
Empat Racun Hati – Hati adalah raja dan pemimpin bagi tubuh manusia. Hati memerintahkan anggota tubuh untuk melakukan suatu aktivitas yang diniatkan oleh hati. Anggota badan itu ibarat prajurit, sedangkan hati adalah rajanya. Di akhirat nanti, hati akan ditanya mengenai apa saja yang ia perintahkan kepada prajuritnya. Perkara hati sangat penting untuk dikaji dan diseriusi oleh orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah ‘Azza wa Jalla. Kita wajib mengetahui cara dalam pembenaran dan pelurusan hati.
Dari An Nu’man bin Basyir radhyiallahu ‘anhuma, Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَتَ الجَسَدُ كُلُّهُ. أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ
Artinya: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung). [1]
Barangsiapa yang ingin memiliki hati yang hidup serta keselamatan untuknya, maka hendaknya sering membersihkan hati tersebut dari pengaruh racun-racun hati yang membahayakan yang mampu mengotorinya. Apabila hati sudah terlanjur terkena racun lalu kotor, hendaklah segera bertaubat, beristighfar, dan mengerjakan amal shalih untuk mengikis kotoran tersebut. Penulis mengutip dari buku Tazkiyatun Nafs karya Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dan Imam Al-Ghazali terkait dengan racun hati. Mereka menuturkan bahwa terdapat empat racun hati yang perlu diwaspadai oleh manusia. Empat racun yang dimaksud yakni, banyak bicara, banyak makan, banyak memandang, dan banyak bergaul.
- Banyak Bicara
Semua yang keluar dari lisan baik itu perkataan baik maupun buruk akan dihisab di yaumil akhir nanti. Ibarat menanam benih, jika selama di dunia yang diucapkan selalu buruk maka di yaumil akhir nanti pelakunya akan menuai keburukan pula. Begitu juga sebaliknya.
Abu Hurairah rhodiallahu ‘anhu meriwayatkan,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ اَلأَجْوَفَانِ :الفَمُّ وَ الفَرْجُ
Artinya: “Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke neraka adalah dua lubang; mulut dan kemaluan”. [2]
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَتَكَفَّلُ لِي مَا بَيْنَ لِحْيَيْهِ وَ فَخِذَيْهِ أَتَكَفَّلُ لَهُ الجَنَّةَ
Artinya: “Barangsiapa yang memberi jaminan untuk menjaga apa yang ada di antara dua jenggotnya (mulut) dan dua pahanya (kemaluan), aku jamin baginya surga”.[3]
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kita bahwa mulut dan kemaluan paling banyak menjerumuskan manusia. Jika sudah jelas demikian,kita hendaklah mengindahkan peringatan tersebut agar tidak terjerumus pada lubang yang sama seperti kebanyakan manusia. Orang yang banyak bicara tidak berfaedah akan terasa garing jika lawan bicaranya orang yang berilmu. Orang berilmu justru banyak diam saat berhadapan dengan orang yang banyak bicara dan suka mendebat. Ia lebih memilih menyimpan ilmunya dibanding ia harus debat sia-sia.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam”.[4]
Jika hal yang dibicarakan tidak ada faedah atau manfaatkan lebih baik diam, atau bisa juga disebut ucapan yang sia-sia. Artinya dalam berbicara, manusia hanya ada dua pilihan saja. zaman sekarang justru sering kita temui orang yang rela berbohong demi membuat orang lain terhibur ataupun tertawa. Menurutnya itu hal sepeleh, sehingga dijadikan bahan lelucon.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
Artinya: “Merupakan kebaikan keislaman seseorang jika ia meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah baginya”.[5]
Hadits di atas saling berkaitan satu sama lainnya. Keislaman seseorang dikategorikan baik jika ia mampu meninggalkan hal-hal yang tidak berfaedah atau sia-sia.
Al-Hasan berkata, “Di antara yang menghalangi berpalingnya Allah dari seorang hamba adalah ketika ia menganggap kesibukkannya dalam urusan yang tidak berfaedah merupakan suatu kehinaan dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Sahl juga berkata, “Barangsiapa berbicara tentang suatu yang tidak berguna baginya, maka ia akan terhalang dari kejujuran.
