Kisah Haru Yang Mengundang Tangis (Bagian 3)

kisah haru mengundang tangis 3

Kisah Haru Yang Mengundang Tangis (Bagian 3) – Alhamdulillah segala puji hanya untuk Allah Rabb seluruh alam, atas karunia dan limpahan kasih sayangnya lah kita bisa terus merasakan banyak kenikmatan. Dan salah satu nikmat yang patut kita syukuri adalah nikmat hidayah bisa beragama Islam sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada beliau, kepada sahabat-sahabat beliau, keluarga beliau, serta kepada para ulama yang mengikuti beliau dengan benar. Aamiin.

Insya Allah ini adalah kisah lanjutan dari artikel yang sebelumnya dengan judul “Kisah Haru yang Mengundang Tangis”.

KISAH KEDELAPAN: Doa Sang Ayah Kepada Anak yang Berbakti

Syaikh Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqiti menceritakan seseorang yang lemah, menderita dan dalam keadaan sempit. Ia pergi mencari nafkah untuk ayahnya. Jika ia datang membawa upah kerjanya hari itu, maka ia letakkan uang itu di atas dipan. Hal itu ia lakukan karena malu untuk menyerahkannya langsung dengan tangannya. Setiap kali ia meletakkan uang di hadapan ayahandanya, maka ayahnya selalu berdoa kepada Allah

اللهم ارزق ابني القرآن، واجعله من أهله.

Artinya: “Ya Allah, berikan rizki Al-Qur’an kepada anakku, dan jadikanlah ia sebagai ahli Al-Qur’an.”

Demikianlah hingga berlangsung dua puluh tahun, ia sibuk dengan pekerjaanya. Hingga pada suatu hari, Ketika ia pulang dari pekerjaannya, Allah berkehendak untuk mempertemukannya dengan seorang alim. Orang alim tersebut adalah seorang tokoh yang pendapat-pendapatanya menjadi pegangan orang-orang di negerinya. Orang alim itu bertanya, “Apakah kegiatanmu sekarang ?”

Laki-laki itu menjawab, “Seperti yang anda lihat, saya berusaha mencari nafkah.”

Ulama tersebut berkata lagi, “Bisakah anda menyediakan waktu untuk saya sehari dalam seminggu ?”

Laki-laki itu menjawab, “Ya, dengan senang hati.”

Maka laki-laki itu senantiasa pulang pergi kepada ulama itu untuk belajar. Tidak terasa, hingga tibalah hari di mana laki-laki itu harus melakukan tanya jawab pada sebuah sidang untuk mempertahankan risalah doktoralnya dalam bidang tafsir Al-Qur’an. Ketika ia dipanggil untuk melakukan tanya jawab, dan ia telah duduk, maka tiba-tiba ulama yang menjadi guru besar sekaligus dosennya itu berdiri karena hormat dan memuliakan laki-laki itu, dikarenakan keilmuannya. Kemudian ia berkata kepada laki-laki itu: “Silakan wahai Syaikh.” Padahal seperti kita ketahui, seorang dosen tidak biasa berdiri untuk memuliakan mahasiswanya.

Kemudian di hadapan khalayak umum, tiba-tiba guru besar itu berkata, “Ilmu dan pengetahuannya tentang kitabullah yang saya lihat dari laki-laki ini membawa saya untuk menumpahkan rasa hormat kepadanya dan mendorongku untuk memuliakannya.”

Ketika laki-laki itu telah dipersilahkan, maka ia pun duduk sambil bercucuran air mata. Maka sang guru besar bertanya, “Mengapa anda menangis, padahal kami hanya ingin memuliakan anda ?” Laki-laki itu menjawab, “Saya teringat doa ayahanda :

اللهم ارزق ابني القرآن، واجعله من أهله.

Artinya: “Ya Allah, berikan rizki Al-Qur’an kepada anakku, dan jadikanlah ia sebagai ahli Al-Qur’an.”

Berkat doa Ayahandanya, Allah Ta’ala telah menghantarkan laki-laki ini meraih kedudukan yang mulia dan terhormat.

KISAH KESEMBILAN: Doa Seorang Pemuda yang salih untuk Ayahnya

Syaikh ‘Umar bin Su’ud al-Id menceritakan seorang pemuda yang salih. Ia cinta kepada orang-orang yang baik, dan ia senang bergaul dengan mereka. Ia mempunyai ayah yang bertolak belakang dengan agamanya. Ayahnya tidak menyukai orang-orang salih. Seringkali ia mengusir mereka dari rumahnya ketika ia lihat orang-orang salih tersebut sedang bersama dengan anaknya. Ia sama sekali tidak mempedulikan bagaimana perasaan anaknya. Meskipun sikap ayahnya demikian, namun pemuda itu tetap santun terhadap ayahnya. Kerap kali ia mendoakan kebaikan bagi ayahnya.

