Adab penuntut ilmu

adab penuntut ilmu

Adab penuntut ilmu terhadap dirinya

  • Membersihkan hati dari sifat-sifat buruk agar  layak menerima ilmu

Bagi seorang penuntut ilmu hendaknya membersihkan diri nya dari sifat-sifat buruk yang ada didalam hatinya seperti ujub, sombong, riya’, dll, supaya dirinya pantas untuk menerima ilmu dan menjaganya.

Maka apabila hati sudah dibersihkan maka, akan terlihatlah keberkahan dari ilmu yang dia terimalayaknya tanah yang disiapkan dengan baik, maka apa yang ditanam akan tumbuh dengan baik. Dalam hadits yang mulia Rasulullah bersaabda

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ. أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Artinya: Sesungguhnya didalam tubuh itu ada segumpal darah, jika dia baik maka baiklah seluruhnya, apabila dia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwasannya di aitu adalah hati.[1]

  • Meluruskan niat didalam menuntut ilmu

Meluruskan niat yaitu dia meniatkan menuntut ilmu hanya mencari keridhoan yang maha pencipta saja dan berusaha mengamalkan semua ilmu yang telah ia dapatkan di setiap aspek didalam kehidupannya, dan mendekatkan diri kapada Allah subhanahuwata’ala.

Sufyan ats-tsauri Rahimahullah berkata,

ما عالجت شيئا أشدعلي من نيتي

Artinya: “Saya belum pernah mengobati sesuatu yang lebih berat dibanding dengan niat saya.”

Dan yang perlu diingat bagi para penuntut ilmu bahwasannya mencari ilmu itu bukan untuk mendapatkan kepentingan-kepentingan dunia seperti untuk mencaroi kekuasaan, harta kekayaan, supaya Masyarakat menghormati dan mendudukannya sebagai pemegang majelis-majelis dan hal-hal lainnya, karena perbuatan tersebut telah menukar sesuatu yang sangat baik untuk  mendapatkan sesuatu yang sangat rendah.

Dan menuntut ilmu merupakan salah satu ibadah dan usaha untuk mendekatkan dirikepada sang pencipta alam semesta yaitu Allah subhanahu wata’ala, jika niatnya itu hanya untuk mencari keridhoan Allah semata. Maka sebaliknya apabila dia menuntut ilmu untuk mencari dunia maka seluruh usaha yang ia kerahkan untuk menuntut ilmu menladi sia-sia saja.

  • Memanfaatkan waktu

Sepatutnya bagi seorang penuntut ilmu dia harus bisa memanajemen waktu- waktu yang dia miliki dan memanfaatkan umurnya dengan sebaik-baiaknya, karena umur manusia itu tidak ternilai, Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi, penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung).

Dan waktu yang paling bagus untuk menghafal adalah waktu sahu, untuk mengkaji adalah pagi hari, untuk menulis  adalah tengah hari, dan untuk membaca dan muroja’ah adalah malam hari, sebagaimana yang dikatakan Al-Khatib Rahimahullah berkata:

أجود أوقاط الحفظ الأسحار, ثم وسط النهار, ثم الغداة.

Waktu yang paling bagus untuk menghafal adalah waktu sahur, kemudian Tengah hari, kemudian pagi hari.[2]

Tempat yang paling bagus untuk menghafal adalah kamar dan semua tempat yang jauh dari hal-hal yang melalaikan

Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya.

  • Qana’ah dengan sedikit hartadan bersabar diatas kemiskinan

Hendaknya seorang penuntut ilmu itu memiliki sifat qana’ah atau merasa cukup dengan apa yang dia dapatkan dan tidak pernah mengeluh dan selalu bersabar dengan apa yang ia miliki imam asy-syafi’I Rahimahullah berkata:

لايطلب أحد هذا العلم بالملك وعز النفس فيفلح, ولكن من طلبه بذل النفس وضيق العيش وخدمة العلماء أفلح

Artinya: Seseorang tidak menuntut ilmu ini dengan Kerajaan dan kemuliaan jiwa lalu dia bertarung, akan tetapi siapa yang menuntutnya dengan kerendahan jiwa, kesempitan hidup, dan berkhidmat kepada para ulama’, dialah yang beruntung.

