Buruk Sangka terhadap Allah Termasuk Dosa Terbesar
Mengapa dosa yang paling besar di sisi Allah adalah buruk sangka kepada-Nya? Di sini ada satu penafsiran yang mengungkapkan rahasia permasalahan ini. Alasannya adalah, orang yang berburuk sangka kepada Allah telah melakukan hal yang berseberangan dengan kesempurnaan-Nya yang suci. la telah berburuk sangka tentang perkara perkara yang berlawanan dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Oleh sebab itu, Allah mengancam orang-orang yang berburuk sangka kepada-Nya dengan ancaman yang tidak diberikan kepada orang-orang selain mereka, sebagaimana firman-Nya ;
عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ ۖ وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“… Mereka akan mendapat gıliran (adzab) yang buruk dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka serta menyediakan Neraka Jahannam hagi mereka. Dan (Neraka Jahannam) ita seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Fath: 6)
Allah berfirman tentang orang yang mengingkari satu sifat di antara sifat-sifat-Nya:
وَذَٰلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Rabbmu (dugaan itu) telah membinasakan kamu, sebingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi. “(QS. Fushshilat: 23)
Allah berfirman tentang Ibrahim, saat berkata kepada kaumnya :
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَاذَا تَعْبُدُونَ. أَئِفْكًا آلِهَةً دُونَ اللَّهِ تُرِيدُونَ. فَمَا ظَنُّكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Apakah yang kamu sembah itu Apakah kamu menghendaki. kebohongan dengan sesembahan selain Allah itu? Maka bagaimana anggapanmu terhadap Rabb seluruh alam?” (QS. Ash-Shaffät: 85-87)
Maksudnya, bagaimana bayangan kalian terhadap balasan yang akan ditimpakan kepada kalian ketika kelak bertemu dengan Nya sementara kalian telah menyembah selain-Nya? Apa persangkaan kalian tentang-Nya sehingga kalian menyembah selain-Nya bersama-Nya? Apakah kalian menyangka bahwa terdapat kekurangan dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya sehingga membuat kalian menyembah selain-Nya?
Semestinya kalian percaya tentang-Nya dengan kepercayaan yang semestinya, bahwa Dialah yang Maha Mengetahui segala sesuatu; Mahakuasa atas segala sesuatu: Mahakaya yang tidak membutuhkan yang lain, sedangkan segala sesuatu membutuhkan-Nya; Dia berbuat adil kepada para makhluk-Nya; Dia Esa dalam mengatur makhluk-Nya, tidak ada sesuatu pun yang menyertai-Nya dalam hal ini, Dialah yang Maha Mengetahui segala rincian permasalahan, tidak ada sesuatu pun dari makhluk-Nya yang tersembunyi: Esa dalam mencukupi mereka, tidak membutuhkan pembantu: Dzat yang benar-benar Maha Pengasih. Mengasihi tanpa diminta belas kasihnya.
Berbeda dengan para raja dan penguasa, yang membutuhkan orang orang yang mengabarkan kepada mereka tentang kondisi rakyatnya sekaligus kebutuhan mereka, membutuhkan orang yang membantu memenuhi kebutuhan rakyat, serta membutuhkan orang-orang yang memintakan belas kasih mereka untuk rakyat dengan memberikan syafaat. Para pemegang kekuasaan tersebut benar-benar membutuhkan perantara karena kelemahan, ketergantungan, dan sedikitnya ilmu mereka.
Allah adalah Dzat yang Mahakuasa atas segala sesuatu, Mahakaya yang tidak membutuhkan apa pun dari siapa pun, Maha Mengetahui tentang segala sesuatu, sekaligus Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, maka mengadakan perantara perantara antara Dia dan para hamba-Nya merupakan suatu kekurangan dari segi rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, serta tauhid-Nya, sekaligus merupakan buruk sangka kepada-Nya. Mustahil Allah mensyariatkan hal itu bagi hamba-Nya. Mustahil pula menurut akal Jun fitrah. Maka itu, keburukan perkara tersebut merupakan puncak ala keburukan, yang telah ditetapkan oleh akal sehat.
Ini menjelaskan bahwa seorang penyembah mengagungkan, tunduk, serta merendahkan diri kepada apa yang disembahnya, padahal hanya Allah semata yang berhak untuk mendapatkan semua itu secara sempurna, karena perkara-perkara tersebut merupakan hak murni milik-Nya. Maka termasuk seburuk-buruk kezhaliman adalah memberikan hak Allah kepada selain-Nya, atau menyekutukan Allah dalam hal ini. Apalagi jika yang dijadikan sekutu bagi-Nya adalah hamba sekaligus kepunyaan-Nya, sebagaimana firman-Nya:
ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلًا مِنْ أَنْفُسِكُمْ ۖ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Dia membuat perumpamaan bagimu dan dirimu sendiri. Apakah kamu rela jika) ada di antara hamba sahaya yang kamu miliki, menjadi sekutu bagimu dalam (memiliki) rizki yang telah Kami berikan kepadamu, sehingga kamu menjadi setara dengan mereka dalam hal ini, lalu kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada sesamamu. Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengerti.” (QS. Ar-Rum: 28)
Maksudnya, jika salah seorang dari kalian tidak menginginkan budaknya menjadi sekutu baginya dalam masalah rizki, maka mengapa kalian menjadikan para hamba sebagai sekutu bagi-Ku (Allah) dalam perkara yang merupakan hak-Ku semata, yaitu ulubryyah, yang tidak layak dan tidak dapat disandang oleh selain-Ku? Barang siapa yang melakukan hal tersebut maka dia tidak menghormati-Ku dengan penghormatan yang semestinya, tidak mengagungkan-Ku dengan pengagungan yang semestinya, serta tidak mengesakan Aku dalam Perkara yang merupakan hak-Ku semata, tidak untuk makhluk-Ku.