Begitulah bencana lisan yang paling sedikit mudharatnya, apalagi jika kita melakukan lebih dari itu seperti; ghibah, namimah, debat, nyanyian, pendustaan, mengolok-olok, dan lain sebagainya. Jika terus dipelihara, maka akan menjadi racun yang akan merusak dan membuat hati berpenyakit.
- Banyak Makan
Makanan yang kita konsumsi juga akan memberikan pengaruh pada hati. Entah dalam kadar yang cukup ataupun berlebihan. Sedikit makan akan dapat melembutkan hati, menguatkan daya pikir, membuka diri, serta melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Banyak makan akan menyebabkan hal sebaliknya. Berlebihan dalam makan akan mengakibatkan banyak hal buruk. Saat kekenyangan, kita akan merasa ngantuk dan terasa berat untuk melakukan suatu ibadah.
Miqdam bin Ma’d Yakrib berkata, “aku mendengar Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مَلأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءًا شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٍ يَضْمَنُ صَلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَ ثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَ ثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Artinya: “Tidak ada bejana yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga dari perutnya hendaknya diisi untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya”.[6]
Sebagian Salaf berkata, sebagian pemuda Bani Israil melakukan ta’abbud (berpuasa sambil berkhalwat). Saat tiba waktu berbuka, seorang dari mereka berkata “janganlah makan banyak (berlebihan), sehingga minum kalian pun banyak, lalu tidur kalian juga banyak, akhirnya kalian akan merugi. Seringkali Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam keadaan lapar walau memang saat itu tidak ada makanan. Lantas bukankah Allah ‘Azza wa Jalla maha mengetahui dan memilihkan keadaan yang terbaik bagi RasulNya?
Ibrahim bin Adham berkata, “Barangsiapa memelihara perutnya akan terpelihara dinnya. Barangsiapa yang mampu menguasai rasa laparnya akan memiliki akhlak yang baik. Sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla itu jauh dari seorang yang lapar, namun dekat dari seorang yang kenyang.
- Berlebihan dalam Bergaul
Lingkungan bergaul juga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas diri kita. Pandai-pandailah dalam bergaul dan menempatkan diri. Jika kita salah bergaul, maka akan banyak sekali dampak buruk yang akan diperoleh dan sebaliknya. Islam memerintahkan agar mencari teman bergaul yang baik. Bergaullah dengan mukmin dan hindarilah pergaulan dengan golongan orang fasik. Berlebihan dalam bergaul akan mengakibatkan kerugian baik di dunia maupun di akhirat.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَ تَقِيٌّ
Artinya: “Janganlah engkau bergaul kecuali dengan seorang mukmin. Janganlah memakan makananmu melainkan orang bertakwa”.[7]
Kita diperintahkan agar bergaul atau berteman dengan orang mukmin yang memiliki sifat wara’, beriman, bertakwa, dan amanat. Wara’ adalah sifat menjauhi apa yang diharamkan Allah ‘Azza wa Jalla. Seorang mukmin harus menghindari pergaulan dengan orang sebaliknya seperti orang kafir, fasik, dan munafik.
Hendaknya kita mengelompokkan mana yang membawa dampak baik maupun buruk saat bergaul. Berikut empat klasifikasi dalam pergaulan:
- Bergaul seperti mengkonsumsi makanan bergizi
Makanan bergizi kita butuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh. Jika seseorang telah menyelesaikan keperluannya dengan kelompok ini maka ia akan pergi. Jika butuh, maka ia akan datang kembali. Mereka adalah para ulama, ahli ma’rifatullah, memahami perintahNya dan berilmu tentunya.
- Bergaul seperti mengkonsumsi obat
Obat kita butuhkan hanya saat sakit. Selama tubuh kita sehat, kita tidak membutuhkan pergaulan dengan mereka. Mereka adalah para profesional dalam urusan muamalat, bisnis, dan sejenisnya.
