Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Agar Tauhid Lebih Bermakna

agar tauhid lebih bermakna

Agar Tauhid Lebih Bermakna – Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikutinya hingga akhir zaman.

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah Azza wa Jalla, berbicara tentang tauhid merupakan pembicaraan yang sangat penting, karena dengan tauhid seseorang akan selamat dari siksa Allah Subhanahu wa ta’ala, dengan tauhid seseorang akan selamat didunia dan akhirat, dengan tauhid seseorang akan mulia disisi Allah Subhanahu wa ta’ala. betapa banyak orang yang mengaku bertauhid, namun dia tidak paham akan makna bertauhid, betapa banyak orang yang mengucapkan kalimat tauhid namun dia tidak mengerti dan tidak paham akan makna kalimat tauhid yang dia baca, tidak mengerti tentang konsekuensinya, maka dari itu penulis mengajak para pembaca untuk benar-benar memahami tauhid, memahami makna kalimat tauhid yang dibacanya dan mengerti akan konsekuensi tauhid. merupakan kewajiban bagi setiap Muslim mempelajari dan memahami Kalimat tauhid yang telah dia ucapkan agar kalimat tauhid yang diucapkan sempurna dan bermanfaat kelak pada hari kiamat.

Kalimat tauhid (لا إله إلا الله) merupakan kunci surga, namun tidak semua orang yang mengucapkannya dibukakan pintu surga, kenapa bisa demikian? Bisa saja orang yang mengucapkan kalimat tauhid tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya sehingga kalimat tauhid yang dia ucapkan tidak bermanfaat di akhirat kelak, maka dari itu agar kalimat tauhid yang anda ucapkan membuahkan hasil dan memasukkan Anda kedalam surga penuhilah syarat-syarat dan rukun-rukunnya, para ulama’ menyebutkan bahwa syarat-syarat kalimat tauhid ada delapan. Tentunya jumlah ini merupakan hasil dari analisa dan pemahaman para ulama’ tentang dalil dari Al-quran dan hadist-hadist Nabi Shalallahu alaihi wa sallam.

Adapun syarat-syarat dari kalimat tauhid yang disebutkan oleh para ulama’  Adalah sebagai berikut:

  1. العلم المنافي للجهل (Mengetahui atau pengetahuan yang meniadakan kebodohan)

Orang yang mengucapkan kalimat (لا إله إلا الله) harus mengetahui dan memahami maknaya, adapun makna kalimat tauhid adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Azza wa Jalla, jadi orang yang mengucapkan kalimat (لا إله إلا الله) wajib mengingkari seluruh sesembahan selain Allah Azza wa Jalla dan menetapkan sesembahan yang berhak disembah hanyalah Allah Azza wa Jalla. Orang yang mengucapkan kalimat (لا إله إلا الله) wajib mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Azza wa Jalla, dan wajib mengingkari segala yang disembah selain Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَاعْبُدُوا الله ولَا تُشْركُوا بِه شيئًا

Artinya: “Dan sembahlah Allah Subhanahu wa ta’ala, dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An-Nisa : 36)

  1. اليقين المنافي للشكِّ والريب (Keyakinan yang meniadakan keraguan dan kebimbangan)

Orang yang mengucapkan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) didasari dengan keyakinan didalam hatinya bahwa Allah lah satu-satunya yang berhak untuk di sembah, sehingga jika orang yang mengucapkan kalimat tauhid timbul keraguan akan keesaan Allah yang berhak disembah dia tidak dikatakan sebagai orang yang beriman, dan kalimat tauhid yang telah di ucapkan nya tidak bermanfaat dan tidak berarti, kecuali dia bertaubat.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Artinya: “sesungguhnya orang yang beriman hanyalah orang yang beriman terhadap Allah dan Rasulnya kemudian mereka tidak ragu, dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka dijalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. AL-Hujurat:15)

Ucapan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) harus disertai keyakinan yang bersumber dari hati orang yang mengucapkannya bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Azza wa Jalla tanpa disertai keraguan sedikitpun, maka apabila ada keraguan sedikit saja maka kalimat tauhid yang diucapkan tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla walaupun diucapkan berkali-kali.[1]

  1. الإخلاص المنافي للشرك والرياء (Ikhlas yang meniadakan penyekutuan dan riya’)

Orang yang mengucapkan kalimat (لا إله إلا الله) wajib baginya untuk memurnikan ucapan kalimat tauhid tanpa diiringi riya’ dan penyekutuan sedikitpun dengan Allah Azza wa Jalla, ucapan kalimat tauhid murni bersumber dari hatinya.

Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Azza wa Jalla dan tidak memberikan sedikitpun ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla, sehingga amalan yang dilakukan betul-betul murni karena Allah Azza wa Jalla. Adapun amalan yang dilakukan tanpa adanya ikhlas tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

Artinya; “Betapa banyak orang yang puasa, tidak dia dapatkan dari puasanya melainkan hanya lapar dan dahaga, dan betapa banyak orang yang shalat malam dia tidak dapatkan dari shalat malamnya melainkan hanya begadang”[2].

Imam adz-dzahabi berkata: Apabila puasa dan shalat dilakukan bukan karena mengharap wajah Allah dan pahala dari-Nya.

Setiap amalan ibadah yang dilakukan dengan riya’ dan sum’ah tidak akan diterima oleh Allah dan Allah jadikan amalan tersebut bagaikan debu yang beterbangan.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Artinya: “dan kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan” (QS Al-Furqan : 23)

Berkata Iman adz-dzahabi: Setiap amalan yang dilakukan bukan karena Allah sehingga Allah gugurkan pahalanya dan amalannya Allah jadikan debu yang beterbangan.[3]

Rasulullah memperingatkan sahabat-sahabtnya dan kaumnya secara umum akan bahaya Riya’. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

اياكم والشرك الأصغر قالوا: يا رسول الله، وما الشرك الأصغر؟ قال: الرياء، يقول الله عزوجل يوم يجازي العباد بأعمالهم: اذهبوا إلى الذين كنتم تراؤونهم بأعمالكم في الدنيا، فانظروا هل تجدوا عندهم جزاء

Artinya: “jahuilah oleh kalian syirik kecil, mereka bertanya wahai Rasulullah apakah syirik kecil itu? Rasulullah bersabda: Ar-riyak, Allah berfirman pada hari pembalasan kelak: pergilah kalian kepada orang yang kalian riya’ dengan amalan-amalan kalian sewaktu didunia, kemudian perhatikanlah apakah kalian dapatkan balasan disisi mereka terhadap amalan kalian” (HR. Ahmad: 428/5, dan di shahikkan oleh syaikh Al-bani di dalam kitab ash-shahihah:951)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

أخوفُ ما أخافُ عليكمُ الشركُ الأصغرُ، فسُئِلَ عنه، فقال: الرياءُ

Artinya: “Perkara yang paling aku kwatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil, kemudian ditanya, apa itu syirik kecil? Beliau menjawab: ar-riyak” (HR. Ahmad dan baihaqi 6412 syuabil iman)

Dari berbagai dalil di atas menunjukkan betapa bahayanya riya’ dan pengaruhnya terhadap amalan seorang hamba, sampai-sampai amalannya Allah jadikan bagaikan debu yang beterbangan, dan tidak mendapatkan sedikitpun pahala bahkan hanya mendapatkan lelah dan letih dari upaya dan usaha ibadah yang dilakukannya.

  1. الصدق المنافي للكذب (Jujur yang meniadakan dusta)

Orang yang mengucapkan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) dia mengucapkan dengan jujur, ucapan lisannya sejalan dengan apa yang terbesit dan sumber dari hatinya. Adapun apa bila lisan berucap namun hatinya lalai dan hatinya mengingkari kalimat tauhid maka hal ini tergolong munafik, atau dusta. Maka mereka yang mengucapkan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) dengan lisannya saja, tanpa diikuti pembenaran dalam hatinya maka ini dusta dan tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla.

  1. المحبة المنافي للبغض والكره (Cinta yang meniadakan kebencian)

Orang yang mengucapkan kalimat (لا إله إلا الله) hendaknya mencintai Allah Azza wa Jalla, mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, mencintai agama Islam, mencintai kaum Muslimin, dan membenci kekufuran dan pelaku kekufuran.

