Perintah berdakwah dengan akhlak mulia. Sebagai agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk didalamnya tentang akhlak mulia, tentunya islam tidak melewatkan pembahasan akhlak dalam ajarannya. Begitu banyak dalil dalam Al-qur’an maupun sunnah yang memerintahkan kita untuk berakhlak mulia. Di antaranya :
Firman Allah tatkala memuji Nabi-Nya ﷻ :
وإنّك لعلى خلق عظيم
Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur (QS. al-Qolam /68 : 4)
APA ITU AKHALAK MULIA ?
Banyak definisi yang disampaikan Ulama.
Defenisi yang cukup mewakili adalah:
بذل الندى وكف الأذى واحتمال الأذى
Akhlak mulia adalah berbuat baik kepada orang lain, menghindari sesuatu yang menyakitinya dan menahan diri ketika disakiti.
Dari definisi diatas kita dapat membagi akhlak mulia menjadi tiga macam :
- Melakukan kebaikan kepada orang lain. Contohnya : berkata jujur, membantu orang lain, bermuka manis ,dan sebagainya.
- Menghindari sesuatu yang menyakiti orang lain. Contohnya: tidak mencela , tidak berkhianat tidak berdusta dan semisalnya.
- Menahan diri tatkala di sakiti. Contohnya : tidak membalas keburukan dengan keburukan serupa.
APA MAKSUD DAKWAH DENGAN AKHLAK ?
Sebagian kalangan masih menganggap dakwah hanya berbentuk penyampaian materi secara lisan . padahal sebenarnya dakwah meliputi aspek yang lainnya juga; semisal praktek nyata , memberi contoh amalan , dan akhlak mulia, atau yang lazim dikenal dengan dakwah bil hal. Bahkan justru yang terakhir inilah yang lebih berat dibanding dakwah dengan lisan dan lebih mengena sasaran.
Banyak orang yang pintar berbicara dan menyampaikan teori dengan lancar , namun hanya sedikit yang menjalankan ucapannya dalam praktek nyata. Disinilah terlihat urgensi adanya qudwah hasanah (potret keteladanan yang baik ) di tengah masyarakat , yang tugasnya adalah menerjemahkan teori-teori kebaikan dalam amaliah nyata, sehingga teori tersebut tidak selalu hanya terlukis dalam lembaran-lembaran kertas.
Jadi, dakwah dengan akhlak mulia maksudnya mempraktekkan akhlak mulia sebagai sarana untuk mendakwahi umat manusia kepada kebenaran.
Diatas telah dijelaskan bahwa defenisi akhlak muliah ialah berbaik kepada orang lain, menghindari sesuatu yang menyakitinyaserta menahan diri ketika disakiti. Berdasarkan defenisi ini berarti cakupan akhlak mulia sangatlah luas, dan tidak mungkin dipaparkan satu persatu dalam makalh singkat ini. Contoh
- Gemar membantu orang lain
Banyak nash dalam al-Qur’an maupun Sunnah yang memotivasi kita untuk mempraktekkan karakter mulia ini. Di antaranya, sabda Rasulullah ﷺ :
والله فى عون العبد : ما كان العبد فى عون أخيه
Allah akan membantu bantu seorang hamba jika ia membantu saudaranya (HR. Muslim no. 6793 dari Abu Hurairah )
Sifat gemar membantu orang lain akan membuahkan dampak positif yang luar biasa bagi keberhasilan dakwah pemilik karakter tersebut.
- Jujur dalam bertutur kata
Sifat jujur merupakan salah satu karakter mulia yang amt dianjurkan dalam islam. Allah ﷻ berfirman :
يأيهاالذين ءامنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا
Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar (QS. al- Ahzab /33:70)
Kejujuran bertutur kata dalam kehidupan sehari-hari membuahkan kepercayaan masyarakat terhadap apa yang kita sampaikan, bukan hanya dalam perkara duniawi maupun juga dalam perkara agama.
Seorang muslim yang telah dikenal di masyarakat jujur dalam bertutur kata, berhati-hati dalam berbicara dan menyampaikan berita, akan disegani. Ucapannya akan didengar. Dan ini modal yang amat berharga untuk berdakwah. Didengarkannya apa yang kita sampaikan itu sudah merupakan suatu langkah awal yang menyiratkan keberhasilan dakwah. Andaikan dari awal saja, masyarakatsudah enggan mendengar apa yang kita sampaikan, karena kita telah dikenal, misalnya mudah menyebarkan isu yang belum jelas kebenarannya, tentu jalan dakwah berikutnya akan semakin terjal.