Oleh karena itu, tidaklah mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya orang yang menyembah selain Dia bersama-Ny sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ ۖ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ .مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah. Mereka tidak mengagungkan Allah dengan sebenar benarnya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa.” (QS. AIHaj: 73-74)
Tidak dinilai mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya orang yang menyembah Allah bersama selain-Nya, yang tidak mampu menciptakan hewan yang paling lemah dan paling kecil sekalipun. Bahkan, jika lalat merampas sesuatu darinya, niscaya dia tidak akan dapat merebutnya kembali Allah berfirman:
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
Tidaklah mengagungkan Allah, Dzat yang seluruh urusan dan keagungan-Nya berada dalam genggaman-Nya, orang yang menyekutukan Dia dalam beribadah dengan sesuatu yang sama sekali tidak memiliki keagungan, bahkan merupakan benda yang paling lemah.
Tidaklah mengagungkan Dzat yang Mahakuat lagi Mahaperkasa dengan pengagungan yang semestinya orang yang menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lemah dan rendah. Tidak dianggap telah mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya orang yang mengatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang Rasul pun kepada makhluk-Nya dan tidak menurunkan satu Kitab pun. Orang tadi telah menisbatkan Allah kepada perkara yang tidak pantas dan tidak baik untuk-Nya, yaitu mengabaikan, menyia-nyiakan, dan membiarkan para makhluk-Nya begitu saja, serta menciptakan mereka dengan sia-sia.
Tidaklah mengagungkan-Nya dengan pengagungan yang semestinya orang yang menafikan hakikat nama-nama-Nya yang indah serta sifat-sifat-Nya yang mulia. Orang itu menafikan pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, kehendak-Nya, pilihan-Nya, ketinggian-Nya di atas para makhluk-Nya, serta firman-Nya; juga menafikan perbincangan-Nya dengan siapa saja yang dikehendaki-Nya dari para hamba-Nya, sesuu dengan keinginan-Nya. Orang itu pun menafikan keumuman kekuasaan-Nya atas perbuatan para hamba-Nya, dari segi ketaatan dan kemaksiatan, dan mengeluarkan hal itu dari kekuasaan-Nya, kehendak-Nya, dan ciptaan-Nya; serta menjadikan para hamba tersebut mampu menciptakan apa pun dengan kehendak mereka sendiri di luar kehendak Allah, hingga dalam kerajaan-Nya terdapat hal-hal yang tidak dikehendaki-Nya dan yang dikehendaki-Nya tidak terjadi. Mahatinggi Allah dengan ketinggian yang seagung-agungnya dari perkataan orang yang menyerupai kaum Majusi itu.
Tidaklah mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya Orang yang mengatakan bahwa Dia menghukum hamba-Nya atas pa yang tidak dilakukannya. Hamba tersebut tidak mempunyai sedikit pun kekuatan dan kemampuan atas apa yang dilakukannya, bahkan perbuatan hamba itu adalah perbuatan Allah. Maka dari itu, Allah Mah menghukum hamba atas perbuatan-Nya yang dipaksakan kepada hamba tersebut, yang kadar pemaksaan-Nya, terhadap hamba tadi untuk melakukan suatu perbuatan, lebih besar dibandingkan Pemaksaan makhluk kepada makhluk lainnya.
Padahal, menurut akal dan fitrah yang sehat, jika seorang tuan memaksa budaknya mengerjakan suatu perbuatan lalu menghukum budak tersebut disebabkan perbuatan tadi, tentu hal ini merupakan suatu keburukan. Atas dasar itu, bagaimana mungkin Allah Dzat yang Mahaadil, Mahabijaksana, dan Maha Penyayang memaksa hamba untuk melakukan suatu perbuatan, sementara hamba tadi tidak mempunyai kekuatan, kemampuan, dan kehendak sedikit pun atas perbuatannya, bahkan perbuatan tersebut pada hakikatnya bukanlah perbuatannya, kemudian Allah menghukum hamba tersebut dengan hukuman yang abadi?
Mahatinggi Allah dari hal-hal tersebut dengan ketinggian yang seagung-agungnya. Perkataan mereka lebih keji daripada perkataan orang yang menyerupai Majusi (kaum Qadariyyah). Kedua kelompok itu tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.
Tidaklah mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, orang yang tidak menjaga Allah dari kotoran dan najis, serta dari tempat-tempat yang dia sendiri benci untuk menyebutnya, bahkan dia menjadikan Allah berada di segala tempat serta mengingkari bahwa Dia bersemayam di atas Arsy-Nya.
ۚ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan …. ” (QS. Fithir: 10)
Para Malaikat dan Jibril naik kepada-Nya serta turun dari sisi-Nya sesuai dengan firman Allah:
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya.”(QS. As-Sajdah: 5)
Orang tersebut mengingkari persemayaman-Nya di atas singgasana kerajaan-Nya, lalu menjadikan Allah erada di segala tempat, yang manusia dan hewan saja benci berada di tempat itu.
Oleh karena itu hendaklah kita selalu berbaik sangka kepada Allah dan mengagungkan-Nya sebagaimana mestinya.
REFERENSI:
Diambil dari Buku Ad-Da’ Wad-Dawa’ Karya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah.
Penerbit: Pustaka Imam Syafi’ie.
Diringkas oleh: Nurul Latifah
Baca juga artikel:
Leave a Reply