Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Memahami Takdir Secara Adil

memahami takdir secara adil

Memahami Takdir Secara Adil – Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam,shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad bin Abdullah yang tiada nabi setelahnya, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang baik hingga akhir zaman.

Bagi sebagian orang, memahami masalah takdir tidaklah mudah. Buktinya, dalam hal ini banyak di antara kaum muslimin yang terjebak pada salah satu diantara dua kutub kesesatan yang saling berlawanan.

Pertama, kesesatan jabariyah. Yaitu golongan yang berlebihan dalam masalah takdir hingga menganggap bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan tidak memiliki pilihan untuk berbuat. Semua serba dipaksa oleh Allah, laksana gerakan getar tubuh yang tidak dapat dikendalikan oleh pemiliknya.

Kedua, kesesatan Qodariyyah. Yaitu golongan yang berlebihan menolak tak terhingga semua kegiatan manusia tidak dicampuri oleh Allah dan kehendaknya.

Mengapa demikian tanda tanya sebab dalam memahami takdir, sebagian orang lebih banyak berpijak pada asas logika. Padahal masalah takdir termasuk perkara ghaib yang tidak akan dapat dijangkau detail-detailnya hanya berdasarkan logika. Bukan wilayah logika untuk memahami takdir dengan tuntas. Ia harus dipahami berdasarkan Wahyu dan keimanan. Ketika takdir sudah terjadi pun, kadang orang tidak mampu menangkap hikmah yang terkandung dibalik nya.

Yang pasti, takdir Allah harus diimani sebagaimana orang mengimani ketetapan syariat syariat Nya. Keduanya merupakan ketetapan Allah. Ketika orang menjalankan ketetapan ketetapan syariat Allah dan mengimaninya, misalnya syariat sholat, orang juga harus mengimani ketetapan takdir Allah, misalnya takdir hidup dan mati, laki-laki, perempuan, sakit, miskin dan takdir takdir lainnya. Karena semuanya berasal dari Allah, pencipta alam semesta dan penetapan syariat bagi sekalian hambanya. Iman kepada takdir merupakan salah satu rukun dan asas keimanan diantara rukun iman yang enam. “Barangsiapa yang mengingkari takdir, maka bukankah ia merupakan mukmin yang sesungguhnya.”

Rasulullah ketika ditanya oleh malaikat jibril tentang iman, beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

أن تؤمن با الله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن با لقدر خيره وشره

Artinya: “Iman ialah jika engkau beriman kepada Allah, para malaikatnya, kitab-kitab-nya, para rasul-nya, hari akhirat dan jika engkau beriman kepada takdir, baiknya dan buruknya. (HR. Muslim)

Jadi orang yang beriman adalah orang yang beriman kepada takdir, dan beriman kepada rukun rukun iman lainnya. Sebab, takdir merupakan kekuasaan, kewenangan dan bisa dipisahkan dengan iman kepada Allah dan kepada rukun-rukun iman yang lain. Semua saling terkait. Maka orang yang beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat Nya, para rasul-nya, kitab-kitab-nya dan hari akhir, harus pula beriman kepada takdir.

Sebagaimana halnya nama dan sifat-sifat Allah serta masalah ghaib lainnya, takdir juga merupakan masalah yang diluar jangkauan akal manusia. Maka kebenaran dalam memahami takdir harus sesuai dengan petunjuk Wahyu yang datangnya dari Allah, dzat yang maha menentukan takdir bagi segala sesuatu. Bukan dengan petunjuk logika atau perasaan orang yang serba terbatas.

Sama halnya ketika orang mengimani Allah, nama-nama dan sifatnya pun, harus berdasarkan Wahyu. Demikian pula ketika orang menjalankan dan mengimani syariat, juga harus sesuai dengan petunjuk Wahyu. Dan di antara wahyu Allah adalah sunnah Rasulullah, sebab beliau adalah utusannya yang dipercaya untuk menerima dan menyampaikan wahyunya, baik berupa Alquran maupun sunnah.

Dalam hal ini Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

ألا و إني أوتيت القرآن و مثله معه

Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi wahyu Alquran, dan yang semisal Alquran atau sunnah didatangkan bersamanya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Hadits ini menunjukkan bahwa ada wahyu lain yang datang bersama al-quran, yaitu sunah Nabi.