Imam Malik Rahimahullah berkata,

لا يبلع أحد هذا العلم ما يريد حتى يضر به القثر ويؤثره على كل شيء

Seseorang tidak mencapai apa yang dia inginkan dari ilmu ini sebelum didera oleh kemiskinan, namun dia mendahulukan ilmu atas segalanya.

Sufyan ats-Tsauri Rahimahullah berkata,

من تزوج فقد ركب البحر, فإن ولد له ولد فقد كسر به

Barang siapa yang menikah maka dia telah mengarungi lautan, dan apabila dia dikaruniai anak, maka sungguh telah pecahlah perahunya.

  • Menyifati diri dengan wara

Hendaknya menghiasi dirinya dengan sifat wara’ dalam segala urusannya, yaitu meninggalkan seluruh perkara yang syubhat dan yang haram di seluruh aspek kehidupannya baik itu dari makanan,minuman, pakaian, tempat tinggal dan dalam segala yang dia dan keluarganya butuhkan, agar hatinya bercahaya dan layak untuk menerima ilmu dan cahayanya serta mengambil manfaat darinya.

Dan orang yang paling berhak untuk diteladani dalam perkara ini adalah sayyidina Rasulullah shalallahualaihiwasallam, beliau tidak makn sebiji kurma yang beliau temukan di jalan karena takut ia adalah kurma yang berupa sedekah padahal kecil kemungkinan ia demikian dan Rasulullah telah mewasiatkan sifat ini keapda para sahabat beliau yang mulia sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat berharga pada Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu,

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحَسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Artinya: “Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang qona’ah (selalu merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang benar-benar bersyukur. Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati.”) [3]

  • Meminimalkan makanan yang dapat memicu kebodohan

Hendaknya meminimalisir makanan yang merupakan sebab kelemahan akal dan ketumpulan Indera seperti apel asam, baqilla (sejenis kacang-kacangan), dan minum cuka, demikian juga makanan yang menyebabkan banyaknya dahak yang dapat menumpulkan dan memberatkan badan seperti banyak minum susu, makan ikan,dan yang sepertinya.

Hendaknya menggunakan apa yang Allah subhanahuwata’ala tetapkan sebagai sebab ketajaman otak seperti mengunyah liban(Boswellia Carterri) dan mushthaka(Damar mastik) menurut kebiasaa, makan kismis di pagi hari, air mawar, dan yang sepertinya.

Hendaknya menghindari hal-hal yang menyebabkan lupa secara khusus seperti makan bekas sisa tikus, membaca papan kuburan, masuk diantara dua ekor unta yahng dilumuri pelangkin, membuang kutu rambut, dan yang sepertinya yang telah teruji coba.

  • Memperhatikan tubuhnya

Hendaknya menyedikitkan tidur selama hal itu tidak berdampak negatif terhadap tubuh dan otaknya , tidak tidur  lebih dari delapan jam, yaitu sepertiga dari waktunya, jika dirinya bisa tidur kurang dari itu, maka hendaknya dia melakukannya.

Boleh merehatkan diri, hati, otak, dan matanya manakala Sebagian darinyalelah atau lemah dengan Rekreasi atau tamasya ke tempat-temat rekreasi sehingga dia Kembali seperti sedia kala dan tidak menyia-nyiakan waktunya. Boleh berjalan-jalan dan berolahraga. Boleh melakukan hubunga suami-istri yang halal jika membutuhkannya, para tabib menyatakan bahwa ia meringankan kelebihan berat badan, menggiatkan dan mencerahkan pikiran pada saat membutuhkan dan dilakukan dengan seimbang, namun patut berlebih-lebihan hubungan suami-isti layaknya menghindari musuh.

