Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Hukum Bersalaman Dan Bersentuhan Dengan Lawan Jenis

Hukum Bersalaman dan Menyentuh Lawan Jenis

Disusun oleh Ust. Azhar Robani

Kurangnya kaum muslimin di dalam belajar hukum-hukum agama yang disebabkan oleh terlalu sibuknya mereka dengan urusan-urusan dunia telah menyeret mereka kepada kondisi yang terpuruk dari nilai-nilai Islam yang mulia. Hal ini bisa dilihat secara jelas dari fenomena kehidupan yang terjadi. Di mana banyak perbuatan yang dilakukan telah menyimpang jauh dari agama Islam. Di antaranya, adalah masalah bersalaman dengan lawan jenis.

Bersalaman atau berjabat tangan dengan lawan jenis sudah menjadi kebiasaan yang tak asing lagi. Entah dilakukan antar kerabat, teman, patner kerja, siswa, guru atau guru dengan siswa, baik di dalam pesta, pertemuan, kantor, sekolah atau di mana saja. Terkadang mereka melakukan hal itu tanpa beban, bahkan menganggapnya suatu kebaikan. Padahal kacamata Islam memandang bersalaman dengan lawan jenis tanpa membedakan mahrom atau bukan suatu penyimpangan dan kemungkaran besar dalam agama Islam yang wajib dijauhi agar kita selamat dari fitnah dan kerusakan yang ditimbulkannya.

Pada edisi ini, kami paparkan hukum seputar bersalaman dengan lawan jenis yang disarikan dari fatwa-fatwa ulama Ahlussunnah wal Jama’ah. Disajikan dengan sistem pertanyaan agar lebih mudah untuk dicerna. Semoga bisa menjadi pengingat dan pembimbing kita ke jalan kebenaran.

  1. Apa hukum bersalaman antara laki-laki dengan wanita?

Bersalaman antara laki-laki dengan wanita hukumnya ada beberapa perincian. Jika wanita itu termasuk mahromnya seperti ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi (saudari ibu/ayah) atau istrinya, maka boleh saja. Tetapi jika bukan mahromnya maka tidak boleh. Karena dahulu ada seorang wanita yang mengulurkan tanganya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersalaman, maka beliau berkata:

إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ

Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita

Dan Aisyah radhiallahu anha berkata: “Demi Alloh, tangan Rosululloh tidak pernah menyentuh seorang wanita sama sekali. Tidaklah beliau membai’at kaum wanita melainkan dengan perkataan”.

Maka wanita tidak boleh bersalaman dengan laki-laki yang bukan mahromnya. Dan begitu pula laki-laki tidak boleh bersalaman dengan wanita yang bukan mahromnya berdasarkan dua hadits di atas. Juga karena tidak aman dari fitnah. (Lihat fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Fatawi al-Mar’atil Muslimah hal. 510)

 

  1. Bolehkah seorang laki-laki bersalaman dengan tunangannya?

Tidak boleh seorang laki-laki yang baru melamar atau setatusnya masih calon suami bersalaman dengan tunangannya karena statusnya masih orang lain (belum menjadi suami). Juga wanita tidak boleh menyentuh laki-laki ajnabi (bukan mahrom dan bukan suami) dan sebaliknya laki-laki tidak boleh menyentuh wanita ajnabiyah (bukan mahrom dan bukan istri). Ath-Thobroni rahimahullah meriwayatkan dengan sanad jayyid dari Ma’qil bin Yasar, dia berkata: Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

Pastilah seseorang kepalanya ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya dari pada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.

Disamping itu, dalam proses melamar atau bertunangan bersalaman bukan suatu syarat berbeda dengan pelaksanaan bai’at, dimana bersalaman merupakan sunah-sunah bai’at. Dahulu orang laki-laki datang untuk berbai’at kepada Nabi dengan bersalaman; sedangkan wanita ketika berbai’at kepada beliau tanpa bersalaman. Padahal beliau orang yang ma’shum (terpelihara) dari fitnah wanita dan bai’at membutuhkan bersalaman. Meskipun demikian beliau tidak bersalaman dengan wanita baik di dalam bai’at maupun selainnya, sebagaimana dalam perkataan Aisyah radiallahu anha dalam sebuah hadits shohih:

وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ لاَ فِيْ بَيْعَةٍ وَ لاَ فِيْ غَيْرِهَا

Demi Alloh, tangan Rosululloh tidak pernah menyentuh seorang wanita sama sekali, baik di dalam bai’at maupun selainnya. (Lihat fatwa Syaikh Muhammad bin Abdul Maqsud, Fatawi al-Mar’atil Muslimah hal. 510)

 

  1. Apa hukum bersalaman dengan nenek-nenek? Dan bagaimana jika bersalamannya dengan penghalang baju atau selainnya?

Tidak boleh bersalaman laki-laki dengan wanita yang bukan mahromnya secara mutlak, baik wanita tersebut masih muda atau sudah tua, baik yang bersalaman itu laki-laki yang masih muda atau sudah tua. Karena di dalam bersalaman tersebut terdapat bahaya fitnah pada masing-masing dari keduanya. Ada riwayat hadits shohih dari Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita”. Dan Aisyah radhiallahu anha berkata:

“Demi Alloh, tangan Rosululloh tidak pernah menyentuh seorang wanita sama sekali. Tidaklah beliau membai’at kaum wanita melainkan dengan perkataan”.

