Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa

Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa

(Adab/fiqh of prayer)

Do not go beyond the limit in prayer. All praise be to Allah, the Lord of the universe. A good end for the pious people. Prayers and greetings may be poured out to the Prophet, the most glorious Prophet. The same goes for his family, his companions, and those who followed them well until the Day of Resurrection. Amma badu. Allah Subhanahu Wata’ala said:

اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّه لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ

Means:

Pray to your Rabb with humility and a gentle voice. Indeed, Allah does not like those who go beyond the limit. (Qs al-A’raf/7: 55)

VERSE EXPLANATION ¹

Command to Pray

A Muslim needs Allah at all times. Servitude to Allah subhaanahu wa ta’ala must be done. Prayer is one of the ways that a servant can take to prove his need to God. And as proof of his submission to Rabbul-‘Alamîn (the Sovereign of the universe).

Through the above verse, Allah subhaanahu wata’ala commands His servants to pray to Him and worship with Him.² Since prayer is a form of worship, it must be accompanied by sincerity.

About ادْعُوا رَبَّكُمْ Imam Ibn Jarir ath-Thabari (may Allah have mercy on him) explained: “O man, pray to Allah alone. Purify your prayers to Him. Do not call on worships other than Him and idols”. ³

Allah subhaanahu wa ta’ala said:

هُوَ الْحَيُّ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ فَادْعُوْهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ۗ

Means:

“He is the One who lives forever, there is no god (who is worthy of worship) except Him; then pray to Him by purifying worship to Him”. (Qs Ghafir/40: 65).

 

More clearly, the prohibition of praying to someone other than Allah subhaanahu wa ta’ala, is also shown by the words of Allah subhaanahu wa ta’ala:

لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّۗ وَالَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِه لَا يَسْتَجِيْبُوْنَ لَهُمْ بِشَيْءٍ

Means:

“It is only for Allah (the right to grant) the right prayer. And the idols they call out to besides Allah cannot allow anything for them…”. (QS. ar-Ra’d/13: 14).

 

Manners of Praying, With a Soft and Slow Voice

The above verse also teaches a way for a Muslim to pray to Allah subhaanahu wa ta’ala, so that the prayer he chanted is answered.⁴ Is it by raising the voice as a custom in society that we see today?

It turned out not to be loud. But Allah subhaanahu wa ta’ala shows the way of praying, by including two qualities that accompany the command to pray to Him. The two attributes are tadharru’ and khuf-yah.

The meaning of tadharru’, which contains elements of solemnity, tadzallul (humility and self-humiliation) and istikânah (self-submission). ⁵ The meaning of khuf-yah is to make a voice in prayer slowly and softly, not to raise it or shout it. The prayer is done in a soft voice and with a sincere heart because Allah subhaanahu wa ta’ala.

The purpose of praying slowly and softly, so that a person who prays is kept away and safe from riya’, and this is said by Imam al-Qurthubi (may Allah have mercy on him). Likewise the Prophet Zakariyya, he was praised for praying in such a way, slowly, quietly and gently. Allah subhaanahu wa ta’ala said:

ذِكرُ رَحمَتِ رَبِّكَ عَـبدَه زَكَرِيَّا (٢ اِذ نَادٰى رَبَّه نِدَآءً خَفِيًّا

Means:

“(What is read is) an explanation of your Rabb’s mercy to His servant, Zakariyya. That is when he prays to his Rabb in a soft voice”. (QS. Maryam/19: 2-3).⁶

Therefore, when someone prays with a loud voice, the Messenger of Allah (peace and blessings of Allaah be upon him) reprimands the Companion who does so. It is mentioned in Shahîhain, from a companion named Abu Musa al-Ash’ari (may Allah be pleased with him), he said: People raised their voices when they prayed, so the Messenger of Allah (peace and blessings of Allaah be upon him) said:

أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا

Means:

Wahai manusia. Tenangkanlah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang bisu atau yang tidak ada. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru Maha Mendengar lagi Maha Dekat.

     Perintah berdoa dengan suara yang lembut juga termaktub dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala berikut:

وَٱذْكُر رَّبَّكَ فِى نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ ٱلْجَهْرِ مِنَ ٱلْقَوْلِ بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْآصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلْغَافِلِينَ

Artinya:

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (QS. al-A’raf/7: 205)

     Al-Hasan al-Bashri rahimahullah, seorang Tabi’i, ia berkata: “Dahulu, kaum muslimin sangat tekun dalam berdoa. Tidak terdengar suara dari mereka, kecuali hanya suara lirih antara mereka dengan Rabb mereka”. Selanjutnya, beliau membacakan surat al- A’râf/7 ayat 55 dan pujian terhadap Nabi Zakariyya dalam surat Maryam/19 ayat 3.

