KEUTAMAAN BAGI PARA PEMILIK ILMU

Pemilik Ilmu

KEUTAMAAN BAGI PARA PEMILIK ILMU (part 1) – Allah telah memuji ilmu dan pemiliknya serta mendorong hamba-hambanya untuk berilmu dan membekali diri denganNya. Demikian sunnah nabi yang suci.

Ilmu adalah amal shalih yang paling utama dan ibadah yang paling mulia serta yang paling mulia di antara ibadah-ibadah sunnah, karena ilmu termasuk jenis jihad di jalan Allah karena sesungguhnya agama Allah hanya akan tegak dengan dua hal :

Pertama: dengan ilmu dan penjelasan .

Kedua: dengan perang dan senjata

Kedua hal ini merupakan keharusan. Agama ini tidak mungkin tegak dan menang tanpa keduanya. Hal yang pertama harus lebih dipentingkan dari hal yang kedua. Oleh karena itu nabi tidak menyerang suatu kaum sebelum sampainya dakwah kepada mereka. Jadi, ilmu lebih di dahulukan dari pada perang.

Allah berfirman :

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya? (QS.Az-Zummar:9)

Kata tanya disini mesti memiliki lawan kata, sehingga artinya : ‘apakah orang yang beribadah sepanjang malam dan siang sama dengan orang yang keadaannya tidak demikian? ‘golongan kedua yang keutamaanya kurang adalah golongan yang tidak berilmu, maka apakah sama orang yang beribadah sepanjang malam sambil bersujud dan berdiri karena takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Allah dengan orang yang mengembangkan diri untuk melakukan ketaatan kepada Allah?

Jawabanya adalah, tidak sama. Lalu orang yang beribadah dengan mengharapkan pahala dari Allah dan takut akan akhirat apakah ibadahnya ini berdasarkan ilmu atau kebodohan? Jawabanya adalah, berdasarkan ilmu. Oleh karena itu Allah berfirman,

قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون. إنما يتذكر أولوا الألباب

“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS.Az-Zummar:9)

Tidak sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu sebagaimana tidak sama orang yang hidup dengan orang yang mati, orang yang mendengar dengan orang yang tuli, dan orang yang melihat dengan orang yang buta. Ilmu adalah cahaya yang bisa dijadikan petunjuk oleh manusia sehingga mereka bisa keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Ilmu menjadi sebab diangkatnya derajat orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dari kalangan hamba-Nya,

يرفع الله الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. .(QS.Al-Mujaadilah:11)

oleh karena itu kita dapati bahwa ahli ilmu merupakan tumpuan, pujian, setiap kali nama mereka disebut, manusia selalu memujinya. Ini adalah pengangkatan derajat mereka di dunia. Adapun di akhirat, derajat mereka di angkat sesuai dengan dakwah kepada Allah dan amal dari ilmu yang mereka miliki.

Seorang hamba yang sejati adalah orang yang beribadah kepada Allah atas dasar ilmu dan telah jelasnya kebenaran baginya. Inilah jalan nabi.

Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS.Yusuf:108)

Seorang manusia yang bersuci dan dia mengetahui bahwa dia berada di atas cara bersuci yang sesuai dengan syari’at, apakah orang ini sama dengan orang yag bersuci hanya karena dia melihat cara bersuci ayahnya atau ibunya? Manakah yang lebih sempurna dalam melakukan ibadah diantara keduanya? Seorang yang bersuci karena dia mengetahui bahwa Allah memerintahkan utuk bersuci dan apa yang di lakukan merupakan cara bersuci Nabi,lalu dia bersuci karena melaksnakan perintah Allah dan mengikuti Sunnah Rosulullah, ataukah orang yang bersuci karena kebiasaan?

Jawabnya adalah, tidak diragukan lagi bahwa orang pertamalah ( lebih sempurna dalam) beribadah kepada Allah atas dasar ilmu.

Samakah kedua orang tadi? Sekalipun keduanya melakukan hal yang sama, akan tetapi orang yang pertama melakukannya berdasarkan ilmu dengan berharap kepada Allah dan takut kepada akhirat serta menyadari bahwa dia sedang mengikuti Rosul. Kita cukupkan dulu pembahasan pada point ini dan saya tanyakan: Apakah kita menyadari -ketika berwudhu’-bahwa kita sedang melaksanakan perintah Allah dalam firman-Nya:ۚ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS.Al-Maa-idah:6)

Apakah ketika berwudhu’ seseorang menyadari ayat ini dan dia berwudhu’ karena melaksanakan perintah Allah ?

Apakah diapun menyadari bahwa ini adalah cara berwudhu’ Rasulullah dan dia berwudhu karena mengikuti Rasulullah?

Jawabnya, Ya! Kenyataanya, diantara kita ada yang menyadari hal itu, oleh karena itu ketika mengerjakan ibadah, kita wajib meniatkanya untuk melaksanakan perintah Allah sehingga dengan hal itu tercapailah ikhlas. Kitapun mesti meniatkan untuk mengikuti Rasulullah dalam melakukan ibadah tersebut. Kita mengetahui bahwa diantara syarat wudhu’ adalah niat, akan tetapi niat ini terkadang dimaksudkan untuk beramal, dan inilah yang dibahas dalam bidang fiqih. Terkadang juga dimaksudkan meniatkan apa yang diamalkan, dan ketika itu kita harus memperhatikan perkara yang agung ini, yaitu kita menyadari bahwa kita beribadah dalam rangka melaksanakan perintah Allah agar keikhlasan dapat tercapai dan menyadari bahwa Rasulullah melakukan hal ini dan kitapun mengikutinya dalam hal ini agar sikap mutaba’ah ( mengikuti )pun tercapai, karena diantara syarat sah nya amalan adalah ikhlas dan mutaba’ah. Sehingga dengan kedua hal ini terealisasikanlah syahadat ( persaksian ) bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan sesungguhnya muhammad adalah Rasulullah.

Diantara keutaman ilmu yang terpenting adalah sebagai berikut:

  1. Ilmu adalah warisan para nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya para Nabi tidak

mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka

barang siapa yang telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” 

(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Para Nabi tidaklah mewariskan dirham ataupun dinar, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Maka barang siapa yang telah mengambil ilmu berarti dia telah mengambil yang banyak dari warisan para Nabi. Kita sekarang berada pada abad ke 15 hijriyyah, jika engkau adalah seorang ahli ilmu berarti engkau menerima warisan dari muhammad, dan ini adalah keutamaan yang paling besar.

 

  1. Ilmu itu abadi, sedangkan harta adalah fana (akan sirna)

Contohnya adalah Abu Hurairah, ia termasuk sahabat yang fakir sehingga ia sering terjatuh seperti pingsan karena menahan lapar. Namun nama Abu Hurairah selalu di sebut dikalangan manusia pada zaman kita sekarang, namanya banyak disebut sehingga Abu Hurairah mendapatkan pahala dari pemanfaatan hadist-hadistnya, karena ilmu akan abadi sedangkan harta akan rusak.  Maka bagi penuntut ilmu wajib memegang teguh ilmunya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah  bersabda,

“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu didoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631)

References from :

Buku Panduan Lengkap Menuntut Ilmu

Created By:

Muhammad bin shalih Al-Utsaimin

Edited by:

Hatta Yandika Putra

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.