- Bergaul seperti mengkonsumsi penyakit
Bergaul dengan kelompok ini hanya membawa kerugian baik dunia maupun akhirat. Mereka adalah orang-orang yang lisannya tidak terjaga dan sejenisnya. Mereka tidak bisa membedakan yang haq dan bathil serta tidak bisa pula membedakan yang bid’ah dan sunnah.
- Bergaul seperti mengkonsumsi racun
Kelompok ini lebih parah dibanding kelompok ke-3. Tidak sengaja bergaul dengan mereka saja sudah membawa suatu kerugian, apalagi sengaja sepergaulan. Mereka adalah ahli bid’ah dan kesesatan dan penghalang sunnah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menjadikan sunnah sebagai bid’ah dan sebaliknya.
- Banyak Memandang
Berlebihan dalam memandang akan menyebabkan kerusakan pada hati karena apa yang dilihat akan menimbulkan anggapan indah terhadap obyek yang dipandang. Setan mudah sekali masuk lewat pandangan melebihi kecepatan aliran udara di ruang hampa. Setan membuat obyek yang terlihat menjadi indah, sehingga timbul syahwat yang berujung maksiat.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
النَّظْرُ سَهْمٌ مَسْمُومٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ. فَمَنْ غَضَّ بَصَرَهُ للهِ أَورَثَهُ حَلَاوَةً يَجِدْهَا فِي قَلْبِهِ إِلَى يَومٍ يِلْقَاهُ
Artinya: “Pandangan itu adalah panah racun iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya karena Alla ‘Azza wa Jalla, Dia akan berikan kepadanya kenikmatan dalam hatinya yang akan ia rasakan sampai bertemu denganNya”.[8]
Pandangan juga dapat menyibukkan hati yang akan menyebabkan diri lupa akan hal-hal yang bermanfaat. Inilah yang menjadi awal mula dari kelalaian, karena diri mengikuti hawa nafsu yang dibisikkan setan.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ، عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَىهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطَا
Artinya: “Dan janganlah kamu taat kepada orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari dzikir kepada Kami dan mengikuti hawa nafsunya serta urusannya kacau balau.[9]
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَرِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Artinya: “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.[10]
Kedua firman di atas menunjukkan pentingnya menjaga pandangan. Tidak berlebihan dalam memandang sama saja menjaga hati kita tetap bersih dan sehat tanpa khawatir berpenyakit. Bila hati bersinar, berbagai amal kebaikan akan berdatangan untuk siap dikerjakan. Sebaliknya, jika hati tersebut gelap maka bencana dan keburukan pun akan datang dari segala arah. Hati yang gelap tidak dapat membedakan antara yang haq dari yang bathil dan yang sunnah dari yang bid’ah.
Sekarang bercermin, apakah salah satu diantara empat racun tersebut telah bersemayam dalam tubuh kita atau bahkan lebih dari satu racun. Jika sudah rusak oleh racun, mari kita perbaiki keadaan hati kita dengan cara bertaubat. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni semua pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan lalu diganti dengan ketaatan-ketaatan kepadaNya. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla maha pengampun dan maha penyayang.
Referensi:
Al-Hambali, Ibnu Rajab, dkk. 2001. Tazkiyatun Nafs. Solo: Pusaka Arafah.
Rumaysho. Tips Bergaul. Diunduh pada https://rumaysho.com/4966-tips-bergaul.html.
Ditulis oleh : Siska (Pengajar Pondok Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur)
[1] HR. Bukhariy dan Muslim.
[2] HR. At-Thirmiziy, dalam Al-Birr was Shilah.
[3] HR. Bukhariy dan Al-Hudud, dari Sahl bin Sa’d.
[4] HR. Bukhariy dan Muslim.
[5] HR. At-Thirmiziy dalam Az-Zuhd dan Ahmad dalam Tahqiq Musnad.
[6] HR. Imam Ahmad dalam Musnad dan At-Thirmiziy dalam Az-Zuhd.
[7] HR Abu Daud dan At-Thimiziy.
[8] HR. At-Thabarani, Al Hakim, dan Imam Amad.
[9] Al-Kahfi:28.
[10] An-Nur:30
Ajukan Pertanyaan atau Komentar