ikhlas merupakan dasar,maka seorang penuntut ilmu harus meniatkan pencarian ilmunya untuk melaksanakan perintah Allah عزوجل, karena Allah عزوجل memerintahkan untuk memiliki ilmu. Allah Ta’ala berfirman :

فاعلم أنه, لآ إله إلا الله واْستغفر لذنبك

Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan minta ampunan atas dosa-dosamu. ( QS. Muhammad: 19 )

Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk memiliki ilmu. Maka apabila engkau mempelajari ilmu berarti engkau melaksanakan perintah Allah عزوجل.

  1. Menghilangkan Kebodohan dari Dirinya dan Diri Orang Lain

Seorang penuntut ilmu harus meniatkan dalam menuntut ilmu untuk menghilangkan kebodonan dari dirinya dan dari orang lain karena pada asalnya manusia itu adalah bodoh. Dalil tentang hal ini adalah firman Allah Ta’ala:

و الله أخر جكم من بطون أمهتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع و الأبصر والأفئدة لعلكم تشكرون

mengetahui apa-apa dan Allah menjadikan pendengaran ,pengelihatan dan hati bagi kalian agar kalian bersyukur. (QS.An-Nahl: 78)

Kenyataan telah memperkuat hal itu,oleh karena itu engkau harus berniat menghilangkan kebodohan dari dirimu dalam mencari ilmu agar engkau bisa mencapai rasa takut kepada Allah,

إنما يخشى الله من عباده العلمؤا

Orang-orang yang takut kepada Allah dikalangan hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.’’(QS. Faathir:28)

Engkau berniat menghilangkan kebodohan dari dirimu karena pada asalnya dirimu adalah bodoh. Apabila engkau belajar dan engkau menjadi ulama maka hilangkan kebodohan itu dari dirimu,demikian pula engkau harus berniat menghilangkan kebodohan dari umat dengan cara mengajari mereka dengan berbagai cara manusia bisa mengambil manfaat dari ilmumu.

Apakah syarat memanfaatkan ilmu itu harus duduk di masjid dalam satu halaqah ? Atau mungkin manusia bisa mengambil manfaat dari ilmumu dalam setiap keadaan ? Jawabnya adalah yang kedua karena Rasul صلى الله عليه وسلم  bersabda,

بلغوا عني ولو آ

Sampaikanlah ( apa-apa yang kalian terima ) dariku walaupun satu ayat.

Karena apabila engkau mengajarkan ilmu kepada seseorang,lalu orang itu mengajarkan kembali ilmu tersebut kepada orang lain, maka engkau akan memperoleh pahala dua orang. Jika dia mengajarkan kembali ilmu tersebut kepada orang yang ketiga , maka engkau akan memperoleh pahala yang tiga orang,dan begitu seterusnya. Dari sini,maka termasuk bid’ah jika dalam melaksanakan suatu ibadah seseorang berkata, ‘’ Ya Allah,jadikanlah pahala dari amal ini untuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم . ‘’Karena beliaulah yang mengajarkan hal ini kepadamu,beliaulah yang menunjukkanmu kepada amalan itu,maka beliau pun akan mendapat pahala dari amalanmu.

Imam Ahmad رحمه الله berkata,’’ Ilmu itu tidak ada bandingannya bagi orang yang niatnya benar. ‘’Beliau ditanya,’’Bagaimana mewujudkan hal itu?’’Beliau menjawab ,’’Dia harus meniatkannya untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.’’Karena asalnya mereka adalah bodoh sebagaimana dirimu pun pada asalnya bodoh. Apabila engkau belajar untuk menghilangkan kebodohan dari umat ini,maka engkau akan termasuk di antara para mujahidin di jalan Allah yang menyebarkan agama-Nya.

