Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Kedudukan Birrul Walidain dalam Syariat Islam

birrul walidain dalam syariat islam

Kedudukan Birrul Walidain dalam Syariat Islam – Birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Dalam Al-Qur’an, setelah Allah Tabaroka wa Ta’ala memerintahkan kepada manusia untuk bertauhid kepada-Nya, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang tuanya.

Di dalam surat Al-Isra Ayat 23 dan 24, Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman:

وقضى ربك ألا تعبدوا إلا اياه وبالولدين احسان اما يبلغن عندك الكبير أحد هما أو كلاهما فلا تقل لهما أف ولا تنهرهما وقل لهما قولا كريما

Artinya: ”Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah Kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS Al-Isra'[17]: 23)

Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman:

واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما ربيانى صغيرا

Artinya: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Rabbku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al-Isra'[17]: 24)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan pada saat menafsirkan ayat tersebut :

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman seraya memerintahkan kepada hamba-nya agar beribadah hanya kepada-nya saja, tidak ada sekutu baginya. Kata ”al-Qadha” di dalam ayat ini bermakna perintah. Mengenai ayat (وقضى) ”Dan Rabbmu telah memerintahkan,” Mujahid berkata: ” Maksudnya mewasiatkan.” karena itulah Allah ‘Azza wa Jalla menggandengkan beribadah kepada nya dengan berbakti kepada kedua orang tua. Dan mengenai firman-nya ini: (و بالوالدين احسان) ”Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu bapak,” Maksudnya, dan Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan hamba-nya supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tua, hal tersebut sebagaimana firman-nya di dalam ayat yang lain: (ان اشكر لى والولديك إلى المصير) ”Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS Al-Luqman [31]:14). Kemudian mengenai firman-nya: إما يبلغن عندك الكبر أحد هما أو كلاهما فلا تقل لهما أف) ”jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya telah sampai berusia lanjut dalam pemeliharaan engkau maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ah’. ”Maksudnya adalah, janganlah engkau memperdengarkan kepada kedua orang tuanya perkataan yang buruk, bahkan sampai perkataan ‘ah ‘sekalipun yang merupakan tingkatan paling rendah dari perkataan yang buruk. Firman-nya: (ولا تنهرهما) ”Dan janganlah engkau membentak keduanya,” Atha bin Abi Rabbah Radhiyallahu Anhu berkata: ”Maksudnya, janganlah engkau mengibaskan tanganmu kepada keduanya.”

Setelah Allah ‘Azza wa Jalla melarang hamba-nya dari perkataan yang buruk, selanjutnya Dia memerintahkan hamba-nya agar berkata dan berbuat baik. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (وكل لهما قولا كريما) ”Dan ucapkanlah Kepada keduanya perkataan yang baik.” Maksudnya, ucapkanlah dengan lemah lembut, baik, indah, dengan penuh adab, penghormatan, dan pemuliaan. (واخفض لهما جناح الذل من الرحمة) ”Dan Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang.” Maksudnya tawadhu’lah dengan perbuatanmu kepada keduanya.” (وقل رب ارحمهما) ”Dan ucapkanlah: ‘wahai Rabb Ku! Sayangilah keduanya.” Yaitu, pada saat keduanya telah berusia lanjut dan setelah keduanya meninggal dunia. (كما ربيانى صغيرا) ”Sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”

Perintah untuk berbakti kepada orang tua terdapat dalam ayat yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

واعبد و الله ولا تشركوا به شيئا وبالوالدين احسانا وبذي القربى واليتمى والمسكين والجار ذى القربى والجار الجنب والصاحب بالجنب وابن السبيل و ما ملكت أيمانكم إن الله لا يحب من كان مختالا فخوراً

Artinya: ”Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua,karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. AN-Nisa [4]: 36)

Para ulama terdahulu telah membahas tema kitab ini, yaitu Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) dalam kitab-kitab mereka. Bahkan di kitab-kitab hadits, dicantumkan hadits-hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang menjelaskan mengenai wajibnya berbakti kepada kedua orang tua, dan haramnya durhaka kepada mereka; seperti dalam shahih al-Bukhari, shahih Muslim, dan kitab-kitab hadits lainnya di dalam bahasan ”Berbakti kepada kedua orang tua dan ancaman terhadap anak yang durhaka kepada kedua orang tua. ” Sebagaimana hadits-hadits tersebut penulis cantumkan di dalam buku ini.

Pengertian Berbuat Baik (Ihsan) Dan Durhaka (‘uquq) Kepada Orang Tua

Menurut lughoh (bahasa), al-ihsan berasal dari kata Ahsana (احسن)-yuhsinu (يحسن)- ihsanan (احسانا), yang berarti berbuat baik.

Adapun maksud ihsan dalam tema bahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu diri kita, dan jika memungkinkan kita mencegah gangguan terhadap keduanya. Menurut Imam Ibnu Athiyyah rahimahullah, kita wajib mentaati kedua orang tua dalam hal-hal yang mubah, harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya, dan menjauhi apa-apa yang dilarang.