URUTAN-URUTAN MENGIMANI TAKDIR

Supaya seorang muslim bisa benar dalam memahami dan mengimani takdir, maka ia harus memahami dan mengimani 4 peringkat atau perkara takdir secara benar, seperti dinyatakan oleh para ulama.

Imam Ibnu al-qayyim dalam kitab-nya, syifaul alil, menyatakan, “bab 10 tentang peringkat-peringkat Qadha dan Qadar. Barangsiapa tidak mengimani peringkat-peringkat ini berarti ia belum beriman kepada Qadha dan Qodar.

Di bawahnya beliau menjelaskan peringkat-peringkat tersebut, beliau katakan: peringkat takdir ada empat:

Pertama, mengimani bahwa Allah mengetahui segala sesuatu sebelum kejadiannya.

Kedua, mengimani bahwa Allah menuliskan segala sesuatu itu di ( lauhul mahfuzh) Sebelum kejadiannya.

Ketiga, mengimani bahwa Allah maha menghendaki kejadian segala sesuatu itu.

Keempat, mengimani bahwa Allah pasti menciptakan dan mengadakan segala sesuatu yang telah dikehendakinya itu.

Itulah 4 peringkat atau 4 perkara yang hakikatnya nya merupakan takdir itu sendiri. Artinya, ketetapan takdir Allah pada hakekatnya tidak lepas dari ilmu pengetahuan Allah terhadap segala sesuatu semenjak segala sesuatu itu belum ada, kemudian apa yang diketahuinya ini dituliskan di lauhul Mahfudz selanjutnya apa yang diketahui dan dituliskan ya itu pasti dikehendaki terjadinya oleh Allah dan titik terakhir, Allah pasti menciptakan dan mengadakan apa yang telah diketahui dan dihendaki nya itu.

Takdir baik ataupun buruk, iman atau kufur, semuanya merupakan takdir Allah. Sebab Allah sudah mengetahui sebelumnya bahwa itu akan terjadi dan sudah dituliskan nya di lauh Mahfudz. Dengan demikian, maka pasti Allah menghendaki terjadinya, dan jika Allah menghendaki, pasti Allah akan mengadakan nya.

Tidak mungkin Allah menghendaki suatu kejadian sedangkan sebelumnya Allah tidak tahu. Atau mengetahui bahwa sesuatu akan terjadi, tetapi kemudian Allah menghendaki lain. Misalnya, seseorang yang sudah diketahui Allah bahwa ia akan mati kafir, maka tidak mungkin Allah menghendaki agar ia tidak mati dalam keadaan kafir. Sebab antara ilmu dan kehendaknya tidak mungkin saling berlawanan, tidak mungkin apa yang diketahuinya bertentangan dengan apa yang dikehendakinya. Maha suci Allah dari hal-hal yang demikian. Tidak mungkin dalam wilayah kekuasaannya terjadi sesuatu yang diluar kehendak Nya.

Tetapi perlu dipahami bahwa sesuatu yang dikehendaki Allah tidak selalu identik dengan sesuatu yang disukai dan dicintainya. Tidak setiap yang Allah kehendaki terjadi, pasti Allah sukai. Misalnya homoseksual terjadi dengan kehendak Allah, tetapi Allah tidak menyukai kemaksiatan itu.

Fakta semacam ini banyak sekali contohnya. Itulah yang disebut dengan iradah kauniyah, kehendak Allah yang bersifat takdir. Salah satu contohnya adalah pencurian pencurian tidak akan terjadi tanpa kehendak kauniyah adalah. Buktinya, banyak pencurian yang gagal, meskipun sudah perhitungan dengan super teliti. Sebab, malah tidak menghendaki pencurian itu terjadi

Makalah, terjadinya pencurian adalah karena kehendak Alloh, tetapi apakah lantas berarti pencuri itu diridai oleh Allah ? Tentu tidak. Jadi, tidak setiap yang Allah kehendaki terjadi pasti Allah sukai.

4 peringkat itu sangat banyak darinya, baik dari Alquran maupun sunnah yang shahih. Dan bahkan merupakan kesepakatan seluruh para nabi Allah dan kitab-kitabnya.