  1. Membela Syariat

Yaitu berniat mencari ilmu untuk membela syari’at,karena kitab-kitab tidak mungkin bisa membela syari’at. Tidak ada yang bisa membela syari’at kecuali pembawa syari’at. Jika seseorang dari kalangan ahli bid’ah datang ke sebuah perpustakaan yang dipenuhi oleh kitab-kitab syari’at dengan jumlah yang tak terhitung,lalu dia berbicara dengan kebid’ahannya dan memperkuat ucapannya,maka saya yakin bahwa tidak ada satu kitab pun yang akan membantu ucapannya. Akan tetapi apabila dia berbicara tentang kebid’ahannya di hadapan seorang ahli ilmuuntuk mengkuatkan kebid’ahannya,maka penuntut ilmu itu akan membantahnya dan mematahkan omongannya dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Oleh karena itu seorang penuntut ilmu harus berniat mencari ilmunya untuk membela syaria’at,karena membela syari’at tidak bisa dilakukan kecuali oleh manusia,persis seperti senjata. Jika kita memiliki senjata yang penuh dengan peluru,apakah senjata ini mampu beroperasi untuk memuntahkan pelurunya ke arah musuh? Ataukah tidak bisa berbuat apa-apa kecuali dioperasikan oleh manusia? Jawabnya,bahwa senjata itu tidak bisa beroperasi sendiri kecuali dijalankan oleh manusia. Demikian pula dengan ilmu.

Selain itu bid’ah selalu tampil dalam bentuk baru. Kadang, ada kebid’ahan tertentu yang muncul pada zaman awal dan tidak ada di dalam kitab-kitab, maka tidak mungkin ada yang bisa membantahnya kecuali penuntut ilmu,oleh karena itu saya katakan:

Sesungguhnya di antara hal yang wajib dipelihara oleh penuntut ilmu adalah mwmbela syari’at. Dengan demikian,maka manusia amat sangat membutuhkan para ulama untuk membantah tipu dayapara ahli bid’ah dan semua musuh Allah عزوجل . Dan hal ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan ilmu syar’i yang di ambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم

  1. Berlapang Dada dalam Masalah yang Diperselisihkan

Penuntut ilmu harus berlapang dada dalam (menghadapi) permasalahaan yang diperselisihkan yang bersumber dari hasil ijtihad. Karena masalah-masalah yang diperselisihkan di antara para ulama,bisa jadi dalam masalah-masalah yang tidak diperbolehkan berijtihad di dalamnya dan masalhnya sudah amat jelas,maka dalam masalah ini tidak seorang pun boleh berselisih,atau bisa juga dalam masalah yang dibolehkan berijtihad di dalamnya,maka dalam masalah ini orang-orang bolehberselisih pendapat. Dan argumentasimu dalam masalah ini tidak bisa membatalkan argumen orang yang berbeda pendapat denganmu karena seandainya kita terima hal ini maka bisa jugaterjadi sebaliknya yaitu argumennya bisa membatalkan argumenmu.

Yang saya maksudkan dengan penjelasan ini bahwa permasalahan yang diperselisihkan itu adalah masalah yang dibolehkan ijtihad di dalamnya dan memungkinkan manusia berselisih dalam masalah itu. Adapun orang yang menyelishi metode Salaf,seperti dalam masslah-masalah ‘aqidah,maka dalam masalah ini tidak bisa diterima seseorang menyelisihi ‘aqidah yang diyakini oleh Salafush Shalih. Akan tetapi dalam masalah-masalah lain yang dibolehkan bagi fikiran kita untuk terlibat untuk perbedaan pendapat dalam masalah ini tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk mencela pihak lain atau dijadikan sebab timbulnya permusuhan dan kebencian.

Para Sahabat sering berbeda pendapat dalam banyak masalah,siapa yang ingin meneliti perselisihan pendapat di antara mereka maka hendaklah dia merujuk kepada atsar-atsar yang ada tentang mereka,maka dia akan menemukan ikhtilaf dalam banyak masalah dan lebih besar dari masalah yang pada zaman sekarang ini dijadikan oleh orang sekarang sebagai adat (kebiasaan) untuk berselisih,sehingga orang-orang menjadikan hal itu sebagai penyebab timbulnya kelompok-kelompok dengan mengatakan ,’’Saya beserta si fulan dan saya bersama si fulan!’’Seolah-olah masalah ini adalah masalah kelompok. Ini adalah salah.

  1. Mengamalkan ilmu

Seorang penuntut ilmu harus mengamalkan ilmunya,baik dalam masalah ‘aqidah,ibadah,akhlak,adab,dan mu’amalah,karena amalan adalah buah dan kesimpulan dari ilmu. Ppembawa ilmu itu seperti orang yang membawa senjata,bisa bermanfaat baginya atau bisa juga mencelakakannya,oleh karena itu di terangkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

القرآن حجة لك أو عليك.