     Merendahkan suara dan tidak mengeraskannya – termasuk etika dalam berdoa. Etika ini mencerminkan nilai-nilai positif. Di antaranya: (1) Cara ini menunjukkan keimanan yang lebih besar, karena ia meyakini bahwa Allah mendengar suara yang lirih, (2) Cara ini lebih beradab dan sopan. Jika Allah mendengar suara yang pelan, maka tidak sepantasnya berada di hadapan-Nya kecuali dengan suara yang rendah. (3) Sebagai pertanda sikap khusyu’ dan ketundukan hati yang merupakan ruh doa, (4) Lebih mendatangkan keikhlasan. Karena doa dengan suara keras membuat orang lain merasa terganggu dan terpancing perhatiannya kepada suara-suara yang keras lagi riuh-rendah. (5) Cara ini membantu untuk konsisten dan senantiasa berdoa. Karena bibir tidak merasa bosan dan anggota tubuh tidak mengalami kelelahan. Sebagaimana orang yang membaca dan mengulang-ulangnya dengan suara keras, maka akan lebih cepat merasa penat. (6) Cara berdoa dengan suara lirih juga menunjukkan, bahwa seorang hamba meyakini kedekatannya dengan Allah subhaanahu wa ta’ala.

Tidak Melampaui Batas dalam Berdoa

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

     Di bagian akhir ayat ini, Allah subhaanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang berbuat i’tida’.

     Al-i’tida’, berasal dari kata al-‘udwân. Maknanya, melewati batasan syariat dan pedoman-pedoman yang semestinya harus dipatuhi. Atau menurut Imam al-Qurthubi rahimahullah, yaitu mujâwazatul-haddi (melampaui batas) wa murtakibul-hazhar (melakukan pelanggaran).⁹ (7/202).

     Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا

Artinya:

“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya”. (Qs al-Baqarah/2: 229).

     Larangan berbuat melampaui batas, sebenarnya berlaku umum, mencakup seluruh perbuatan dalam semua aspek, tidak khusus hanya dalam berdoa. Namun, karena larangan itu datang setelah perintah untuk berdoa, sehingga menunjukkan dengan jelas dan secara khusus berbicara tentang perbuatan melampaui batas dalam berdoa.

     Penggalan ayat di atas mengandung pengertian, bahwa doa yang memuat unsur berlebihan dan melampaui batas tidak disukai Allah subhaanahu wa ta’ala dan tidak diridhai-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitahukan munculnya gejala melampaui batas dalam berdoa pada diri umat Islam. Pemberitaan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini, juga merupakan peringatan berkaitan perbuatan tersebut. Kaum muslimin supaya berhati- hati dan waspada, jangan sampai terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang tersebut. Peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini termasuk bagian dari kesempurnaan dan kepedulian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya, sekaligus sebagai salah satu tanda kenabian.

     Dari ‘Abdullah bin Mughaffal radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّهُ سَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ

Artinya:

“Sungguh akan muncul kaum dari umat ini yang akan berbuat melampaui batas dalam berdoa dan bersuci”. ¹⁰

     Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali komitmen dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berdoa kepada Allah subhaanahu wa ta’ala.

     Kesimpulannya, ayat di atas memuat dua unsur penting. Pertama, unsur yang dicintai Allah, yaitu berdoa kepada-Nya dengan penuh tadharru’ dan suara yang lembut. Kedua, unsur yang dibenci dan tidak disukai Allah, dan diperingatkan supaya tidak dilakukan, yakni berbuat i’tida’ dalam berdoa, dan demikian pula dengan pelakunya. ¹¹

Contoh-Contoh I’tida’ (Melampaui Batas dalam Berdoa)

  1. Jenis yang paling parah, yaitu berdoa kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala.
  2. Memohon kepada Allah subhaanahu wa ta’ala hal-hal yang tidak diperbolehkan, seperti memohon pertolongan untuk melakukan perbuatan haram dan mengerjakan kemaksiatan.
  3. Memohon kepada Allah sesuatu yang tidak dikabulkan oleh Allah karena bertentangan dengan sifat hikmah-Nya. Atau meminta sesuatu yang mestinya ditempuh dengan sebab-sebab, namun ia enggan untuk melaksanakannya. Misal, permintaan agar dapat memperoleh anak tanpa menikah, menghilangkan sifat-sifat manusia, yang membutuhkan makanan dan minuman serta oksigen, ingin tahu ilmu gaib, dan sebagainya.
  4. Memohon derajat dan martabat yang tidak layak, sementara sunnatullah tidak memungkinkanya untuk dapat meraih hal tersebut. Seperti, meminta menjadi malaikat, menjadi nabi dan rasul. Atau memohon supaya menjadi muda kembali setelah memasuki usia tua.
  5. Berdoa kepada Allah tidak dengan tadharru’.
  6. Berdoa yang mengandung laknat bagi kaum mukminin.
  7. Berdoa dengan meninggikan dan mengeraskan suara sehingga bertentangan dengan etika, adab dan sopan santun.

PELAJARAN DARI AYAT

  • Kewajiban berdoa hanya kepada Allah, karena berdoa termasuk ibadah.
  • Penjelasan mengenai adab berdoa, yaitu dengan bertadharru’.
  • Adab dalam berdoa, yaitu melantunkannya dengan suara lirih.
  • Larangan berbuat i’tida’ (melampui batas) dalam berdoa.
  • I’tida’ dapat mempengaruhi doa seseorang tidak dikabulkan.
  • Penetapan sifat mahabbah

     Wallahu a’lam bishshawwab.

Referensi:

Kejahatan Terhadap Wahyu  di susun oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawaz Majalah As-Sunnah EDISI 12/Tahun XI/1429H/2008M

Diringkas oleh : Sherly Marsella (Pengabdian Ponpes Darul Quran Wal-Hadits OKU Timur)

Baca juga :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.