Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Larangan Mengungkit Kebaikan

larangan-mengungkit-kebaikan

Seseorang yang mengungkit-ungkit sedekah nya disebut juga “Al-Mannan”, maka dari itu ketika ia memberikan sesuatu kepada seseorang, lalu ia akan menyebut-nyebutnya. Adapun jika seseorang mengungkit-ungkit pemberian kepada orang (yang di beri), maka hal itu dapat menghilangkan keikhlasan, dan bisa menjadikan amalan tersebut sia-sia.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

{الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ} [البقرة: 262]

Artinya:

Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya ( / mengingkit-ngungkitnya) dan menyakiti perasaan si penerima, maka mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan, Tidak ada tarasa takut kepada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah (262))

Ayat diatas menjelaskan jika seseorang suka menyebut-nyebut sedekahnya, maka pahala sedekahnya akan hancur, ia tidak akan menerima pahala dari sedekahnya dan perbuatannya termasuk dosa besar.

Dalam Ayat yang lain:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya’ (pamer) kepada manusia..” (QS. Al-Baqarah: 264)

Didalam hadits shahih disebutkan, Dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

«ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ» فَقُلْتُ: مَنْ هُمْ؟ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَدْ خَابُوا وَخَسِرُوا، قَالَ: «الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ، وَالْمَنَّانُ عَطَاءَهُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ»

Artinya:

Ada tiga golongan manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiyamat kelak, tidak akan diperhatikan dan tidak akan disucikan dosa-dosa mereka dan mereka akan menerima adzab yang pedih. Lalu saya (Abu Dzar) bertanya: siapa saja itu Wahai Rasulullah ! Sungguh golongan itu termasuk celaka dan merugi. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Yaitu orang yang memanjangkan pakaiannya melebihi mata kaki, orang yang selalu mengungkit-ungkit kebaikannya, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (Shahih HR Ibnu Majah dalam Sunannya (2208), Lihat: Irwa’ul Ghalil (3/417))

Dalam hadits yang lain, Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata: Dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

لَا يدْخل الْجنَّة مدمن خمر وَلَا عَاق وَلَا منان

Artinya:

Tidak akan masuk surga orang yang pecandu minuman keras, orang yang durhaka kepada kedua orang tua, dan orang yang mengungkit-ungkit pemberian.” (HR Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (5/74), Al-Haitami dalam Az-Zawajir An Iqtirofil Kaba’ir (2/110) berkata: Perowinya tsiqot).

Begitu pula dalam hadits lain, Dari Abu Umamah Al-Bahili Radhiyallahu Anhu berkata, Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ لَهُمْ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا: عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالْقَدَرِ “.

Artinya:

Ada tiga golongan manusia yang tidak akan Allah terima amalan wajib dan amalan sunnah mereka, yaitu orang yang durhaka kepada kedua orang tua, orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikan, dan orang yang mendustakan takdir.” (Hasan, HR Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (1/142), Lihat: As-Shahihah (1785), Shahihul Jami’ (3065))

SYARAH:

Syeikh Utsaimin Rahimahullah berkata: Hal ini dikarenakan jika ada seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain , jika dalam bentuk sedekah, maka ikhlaskanlah karena Allah, dan jika bentuknya kebaikan maka kebaikan adalah sesuatu yang memang harus dilakukan. Jika demikian adanya, maka ia tidak boleh menyebut-nyebut sedekahnya seperti dengan mengatakan : Aku telah memberimu sesuatu ! Aku telah memberimu sesuatu barang ! Di ucapkannya secara langsung didepannya maupun secara tidak langsung. Contohnya ia mengatakan didepan orang lain; Aku telah memberi si fulan sebuah barang ! Dengan maksud untuk menyebut-nyebut pemberiannya atau sedekahnya.” (Syarh Riyadhus Shalihin, hal. 278)

Perkataan Salaf tentang larangan mengungkit-ungkit pemberian;

  1. Apa yang pernah di jumpai oleh Ibnu Sirin

وَسَمِعَ ابْنُ سِيرِينَ رَجُلًا يَقُولُ لِرَجُلٍ: فَعَلْتُ إلَيْك وَفَعَلْتُ. فَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ: اُسْكُتْ فَلَا خَيْرَ فِي الْمَعْرُوفِ إذَا أُحْصِيَ.

Terjemahannya:

Ibnu Sirin Rahimahullah pernah mendengar seorang laki-laki, yang berkata kepada kepada laki-laki lain: “Saya ini telah berbuat kepadamu ini, dan itu”. (maksudnya mengungkit-ungkit kebaikannya), Maka Ibnu Sirin berkata (dengan teguran): “Diamlah ! Tiada kebaikan pada perbuatan yang baik (ya’ni sebuah pemberian) jika di hitung-hitungnya.” (Adabud Dun-ya Wad Din, Al-Mawardi (1/204))

  1. Perkataan Ibnu Baththal

قَالَ ابْن بطال: الامتنان مُبْطل لأجر الصَّدَقَة

Terjemahannya:

Ibnu Baththal Rahimahullah berkata: Mengungkit-ungkit pemberian bisa menghilangkan pahala sedekah” (Umdatul Qori (8/297))

  1. Perkataan Imam Al-Qurtubi

وَقَالَ الْقُرْطُبِيّ: لَا يكون الْمَنّ غَالِبا إلاَّ عَن الْبُخْل وَالْكبر وَالْعجب ونسيان منَّة الله تَعَالَى فِيمَا أنعم الله عَلَيْهِ

Terjemahannya:

Imam Al-Qurtubi Rahimahullah berkata: “Secara umum, tidaklah ucapan ‘’mengungkit-ungkit pemberian’’ Itu hinggap kepada (seseorang) yang memiliki sifat Bakhil, sombong, Ujub, lupa kenikmatan yang diberikan oleh Allah.” (Umdatul Qori (8/297))

  1. Sebagian Ulama’ Salaf

الْمَنُّ مَفْسَدَةُ الصَّنِيعَةِ. وَقَيل: مَنْ مَنَّ بِمَعْرُوفِهِ أَسْقَطَ شُكْرِهِ، وَمَنْ أُعْجِبَ بِعَمَلِهِ أُحْبِطَ أَجْرُهُ.

Terjemahannya:

“Mengungkit-ungkit pemberian bisa merusak pelakunya, Sebagian yang lain mengatakan: “Siapa yang mengungkit-ungkit kebaikannya maka hilanglah rasa syukurnya, dan barangsiapa takjub / heran terhadap amal (shalih) nya, maka hilanglah pahalanya.” .” (Adabud Dun-ya Wad Din, Al-Mawardi (1/204))

Maroji’:

  • Umdatul Qori, Karya Badruddin Al-Aini
  • Adabud Dun-ya Waddin, Karya Al-Mawardi
  • Syarah Riyadhus Shalihin, Ibnu Utsaimin
  • Az-Zawajir An Iqtirofil Kaba’ir, Al-Haitami, dll

Penulis: Lilik Ibadurrahman, S.Ud

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.