Al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu atau dakwaan bagimu.

Dia akan menjadi hujjah jika engkau mengamalkannya dan akan menjadi dakwaan jika tidak engkau amalkan. Demikian pula mengamalkan apa-apa yang shahih dari Nabi صلى الله عليه وسلم dengan cara membenarkan semua kabar darinya dan melaksanakan hukum-hukum. Jika berita dari Allah dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم datang,maka benarkan dan terimalah serta tunduklah dan janganlah engkau tanyakan: ‘’ Mengapa? ‘’Bagaimana?’’Karena sikap itu bukanlah sikap kaum mukminin. Allah Ta’ala berfirman:

وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذ قضى الله ورسوله , أمر أن يكون لهم الخيرة من أمر هم ومن يعص الله ورسوله, فقد ضل ضللا مبينا

Dan tidaklah pantas seorang mukmin baik laki-laki maupun wanita,apabila Allah telah menetapkan suatu urusan lalu akan ada pilihan lain bagi mereka dari urusan mereka. Dan barangsiapa yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya,maka sesungguhnyadia telah sesat dengan sejauh-jauhnya. (QS. Al-Ahzaab: 36 )

Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم berbicara kepada para Sahabat dengan sesuatu yang kadang-kadang asing dan jauh dari jangkauan akal mereka,maka langsung menerima hal itu dan tidak mengatakan, ‘’ Kenapa? ‘’Bagaimana? ‘’Berbeda dengan sikap orang di zaman sekarang dari umat ini. Kita dapati satu diantara mereka apabila disampaikan kepadanya sebuah hadits dari Rasul صلى الله عليه وسلم ,akalnya merasa keheranan tentang hal itu dan kita temukan dia memperlakukan ucapan Nabi صلى الله عليه وسلم,yang di renungkan isinya akan tetapi untuk di sangah,bukan untuk diambil petunjuknya. Oleh karena itu dia terhalang untuk memperoleh taufiq sehingga membantah apa yang datang dari Rasul صلى الله عليه وسلم,dan tidak menerimanya dengan pasrah. Saya akan berikan contoh untuk hal itu. Di dalam sebuah hadits dari Nabi صلى الله عليه وسلم beliau bersabda:

ينزل ربنا إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث اليل الأخير, فيقول : من يدعوني فأستجيب له, من يسألني فأعطيه,     من يستغفر ني فأغفر له.

Rabb kita turun ke langit dunia ketika tersisa seperti akhir malam, lalu Dia berfirman : ‘’Siapa yang berdoa kepada-Ku pasti Aku kabulkan,siapa yang meminta kepada-Ku pasti Aku akan berikan,dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku pasti akan Aku ampuni.

Hadits ini diceritakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم,dan ini merupakan hadits yang masyhur,bahkan mutawatir. Tidak ada seorang Sahabat pun yang berani mengangkat lisannya untuk bertanya,’’Wahai Rasulullah,bagaimanakah Allah turun?’’Apakah ‘Arsy-Nya itu kosong atau tidak?’’ Dan pertanyaan senada lainya. Akan tetapi kita temukan beberapa orang berbicara seperti ini dan menanyakan, ‘’Bagaimana dengan ‘Arsy ketika Allah turun ke langit dunia?’’ Dan perkataan lainnya yang terucap. Seandainya mereka menerima hadits ini dengan pasrah dan mengatakan bahwa Allah عزوجل bersemayam di atas ‘Arsy dan Mahatunggi sesuai dengak keharusan Dzat-Nya dan Dia turun sebagaimana yang dikehendaki-Nya, maka akan tertolaklah syubhat ini dari mereka dan mereka tidak akan merasa bingung terhadap apa yang diberitakan oleh Nabi

صلى الله عليه وسلم tentang Rabb-Nya.

Referensi:

‘’Kitaabul ‘ilmi’’Karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin,penerbit Daar ats-Tsurayya,1420 H – 1999M

Disusun Oleh : Asandri Abu Uwais ( Pengajar di Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

 

Baca juga artikel berikut:

BOLEHKAH WANITA BERENANG DI KOLAM RENANG?

ADAB MUSLIMAH BERHIAS

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.