Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Menjadi Bidadari Cantik Ala Islami (Bagian 1)

menjadi bidadari cantik ala islami

Menjadi Bidadari Cantik Ala Islami Segala puji hanya milik Allah yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan dan yang menumbuhkan rasa kasih sayang di antarasuami-istri, salam dan shalawat semoga selalu dilimpahkan kepada manusia yang paling baik akhlaknya, paling santun budi pekertinya dan paling sayang kepada karib kerabat serta umatnya yaitu Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan para pengikut sunnahnya dengan baik hingga akhir.

Wahai wanita muslimah yang beriman kepada Allah, railah kedudukan tinggi dan derajat mulia, jadikan setiap mata yang memandang anda, melebihi indahnya pakaian yang anda kenakan, melebihi eloknya penampilan atau megahnya tempat tinggal yang anda huni.

MENJADI MULIA KARENA ISLAM

Kedudukan Wanita Sebelum Islam

Yang dimaksud dengan masa sebelum Islam adalah masa jahiliyah yang dialami bangsa Arab secara khusus dan seluruh umat manusia secara umum, seperti yang digambarkan Ja’far bin Abu Thalib kepada Najaysi saat ditanya tentang kondisi mereka sebelum datangnya dakwah Nabi Muhammad, beliau berkata. “Wahai tuan Raja, kami daulu hidup di atas kesyirikan, menyembah berhala, memakan bangkai, mengganggu tetangga,, memutuskan hubungan silaturahmi, dan saling membunuh. Sehingga keadaan mereka suram dan jauh dari risalah tauhid dan kebenaran Islam bahkan mereka tenggelam dalam kekufuran, kesyirikan, kejahaan, kedzaliman, dan kebobrokan moral. Umat manusia, baik orang Arabatau non Arab hidup dalam kegelapan kkecuali beberapa orang penganut agamaIbrahim dan sisa ahli kitab.

Adapun kondisi kaum wanita pada masa Fir’aun sangat memilukan, seperti dikisahkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam firman-Nya:

وَاِذْ اَنْجَيْنٰكُمْ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَسُوْمُوْنَكُمْ سُوْۤءَ الْعَذَابِۚ يُقَتِّلُوْنَ اَبْنَاۤءَكُمْ وَيَسْتَحْيُوْنَ نِسَاۤءَكُمْۗ وَفِيْ ذٰلِكُمْ بَلَاۤءٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَظِيْمٌ

Artinya: “Dan (ingatlah wahai Bani Israil) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir‘aun) dan kaumnya, yang menyiksa kamu dengan siksaan yang sangat berat, mereka membunuh anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu”. (QS. Al-A’raf:141)

Lebih mengenaskan lagi kaum wanita bangsa Arab pada masa Jahuliyah, anak laki-laki tidak merasa risih menikahi mantan iistri bapaknya seperti telah disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّه كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًاۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh. (QS. An-Nisa:22)

Pada masa jahiliyah bangsa Arab menganggap aib jika anak lahir perempuan sehingga tampak kebencian yang mendalam sebagaimana yang telah dikabarkan Allah dalam Firman-Nya Subhanahu Wata’ala:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

Artinya: “Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah”. (QS. An-Nahl: 58)

Firman Allah Subhanahu Wata’ala:

يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Artinya: “Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.(QS. An-Nahl:59)

Di samping itu, tidak sedikit seorang laki-laki menikah dengan banyak wanita tanpa memperhatikan keadilan dan keadaban, sehingga kaum wanita hidup sangat menderita dan teraniaya serta hanya menjadi pemuas hawa nafsu belaka.

Sangat memprihatinkan kagi, nasib kaum wanita dikalangan bangsa romawi, penganut Ahli Kitab. Dimana Kristen Khatholik melarang sebagian pemeluknya untuk menikah dan sebagian mereka ada yang di bolehkan menikah namun tidak boleh menjatuhkan talak.