Orang yang mencintai Allah Azza wa Jalla, mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan mencintai kaum Muslimin karena Allah dia akan merasakan manisnya iman. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

ثلاثٌ مَنْ كُنَّ فيه وجَدَ حلاوَةَ الإيمانِ : أنْ يكونَ اللهُ و رسولُهُ أحبُّ إليه مِمَّا سِواهُما ، و أنْ يُحِبَّ المرْءَ لا يُحبُّهُ إلَّا للهِ ، و أنْ يَكْرَهَ أنْ يَعودَ في الكُفرِ بعدَ إذْ أنقذَهُ اللهُ مِنْهُ ؛ كَما يَكرَهُ أنْ يُلْقى في النارِ

Artinya: “Tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, dia akan merasakan manisnya iman: pertama: hendaklah Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya lebih dia cintai dibandingkan selain kedua-Nya, kedua: tidak mencintai seseorang melainkan mencintai karena Allah Azza wa Jalla, ketiga: benci kembali pada kekafiran setelah Allah selamatkan darinya, sebagaimana dia benci atau tidak suka dimasukkan kedalam neraka.” (HR. Bukhari: 16 dan muslim: 43)

  1. الانقياد المنافي للترك (Tunduk yang meniadakan pembangkangan)

Barangsiapa yang mengucapkan kalimat (لا إله إلا الله) hendaklah dia tunduk dan patuh terhadap Allah Azza wa Jalla, menjalankan perintah-perintah-Nya, menjalankan syariat yang Allah Azza wa Jalla syari’atkan tanpa membuat atau menambah syariat baru dalam agama.

Ketundukan dan kepatuhan seorang hamba terhadap Rabnya atau Tuhannya merupakan keharusan yang wajib dijalankan. Melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala larangannya, Ketika Allah Azza wa Jalla mengharamkan riba, melarang berbuat syirik, tidak ada kata lain selain sami’na wa atha’na (tunduk dan patuh)

  1. القبول المنافي للرد (Penerimaan yang meniadakan penolakan)

Barangsiapa yang mengucapkan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) hendaklah dia menerima kalimat tauhid dan menerima segala yang terkandung atau konsekuensi dari mengucapkan kalimat tauhid, mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dalam beribadah, mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dalam Rububiyyah-Nya dan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Maka barangsiapa yang menolak salah satu nama, sifat atau perbuatan Allah Azza wa Jalla maka dia tidak dikatakan beriman kepada Allah Azza wa Jalla.

  1. الكفر بما يعبد من دون الله (Mengingkari segala sesembahan selain Allah Azza wa Jalla)

Barangsiapa yang telah mengucapkan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) maka wajib baginya mengingkari segala bentuk sesembahan selain Allah Azza wa Jalla, berlepas diri dari berbagai macam bentuk kesyirikan, seperti bergantung kepada selain Allah, percaya pada jimat-jimat. Sebagian kaum Muslimin masih ada yang bergantung dan percaya pada jimat, ada yang meyakini bahwa keris dapat mendatangkan kesembuhan, mendatangkan keselamatan dan sebagainya, maka yang seperti ini termasuk bagian dari kesyirikan, barangsiapa yang mengucapkan kalimat tauhid namun disamping itu dia masih percaya bahwa jimat dapat mendatangkan manfaat atau sebagai sebab mendatangkan rezeki maka inilah sejatinya kesyirikan, dia telah menjadikan tandingan-tandingan, sekutu-sekutu bagi Allah Azza wa Jalla. Dan sejatinya dia belum mentauhidkan Allah Azza wa Jalla walaupun mengucapkan kalimat tauhid beribu-ribu kali, selama belum bertaubat maka tauhidnya tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla.

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

من قَال لا إله إلا الله، وكفر بما يعبد من دون الله، حرُم ماله ودمه

Artinya: “Barangsiapa yang mengucapkan kalimat (لا إله إلا الله), dan kufur terhadap segala yang disembah selain Allah Azza wa Jalla, maka haram (tidak boleh dirampas dan ditumpahkan) harta dan darahnya” (HR. Muslim: 23)

Semoga dengan membaca dan terus belajar tentang agama dijadikan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai orang yang mendapatkan hidayah at-taufiq, sehingga bisa mengamalkan ilmu dan mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya tauhid. Barakallahu fiina wafikum

 

REFERENSI:

Diringkas dan disalin oleh : Ali zhufri

Tenaga pengajar pondok pesantren Darul Quran Wal-Hadist OKU Timur

Sumber artikel:

  1. Al-Quranul karim.
  2. Kitab Al-kabair imam Adz-dzahabi, cet darul aqidah 2016.
  3. Terjemah ringkasan syuabul iman imam Al-baihaqi, cet darus-sunnah 2014.
  4. Syarhu durusil muhimmah liamatil ummah, cet dar An-nashihah 2015.

[1] ) syarhu ad-durusi Al-muhimmati li ammatil ummah hlm. 49

[2] ) HR Ahmad, dan ibnu hibban dan di shahihkan oleh syikh Al-bani dalam kitab shahihil jamik: 3490.

[3] ) Kitab Al-kabair imam Adz-dzahabi, hlm 09

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.