Juga tidak ada bedanya antara bersalaman dengan penghalang atau tidak dengan penghalang karena keumuman dalil-dalil dan untuk menutupi jalan menuju fitnah. (Lihat fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Fatawi al-Mar’atil Muslimah hal. 511)

 

  1. Apa hukum bersalaman antara pelajar putra dengan pelajar putri di sekolah? Dan apa yang harus dilakukan ketika diajak bersalaman oleh lawan jenis?

Tidak boleh belajar di sekolah dengan dicampur antara laki-laki dengan perempuan dalam satu tempat, satu sekolah atau satu kursi. Bahkan ini termasuk penyebab fitnah yang paling besar. Tidak boleh pelajar putra dan pelajar putri belajar dengan cara bercampur karena terdapat fitnah dan tidak boleh seorang muslim bersalaman dengan wanita ajnabiyah. Jika seseorang diajak bersalaman oleh lawan jenis hendaknya dia memberitahukan bahwasannya tidak boleh bersalaman antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahromnya. Karena terdapat riwayat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau berkata ketika membai’at wanita:

Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita”.

Dan Aisyah radhiallahu anha berkata:

“Demi Alloh, tangan Rosululloh tidak pernah menyentuh seorang wanita sama sekali. Tidaklah beliau membai’at kaum wanita melainkan dengan perkataan”.

Sedangkan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri teladan yang baik sebagaimana firman Alloh Ta’ala:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh. (QS. Al-Ahzab:21)

Di samping itu, bersalaman antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahromnya adalah sarana-sarana fitnah bagi keduanya, maka wajib ditinggalkan.

Adapun mengucapkan salam yang tidak mengandung fitnah dengan tanpa berjabat tangan, tanpa sesuatu yang meragukan, tanpa melembut-lembutkan ucapan, dengan berpakaian yang menutup aurat serta tidak bersepi-sepian, maka diperbolehkan. Alloh Ta’ala berfirman:

يَانِسَآءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفًا

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, (QS. Al-Ahzab:32)

Juga karena dahulu wanita-wanita pada zaman Nabi mengucapkan salam kepada beliau dan meminta fatwa kepadanya dalam perkara-perkara yang muskil. Seperti itu pula yang dilakukan wanita-wanita dahulu, mereka meminta fatwa kepada para sahabat Nabi dalam perkara-perkara yang muskil. (Lihat fatwa Lajnah Daimah, Fatawi al-Mar’atil Muslimah hal. 511)

  1. Apa hukum bersalaman dengan kerabat wanita seperti anak perempuan bibi atau paman?

Hal ini termasuk yang tidak boleh karena anak perempuan bibi dan paman bukanlah mahrom sehingga tidak boleh bersalaman dengannya. Dengan demikian masuk dalam larangan hadits riwayat Thobroni rahimahullah dengan sanad jayyid dari Ma’qil bin Yasar radhiallahu anhu:

Pastilah seseorang kepalanya ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya dari pada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.

(Lihat fatwa Syaikh Muhammad bin Maqsud, Fatawi al-Mar’atil Muslimah hal. 511)

 

  1. Berdosakah wanita yang memakai sarung tangan bersalaman dengan laki-laki?

Tidak boleh wanita bersalaman dengan laki-laki yang bukan mahromnya meskipun memakai sarung tangan, dari balik lengan baju atau dari balik kain jilbab. Semuanya termasuk bersalaman yang dilarang meskipun dengan penghalang (tidak menyentuh langsung). (Lihat fatwa Syaikh Abdulloh bin Jibrin, Fatawi al-Mar’atil Muslimah hal. 512-513)

 

  1. Bolehkah seorang laki-laki menyentuh bagian badan wanita yang bukan mahromnya?

Sebagian wanita kurang berhati-hati dengan menampakkan lengan tangannya kepada tukang emas yang lemah imannya untuk mengukur gelangnya, melepas perhiasan dari tangannya atau membantu memakai/melepas perhiasannya. Ini adalah perkara yang diharamkan. Oleh karena itu, tidak boleh seorang laki-laki menyentuh bagian badan wanita yang bukan mahromnya. Hal itu termasuk perbuatan kemaksiatan kepada Alloh dan Rosul-Nya. Laki-laki dan perempuan yang pernah melakukannya wajib bertaubat. Dari Ma’qil bin Yasar radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Pastilah seseorang kepalanya ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya dari pada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.

Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan bahwasanya tidak boleh bagi laki-laki menyentuh wanita yang bukan mahrom. Dan wanita yang disentuh, jika mau melakukannya, berarti telah berserikat dengan laki-laki tersebut dalam perbuatan dosa. Dan perlu dipahami bahwa bersentuhan badan dengan badan lebih kuat dalam memberikan kelezatan, menggerakan insting dan membangkitkan syahwat dari pada dengan melihat dengan mata. Maka dilarangnya hal ini di dalam Islam merupakan tindakan preventif (penjagaan) supaya manusia tidak jatuh ke dalam perbuatan keji yang merusak individu dan masyarakat, menghilangkan kehormatan dan kesucian serta mengantarkan kepada kebinasaan dan kehancuran. (Lihat fatwa Syaikh Abdulloh Al-Fauzan, Fatawi al-Mar’atil Muslimah hal. 513)

Setelah mengetahui hukum bersalaman dengan lawan jenis, marilah kita berusaha untuk menerapkannya pada diri kita dan mengajak keluarga serta saudara-sauadara kita, kaum muslimin untuk kembali mengkaji masalah ini dengan merujuk kepada sumbernya dengan mengikuti bimbingan ulama. Dengan mengkaji dan menghidupkan kembali ajaran Islam, insya Alloh, kita akan mendapatkan petunjuk dan kemuliaan. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.