- Bertindak ramah terhadap orang miskin dan kaum lemah
Rasulullah ﷺ bersabda :
ابغوني الضعفاء فإنما ترزقون وتنصرون بضعفائكم
Tolonglah aku untuk mencari (dan membantu) orang-orang lemah. Sesungguhnya kalian dikaruniai rezeki dan meraih kemenangan lantaran adanya orang-orang miskin di antara kalian”.(HR. Abu Dawud no. 2594, dan sanadnya dinilai jayyid (baik) oleh an-Nawawi)
Berlaku ramah dan membantu orang-orang lemah juga miskin. Bahkan Rasulullah ﷺ pernah ditegur langsung Allah ﷻ tatkala suatu hari beliau bermuka masam dan berpaling dari seorang lemah yang datang kepada beliau; kaena saat itu beliau sedang sibuk mendakwahi para pembesar Quraisyi. Kejadian itu Allah ﷻ abadikan dalam surat ‘Abasa. Setelah itu Rasulullah ﷺ amat memuliakan orang lemah tadi dan bahkan menunjuknya sebagai salah satu muadzin di kota madinah. Dialah ‘Abdullah Ibn Umi Maktum.
Bersiakap ramah dan perhatian terhadap orang-orang lemah menguntungkan dakwah dari dua arah; sisi orang-orang lemah tersebut , juga sisi masyarakat yang menyaksikan sikap mulia yang kita praktekkan tersebut.
Adapun sisi pertama, keuntungannya : orang-orang lemah tersebut akan mudah untuk didakwahi dan diajak kepada kebenaran; apalagi pada umumnya mereka memang lebih mudah untuk didakwahi .
Sedangkan keuntungan kedua, dipandang dari sisi ketertarikkan orang-orang yang menyasikkan praktek akhlak mulia tersebut , termasuk oarng yang memiliki status sosial tinggi. Masyarakat cenderung lebih aspek kepada ulama atau da’i yang rendah hati serta akrab dengan orang-orang miskin dan lemah dibandingkan kepada pencermah yang hanya berada dalam lingkaran kehidupan oarng-orang kaya dan pemilik kekuasaan. Sebab masyarakat menganggap da’i tersebut cenderung lebih tulus. Adapun penceramah (ulama) yang hanya beramah tamah dengan para pejabat dan kolongmerat ; masyarakat akan bertanya-tanya tentang motif kedekatan tersebut? Apakah karena mengharapkan harta duniawi atau apa?
Keterangan ini sama sekali bukan untuk mengecilkan urgensi mendakwahi orang-orang yang memiliki kedudukan , namun penulis hanya ingin mengajak para pembaca untuk membayangkan alangkah indahnya andaikan para da’i dan Ulama menyeimbangkan antara kedekatannya denagn orang-orang terpandang dan kedekatannya dengan orang-orang lemah yang kekurangan, dengan satu tujuan lurus, mengajak mereka semua ke jalan Allah ﷻ.
- Santun dalam menyampaikan nasehat, sambil memperhatikan kondisi psikologis orang yang dinasehati.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:
والكلمة الطيبة صدقة
Ucapan yang baik adalahsedekah (HR. al-Bukhari no.2989 dan Muslim no. 2332)
Memilih kata-kata yang baik dan memperhatikkan psikologis seseorang sangan menentukan keberhasilan dakwah.
- Bersifat pemaaf terhadap orang yang menyakiti dan membalas keburukan dengan kebaikan.
Allah ﷻ berfirman :
خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil (QS. al-A’raf/7:199)
Potret praktek akhalak mulia ini dalam kehidupan Rasulullah ﷺ amatlah banyak, baik dengan sesama Muslim, maupun dengan para musuh beliau dari kalangan orang-orang kafir dan kaum musyrikin. Jalan dakwah merupakan jalan yang terjal yang dipenuhi onak dan duri , apalagi mengajk manusia meninggalkan keyakinan-keyakinan keliru yang telah mendarah-daging puluhan tahun dalam diri mereka. Pasti akan muncul tantangan, berupa cemoohan, makian, atau bahkan mungkin juga berbentuk serangan fisik, dari pihak yang antinpati terhadap dakwah. Ketika seorang da’i menghadapi semua halangan tadi dengan ketegaran dan kesabaran , tidak lupa diiringi dengan kelapangan dada, bahkan justru membalas keburukan denagn kebaikan ; in syaa Allah dengan berjalannya waktu , hati para lawan dakwah yang penuh berkah ini tidaklah mudah untuk melontarkan tuduhan-tuduhan miring.