Uquq (عقوق) secara bahasa artinya adalah memotong (seperti halnya ‘aqiqah yang berarti memotong kambing). Sedangkan makna ‘Uququl walidain (عقوق الوالدين) adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak Terhadap kedua orang tuanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan dari seorang anak kepada kedua orang tuanya yang berupa perkataan yaitu dengan mengatakan ‘ah’ atau ‘cis’, berkata dengan kalimat yang keras dan kasar maupun menyakitkan hati kedua orang tua, menggertak, menghardik, mencaci maki, melaknat dan yang lainnya.

Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar; seperti menghentakkan kaki ke lantai, atau memukul pintu dengan tangan, atau menendang tembok, pintu, dan yang lainnya dengan kaki, apabila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya.

Dan termasuk durhaka kepada orang tua yaitu membencinya, tidak memedulikannya, bahkan tidak berkunjung atau menjenguknya, dan tidak bersilaturahmi atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

Ayat yang Mewajibkan Berbakti dan Mengharamkan Durhaka Kepada Orang Tua

Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan seorang anak berbakti kepada kedua orang tuanya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala:

وقضى ربك ألا تعبدوا إلا اياه وبالولدين احسانا اما يبلغن عندك الكبير أحد هما أو كلاهما فلا تقل لهما أف ولا تنهرهما وقل لهما قولا كريما ٢٣ واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما ربيانى صغيرا

Artinya: ”Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah Kepada keduanya perkataan yang baik. Dan Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Rabbku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”  (QS. Al-Isra’ [17]: 23-24)

Dan Firman-Nya :

واعبد و الله ولا تشركوا به شيئا وبالولدين احسانا

Artinya: ”Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua….” (QS. AN-Nisa [4]: 36)

ووصينا الانسان بولدين حملته أمه، وهنا على وهن وفصله، فى عامين ان اشكر لى ولولديك إلي المصير ١٤ وإن جحداك على أن تشرك بى ما ليس لك به، علم فلا تطعهما و صاحبحما في الدنيا معروفا والتبع سبيل من اناب إلى ثم إلى مرجعكم فانبعكم بما كنتم تعملون

Artinya: ”Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepadaku tempat kembalimu, maka akan aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. Luqman [31]: 14-15)

Adapun berbakti dan taat kepada orang tua terbatas hanya dalam perkara yang ma’ruf (perbuatan baik) saja. Sedangkan jika orang tua menyuruh kepada kekafiran, atau kesyirikan, maka tidak boleh taat kepada keduanya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

ووصينا الانسان بولديه حسنا وان جحداك لتشرك بى ما ليس لك به، علم فلا تطعهما

Artinya: ”Dan kami mewajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka jangan engkau patuhi keduanya.…” (QS. Al-Ankabut [29]: 8)

 

Dan, Firman-Nya:

ووصينا الانسان بولديه احسانا، حملته امه، كرها ووضعته كرها وحمله، وفصله، ثلثون شهرا حتى اذا بلغ اشده، وبلغ اربعين سنة قال رب اوزعنى أن اشكر نعمتك التي انعمت على و على ولدي وأن أعمل صالحا ترضه واصلح لى فى ذريتى انى تبت إليك واني من المسلمين ١٥ أولئك الذين نتقبل عنهم أحسن ما عملوا ونتجاوز عن سيئاتهم فى اصحب الجنة وعد الصدق الذي كانوا يوعدون

Artinya: ”Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa: ‘ya Rabbku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmatmu yang telah engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang engkau ridhoi; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat Kepada engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim. ‘ Mereka itulah orang-orang yang kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan dan (orang-orang) yang kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni surga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”(QS. Al-Ahqaf [46]: 15-16)

Sedangkan tentang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: ”Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya: ‘Ah.’ Apakah kamu berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan (dari kubur), padahal beberapa umat sebelumku telah berlalu? Lalu kedua orang tuanya itu memohon pertolongan kepada Allah (seraya berkata): ‘celakalah kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah itu benar.’ Lalu dia (anak itu) berkata: ‘ini hanyalah dongeng orang-orang dahulu.’ mereka itu orang-orang yang telah pasti terkena ketetapan (azab) bersama umat-umat terdahulu sebelum mereka, dari (golongan) jin dan manusia. Mereka adalah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 17-18)

Allah Tabaraka wa Ta’ala memerintahkan kepada manusia untuk memberikan nafkah kepada orang tua. Setiap anak wajib menafkahi orang tuanya jika orang tuanya tidak mampu. Menafkahi orang tua wajib didahulukan atas sanak kerabat, anak yatim, orang miskin dan lainnya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: ”mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah: ‘Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.’ Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al- Baqarah [2]: 21)

Ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang wajibnya berbakti kepada kedua orang tua dan bersyukur kepada keduanya serta disebutkan juga tentang larangan mengikuti kedua orang tua apabila keduanya mengajak kepada kesyirikan.

Marilah kita selalu menjaga sikap Ihsan (kebaikan) kepada kedua orang tua dan jangan sampai terjerumus dalam dosa besar akibat bersifat ‘Uquq (durhaka) kepada keduanya. Barakallahu fiikum.

 

REFERENSI:

Diringkas oleh : Atina Hasanah (Khidmah Ponpes Darussalam Tanjung Telang)

Ditulis oleh : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Sumber : Buku Birrul walidain/Edisi 02 Jumadil akhir 1437 H/ April 2016 M

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.