Suatu malam, disaat ayahnya mendapatkan hidayah. Pemuda itu berdiri shalat di sepertiga malam akhir. Ia shalat sebagaimana biasanya, lalu di rakaat terakhir ia mengangkat tangannya ke langit. Ia berdoa untuk ayahnya agar mendapatkan hidayah. Tidak lama air matanya mulai menetes dari kedua matanya. Ia menangis. Doa yang penuh kejujuran itu dari lubuk hatinya yang dipenuhi rasa khawatir dan takut, kalau-kalau ayahnya tidak mendapat hidayah.

Di saat-saat yang penuh dengan kepasrahan untuk berlindung kepada Allah tersebut, maka ayah pemuda tersebut masuk ke dalam rumah. Ia baru saja datang setelah begadang semalaman. Samar-samar ia mendengar tangisan yang memelas menahan kepedihan. Ia pun tergerak untuk mencari sumber tangisan tersebut. Ketika sampai di depan kamar anaknya, dan ia bermaksud untuk membuka pintu kamar tersebut, tiba-tiba ia mendengar suara anaknya yang sedang berdoa kepada allah dengan penuh kerendahan dan kekhusyu’an. Ia mendengar anaknya sedang berdoa untuk sang ayah agar mendapatkan hidayah. Seketika ayahnya terenyuh. Ia jatuh dan berlutut di depan pintu kamar anaknya. Ia pun menangis seraya berkata, “Anakku… ia berdoa untukku, sementara aku mencabik-cabik perasaanya, ia berdoa demi kebaikanku, sementara aku justru memusuhinya.”

Disaat seperti itu, sang anak telah selesai dari shalatnya. Ketika ia membuka pintu kamar, tiba-tiba ayahnya sedang duduk dalam kedaan menangis. Ketika melihat anaknya, maka tangisan sang ayah semakin menjadi-jadi. Ia peluk anaknya erat-erat seraya berkata, “Demi Allah, sejak saat ini ayah tidak akan melukai hatimu lagi.” Yang sangat mengagumkan adalah apa yang dikemukakan oleh Syaikh ‘Umar tentang keduanya setelah kejadian itu. Syaikh berkata, “Setelah kejadian itu, ayahnya seringkali shalat bersama dengan anaknya di akhir malam.”

KISAH KESEPULUH: Ayah Penyayang dan Anak Durhaka

Seorang pemuda bekerja mengembalakan kambing ayahnya. Lalu ia melihat satu demi satu para pemuda berangkat untuk mengembara. Maka ia pun meminta izin kepada ayahnya agar memperbolehkan dia untuk pergi bersama para pemuda yang lainnya. Namun ayahnya tetap tidak memberikan izin, sekalipun ia telah berulang kali memohon izin kepadanya. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi, dengan resiko tidak ada izin dari ayahnya. Sang ayah berkata kepada anaknya setelah mengancam, “Ayah tidak punya kekuatan untuk menahanmu. Namun ayah bisa saja berdoa kepada Allah di waktu sahur.”

Akhirnya si pemuda itu pergi bersama temannya meningalkan kambing-kambingnya. Ia mengetahui kepergian anaknya. Ia seorang yang salih dan bertakwa. Ia mengangkat kedua tangannya, memohon kepada Dzat Yang Mahahidup dan tidak membutuhkan makhluk-Nya, agar diperlihatkan kepadanya sesuatu yang dibenci pada anaknya.

Maka dalam perjalanannya si anak menjadi buta. Sebagian orang dari kabilahnya berjumpa dengan anak itu. Mereka bertanya, “Apa sebenarnya yang kamu inginkan ?”

Ia menjawab, “Awalnya aku ingin bekerja. Tapi sekarang aku buta. Dan orang sepertiku tidak akan diterima untuk bekerja.”

Mereka pun membawa anak itu ke hadapan ayahnya. Anak itu sampai di rumah ayahnya tengah malam, sedangkan daya penglihatan ayahnya sudah agak melemah. Si anak memanggil bapaknya. Maka bapaknya berkata:

“Apakah betul kamu si fulan ?”

“Betul.” jawab anaknya.

“Apakah kamu sudah menemui nasibmu ?”

“Benar.’’ jawab anaknya.

Akan tetapi bukan kemarahan ayahnya yang ia dapatkan, karena sang ayah begitu besar cinta dan kasih sayangnya kepada puteranya itu. Sang ayah malah semakin bersedih dengan kesedihan yang tidak terperikan. Ia menyesal, seandainya saja doanya tidak mengenai kedua mata puteranya.

Sang ayah lalu berdiri shalat di malam itu sambil menangis dan merintih. Ia ruku’ dan sujud di hadapan Allah ‘Azza wa jalla. Lalu dengan lidahnya, ia jilat kedua mata anaknya. Ia berdoa kepada Allah Ta’ala. Dan Allah itu Maha dekat lagi Maha mengabulkan doa. belum sampai saatnya shalat fajar (subuh), pandangan mata anaknya telah Kembali normal. Lalu ia memuji Allah dengan pujian yang banyak.