Bahkan penganut Khatolik tidak boleh berpisah dengan pasangannya seberat apapun sebabnya. Pengkhianatan suami istri tidak bisa menjadi alasan untuk cerai. Andaikata harus putus hubungan, hanya dengan pisah ranjang, sementara ikatan pernikahan masih tetap utuh secara hukum agama. Dalam proses pisah ranjang keduanya tidak boleh menikah dengan orang lain, karema hal itu  yang termasuk poligami  sedangkan kristen melarang poligami.

Lebih utama lagi kaum wanita Persia sebagaimana yang dikatakan Imam Sahrastani bahwa Mazdak menjadikan semua wanita dan harta kekayaan halal bagi siapa saja, bahkan setiap orang bisa saling berserikat dan menikmati sebagaimana hukum air, rumput dan api.

Begitu pula yang terjadi di India, di antara mereka mempermalukan kaum wanita seperti budak. Bahkan sebagian kaum laki-laki  mengadakan taruhan dengan istri-istri mereka yang akhirnya lepas ke tangan orang lain dan lebih parah lagi terkadang satu wanita memiliki sejumlah suami.

Kedudukan Wanita Pasca Islam

Setelah Islam datang, seluruh bentuk penindasan terhadap kaum wanita dihapus dam kaum wanita di beri hak hidup terhormat dan bermartabat, sehingga kedudukan kaum wanita mulia. Seorang ibu, memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Sebagaimana dikabarkan Rasulullah bahwa seorang laki-laki datang menemui rasulullah dan bertanya:

“Wahai Rasulullah , siapakah orang yang paling saya perlakukan dengan baik?” Nabi menjawab. “Ibumu.” “kemudian siapa?” Tanyanya lagi, Nabi menjawab “Ibumu.” “Kemudian siapa lagi?” Tanyanya lagi. Nabi menjawab “Ibumu.” Kemudian siapa lagi? Tanyanya lagi. Baru beliau menjawab, “Bapakmu.” (HR. Muslim)

Orangtua terutama ibu menjadi pembuka surga paling bagus bagi setiap anak, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya “Orangtua itu adalah pintu surga yang paling bagus, jika kamuu mau, silakan kamu sia-siakan pintu itu atau jagalah itu”. (HR.Tarmidzi)

Allah menyatakan haram menjadikan wanita sebagai bagian dari harta warisan, bahkan Islam telah menjadikan kaum wanita sebagai makhluk merdeka, bbukan diwariskan namun justru mewarisi harta kerabatnya, sebagaimana firman Allah:

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَه وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّه وَلَدٌ وَّوَرِثَه اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَه اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. (QS. An-Nisa: 11)

Disamping itu, wanita juga memilki hak atas suaminya. Sehingga ia juga berhak atas segala kebaikan dari sang suami, baik dalam masalah hak nafkah, hak jasmani mapun rohani. Karena itu, seorang suami tidak boleh menelantarkan hak-hak mereka, karena Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًا ۗوَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”. (QS. Al-Baqarah:228)

Maka menjadi sangat jelas apa yang telah diwasiatkan Rasulullah kepada sahabtya, Abdullah bin Amr bin Ash rhadiyyallahuanha, “sesungguhnya istrimu memiliki hak atasmu”. (HR. Imam Bukhori)

Keindahan Islam melarang kaum wanita dan Allah menyuruh setiap kaum laki-laki agar mempergauli istri-istri mereka secara baik, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (QS. An-Nisa:19)

Oleh sebab itu, seorang laki-laki yang menikahi wanita lebih dari satu harus berlaku adil dalam meladeni istri-istrinya seperti makanan, pakaian tempat, giliran, dan kebutuhan dan pelayanan yang bersifat lahiriyah sehingga Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat  tertentu. Semoga artikel ini bermanfaat untuk para pembacanya, Aamiin.

 

Bersambung…

 

Diringkas dari buku: Kriteria Busana Muslimah, pustaka Imam Asy-Syafi’i 2017

Ditulis oleh: Dea Arista (pengajar Pondok pesantren Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.