Oleh sebab itu, berkaitan dengan 4 peringkat takdir tersebut, imam Ibnu al-qayyim selanjutnya menjelaskan, ringkasnya antara lain sebagai berikut:

“Adapun yang pertama, yaitu bahwa Allah sudah terlebih dahulu mengetahui segala sesuatu sebelum segala sesuatu itu terjadi. Ini sudah menjadi kesepakatan seluruh Rasul Allah dan aku mah mulai dari rasulullah yang pertama hingga Rasulullah penutup. Demikian pula telah menjadi kesepakatan 10 sahabat nabi serta umat Islam sesudahnya yang mengikuti jejak mereka. Yang menyelisihi kesepakatan mereka adalah golongan majusinya umat Islam ini. Dan penulisan segala sesuatu di lauh Mahfudz sebelum kejadiannya, membuktikan bahwa Allah sudah mengetahui segala sesuatu itu sebelum kejadiannya”.

Beliau juga mengatakan hal yang sama tentang peringkat kedua, ketiga dan keempat, tentang penulisan takdir segala sesuatu di lauh Mahfudz, tentang kehendak Allah bagi terjadinya segala sesuatu yang tentang penciptaan segala sesuatu yang dikehendakinya. Bahwa hal itu semua juga sudah merupakan kesepakatan seluruh Rasul Allah dan kesepakatan semua kitabnya yang diturunkan kepada para rasulnya.

Di antara dalil dalilnya yang sangat banyak antara lain firman Allah Subhanahu Wata’ala:

إن الله عنده علم الساعة وينزل الغيث ويعمل ما في الأرحام وما تدرى نفس ماذا تكسب غدا وما تدري نفس باي أرض تموت إن الله عليم خبير

Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisinya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan dialah yang menurunkan hujan ( yang mengandung berkah), dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa hasil yang diusahakannya besok, Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah maha mengetahui, maha mengenal”. (QS. Luqman/ 31: 34)

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

مفاتيح الغيب خمس لايعلمها إلا الله لا يعلم ما في غد إلا الله ، ولا يعلم ما تغيض إلا رخام إلا الله ، و لا يعلم متى ياتي المطر أحد إلا الله ولا تدري نفس باي أرض تموت ولا يعلم متى تقوم الساعة إلا الله

Artinya: “Kunci perkara way pak ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah: tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi esok kecuali Allah, tidak ada yang mengetahui apa yang berkurang dari rahim kecuali Allah, tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan hujan datang kecuali Allah, tidak ada seorangpun yang mengetahui di bumi mana ia mati, dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah.(HR. Bukhari dan lainnya)

HIKMAH BERIMAN KEPADA TAKDIR

Banyak hikmah yang terkandung dalam beriman kepada takdir, diantaranya bahwa, beriman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Di samping itu juga merupakan sempurnanya keyakinan seseorang terhadap tauhid rububiyah Allah. Kemudian, dengan beriman kepada takdir, akan terwujud tawakal yang benar kepada Allah tanpa mengabaikan usaha-usaha. Pun orang akan merasa tenang dalam kehidupannya karena memahami bahwa apa menimpanya Pasti memang harus menyimpannya, dan apa yang tidak akan menimpanya pasti tidak akan menimpanya.

Dengan beriman kepada takdir, orang juga tidak akan membanggakan diri sendiri ketika berhasil memperoleh sesuatu yang diinginkannya, dan tidak akan merasa sangat sedih ketika gagal memperolehnya. Sebab yang memahami bahwa kesuksesan yang memperoleh sesuatu yang diinginkannya, dan tidak akan merasa sangat sedih ketika gagal memperolehnya. Sebab ia memahami bahwa kesuksesannya memperoleh suatu tidak lain kecuali karena ketetapan takdir dari Allah sehingga. Sedangkan usaha yang ia lakukan hingga berhasil mendapatkan sesuatu, bukan lain karena usaha itu merupakan sebab yang dimudahkan oleh Allah baginya. Adapun ketika gagal memperoleh sesuatu, ia pun memahami bahwa itu adalah ketetapan Allah, sehingga ia menerimanya.

Demikian artikel ini saya buat. Semoga kita semua dapat mengambil faedah dan manfaat dari tulisan ini.  ada kesalahan ana mohon maaf dan kepada Allah  ana mohon ampun dan bertaubat. Karena ana hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafApabilaan serta bukan manusia yang sempurna.

 

Referensi :

Oleh: ustadz Ahmad Faiz Asifuddin, majalah As-Sunnah , No 06/THN.XVI Oktober 2012 M

Diringkas oleh : Atsiilah AdridSaputri, Ustadzah Pengabdian Ponpes DQH

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.