Sebagaimana di katakan :

ماء حياة يراق في الأرحام

Air kehidupan yang ditumpahkan ke dalam Rahim.

Ia melemah kan pendengaran, penglihatan, saraf, suhu panas tubuh, dan penyakit-penyakit buruk lainnya. Para peneliti dari kalangan para tabib menyatakan meninggalkannya lebih baik kecuali karena kebutuhan mendesakatau dalam rangka upaya penyembuhan.

  • Meniggalkan pergaulan

Hendaknya memutuskan pergaulan, karena meninggalkannya termasuk perkara yang paling penting bagi penuntut ilmu apalagi utuk lawan jenis dan khususnya unutk orang  yang banyak main-mainnya dan sedikit berfikir, karena tabiat manusia itu menular.

Sisi negative pergaulan adalah tersia-siakannya waktu tanpa faidah, lenyapnya harta dan kehormatan jika dilakukan dengan orang yang tidak patut, dan hilangnya agama jika dilakukan dengan orang yang tidak punya agama.

Yang patut bagi seorang penuntut ilmu, hendaknya tidak bergaul dengan orang yang dia beri manfaat atau dia mengambil manfaat darinya, sebagaimana yang di sabdakan oleh baginda kita nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam dalam hadits mulia beliau shallallahualaihiwasallam bersabda:

أغد عالما أو متعلما, ولا تكن الثالث فتهلك

Jadilah orang yang berilmnu atau penuntut ilmu, dan jangan menjadi yang ketiga, maka kamu binasa.

Jika masuk atau terjebak kedalam hubungan yang umurnya sia-sia bersamanya, dia tidak memberinya faidah dan tidak pula mengambil faidah, tidak membantunya dalam urusan menuntut ilmu yang merupakan kesibukan utamanya, hendaknya memutuskan hubungan dengannya secara lemah lembut sejak dini sebelum ia menguat, karena jika sesuatu telah menguat, maka sulit memutuskannya, sebagaimana dalam ungkapan para fuqaha,

الدفع أسهل من الرفع

Mencegah lebih mudah daripada menghilangkan

Jika memerlukan rekan, hendaknya rekan tersebut adalah rekan yang shalih, kuat beragama, bertakwa, mempunyai sikap wara’, bersih hati, banyak kebaikan, minim keburukan, bergaul dengan baik, dan sedikit berdebat. Manakala dia lupa, maka rekan tersebut membantunya. Jika dia membutuhkan, maka rekan tersebut menghiburnya. Jika dia jengkel, maka rekan tersebut akan menyabarkannya.

Di antara apa yang diriwayatkan oleh sahabat Ali bin Abi thalib radhiyallahuanhu,

فلا تصحب أخا الجهل وإياك و إياه,

فكم من جاهل أردى حليما حين واخاه,

يقاس المرء بالمرء إذاما هوماشاه

Jangan berkawan dengan orang bodoh, jauhi dia

Berapa banyak orang bodoh yang menjerumuskan orang yang berakal manakala dia berkawan dengannya, Seseorang ditimbang dengan orang lain manakala dia berjalan bersamanya.

Wallahuta’ala a’lam

Sumber:

tadzkirotus sami’ wal mutakallim penulis: Imam Badruddin Ibnu Jama’ah Al-Kinani Asy-Syafi’I yang diterjemahkan oleh Izzudin Karimi (tim darul haq)

rumaysho .com

diringkas dan ada sedikit perubahan oleh: Alam ramadhan (staf pengabdian DQH)


[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 52; dan Muslim, no. 1599 dari hadits an-Nu’man bin Basyir

[2] Al-Faqih wa al-Mutafaqqih, 2/207

[3] (HR. Ibnu Majah no. 4217. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.