- Menahan diri dari meminta apa yang dimiliki orang lain.
Sifat ini lebih di kenal para Ulama dengan istilah ‘iffah atau ‘affah. Ini merupakan salah satu karakter para sahabat Nabi ﷺ sebagaimana Allah ﷻ beritakan dalam al-Qur’an,
يحسبهم الجاهل أغنياء من التعفف تعرفهم بسيماهم لا يسئلون الناس إلحافا
“(orang lain) yang tidak tahu menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya ; karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (wahai Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya , mereka tidak meminta dengan cara mendesak kepada orang alin”. (QS. al- Bqarah/2:237)
Lantas apa kolerasi antara sifat ‘iffah denagn keberhasilan dakwah ? sekurang-kurangnya bisa ditinjau dari dua sisi :
Pertama : Orang yang menjaga diri darimeminta apa yang dimiliki orang lain , juga tidak silau dengan apa yang dimilikinorang lain; akan dicintai mereka. Sebab secara tabiat , manusia tidak menyukai orang lain yang meminta-minta apa yang dimiliknya.
Jika seorang da’i telah dicintai masyarakat , maka mereka akan lebih mudah untuk menerima dakwahnya.
kedua: orang yang memiliki sifat ‘afaf , ketika ia berdakwah , masyarakat akan menilai bahwa dakwahnya tersebut ikhlas karena Allah ﷻ , bukan karena mengharap balsan duniawi dari mereka. Saat mereka merasakan ketulusan niat dai’i tersebut , jelas denag izin Allah ﷻ mereka akan lebih mudah untuk menerima dakeahnya. Allah ﷻ berfirman :
اتبعوا من لا يسألكم أجرا وهم مهتدون
Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu ; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. Yasin/36:21)
KIAT MENUMBUHKAN SIFAT ‘AFAF
Sifat mulia ini memang cukup berat untuk ditumbuhkan dalam jiwa. Namun, ada kiat khusus yang dapat membantu kita menumbuhkan karakter mulia ini dalam diri kita. Yaitu , dengan melatih diri bersifat qona’ah yang berarti menerima dan rela dengan berapapun yang diberikan Allah ﷻ. Sebab, sebenarnya sifat ‘afaf merupakan buah dari sifat qona’ah.
Jika ada yang bertanya bagaiman cra menbangun pribadi yang qona’ah ? jawabannya, dengan melatih diri menyadari seyakin-yakinnya bahwa rezeki hnaylah ditangan Allah ﷻ , serta tidak mungkin melebihi apa yang telah di tentukan-Nya, walupun kita pontang-panting dalam bekerja.
PENUTUP
Sebenarnya masih banyak contoh lain penerapan akhlak mulia yang akan membuahkan dampak positif bagi keberhasilan dakwah. Seperti bersifat amanah dalam segala sesuatu , termasuk dalam berbisnis , yang amat di sayangkan mulai luntur , bahkan sampai dikalangan mereka yang sudah ngaji. Sehingga muncul istilah “bisnis afwan akhi” , yang intinya adalah berbisnis tanpa mengindahkan etika-etikanya. Dan contoh-contoh lain yang dipandang perlu untuk disinggung. Semoga yang sedikit ini dapat memberikan manfaat yang banyak dan menjadikan kita selalu berupaya untuk berakhlak mulia ditengah masyarakat yang jelas-jelas membutuhkan pembinaan islami untuk menjadi lebih baik.
REFERENSI :
Majalah As-Sunnah (edisi 09/THN. XIV/SHAFAR 1432 H/JANUARI 2011),Berdakwah dengan Akhlak Mulia ; Ustadz Abu Abdir Rahaman Abdullah Zaen , MA.
Disalin oleh: Nurul Latifah
BACA JUGA:
Leave a Reply