KISAH KESEBELAS: Laparnya Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dan Sahabatnya

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah  Radhiyallaahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam keluar di suatu hari atau di suatu malam. Tiba-tiba beliau berjumpa dengan Abu bakar dan Umar. Maka beliau bertanya kepada keduanya:

ما أخرجكما من بيوتكما هذه الساعة.

Artinya: “Apa yang membuat kamu berdua keluar di saat-saat seperti ini ?”

Keduanya menjawab, “Kami lapar wahai Rasulullah.”

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pun bersabda:

وأنا والذي نفسي بيده لأخرجني الذي أخرجكما قوموا.

Artinya: “Aku pun (demikian). Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, rasa lapar yang membuat kamu berdua keluar telah membuat aku keluar pula. Berdirilah kalian.”

Maka mereka pun berdiri bersama nabi, lalu mendatangi seorang laki-laki dari kalangan anshar. Namun ia sedang tidak berada di rumahnya. Ketika isteri laki-laki itu melihat beliau Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, maka ia berkata, “selamat datang.”

Lalu Rasulullah  Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Dimana si fulan (suaminya) ?”

Wanita itu menjawab, “Ia sedang pergi mencari air tawar untuk kami.”

Tiba-tiba laki-laki Anshar itu datang, dan melihat Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dan kedua sahabatnya. Kemudian ia berkata, “Segala puji bagi Allah. Pada hari ini, tidak ada seorang pun yang lebih terhormat dariku karena kedatangan para tamu ini.”

Abu Hurairah Rhadiyallahu ‘Anhu berkata, “Kemudian laki-laki itu pergi, lalu datang lagi dengan membawa setandan kurma, padanya masih ada yang mengkal, yang matang dan yang sudah sangat matang. Ia berkata, ‘makanlah ini.’ Lalu ia mengambil sebilah pisau. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya:

إياك والحلوب.

Artinya: “Janganlah engkau menyembelih hewan yang sedang menyusui.”

Laki-laki itu pun menyembelih kambing untuk mereka, dan mereka memakan sebagian darinya dan juga dari tandan kurma tadi. Mereka pun makan dan minum hingga kenyang dan puas. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu bakar dan Umar:

والذي نفسي بيده لتسألن عن هذا النعيم يوم القيامة أخرجكم من بيوتكم الجوع ثم لم ترجعوا حتى أصابكم هذا النعيم

Artinya: “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan ditanya tentang kenikmatan ini di hari kiamat. Rasa lapar telah mengeluarkan kalian dari rumah kalian, kemudian kalian tidak Kembali hingga mendapatkan kenikmatan ini.”

KISAH KEDUABELAS: Wadah Tembikar Berisi Emas

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Seorang laki-laki membeli  satu lahan untuknya, lalu ia menemukan di lahan itu sebuah wadah tembikar berisi emas.

Si penjual berkata, “Ambillah emasmu dariku.”

Si pembeli berkata, “Aku hanya membeli tanah ini darimu, tidak termasuk emas ini.”

Si penjual berkata, “Tapi aku pun menjual tanah ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya.”

Maka keduanya mengajukan permasalahan ini kepada seseorang. Orang itu berkata kepada keduanya: “Apakah kamu berdua memiliki anak ?”

Maka salah seorang dari keduanya menjawab, “Aku punya seorang anak laki-laki.”

Yang lain berkata, “Aku punya anak perempuan.”

Orang itu berkata kepada keduanya, “Nikahkanlah oleh kalian anak laki-lakimu kepada anak perempuanmu, dan infakanlah (emas itu) kepada keduanya.”

Maka kedua orang tua itu menginfakkanya.”

Alhamdulillah atas nikmat yang Allah berikan kepada kita atas pertolongan Allah kita bisa terus beribadah dan menyembah Allah. Begitu banyak kisah-kisah orang sholih di Zaman dahulu yang apabila kita membaca kisah mereka maka seakan-akan itu semua tidak masuk di akal kita. Ya begitulah memang adanya, tapi ketahuilah bahwa kisah-kisah itu betul-betul terjadi. Maka tugas kita di zaman sekarang berusaha meneladani para teladan kita dan sebaik-baik teladan adalah Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam.

Disalin ulang oleh : Supan Jaya (Pengabdian Ponpes Darul Qur’an wal-hadits OKU Timur) dengan sedikit penambahan pada bagian mukadimah.

 

Referensi:

diambil dari buku karangan Abu Muhammad ibnu Salih bin Hasbullah (yang berjudul: Kisah Haru yang Mengundang Tangis) cetakan: Pustaka Ibnu Umar.

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.