SURAT TERBUKA UNTUK PARA SUAMI (BAGIAN 1) – Setiap orang tentu mengidamkan rumah tangga bahagia. Kita sepenuhnya menyadari bahwa terciptanya rumah tangga Islami merupakan tonggak berdirinya masyarakat Rabbani. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah ini. Islam telah meletakkan pedoman rumah tangga bagi suami maupun istri. Dengan mengamalkan pedoman itu kedua belah pihak dapat membangun mahligai pernikahan yang kokoh.
Keberhasilan rumah tangga Islami ini menjadi jaminan kebaikan bagi setiap individu masyarakat. Dan dari situ pula akan lahir generasi-generasi shalih dan shalihah yang kelak akan menjadi unsur pembentuk masyarakat Islami secara keseluruhan.
Iblis beserta bala tentaranya juga mengetahui urgensi rumah tangga bahagia ini. Mereka memiliki ambisi yang sangat besar untuk mengganggu dan merusaknya. Sebab, tidak ada jurus yang lebih jitu untuk menghancurkan kehidupan manusia dan merampas kebahagiaan hidup mereka dunia dan akhirat selain memporak-porandakan rumah tangga.
Kita sebagai pemimpin rumah tangga, harus sadar bahwa Iblis beserta bala tentaranya terus merongrong keutuhan rumah tangga kita. Mereka akan terus mengintai setiap celah dan kesempatan yang mungkin bisa mereka manfaatkan untuk mengobrak abrik kebahagiaan kita.
Mereka menggunakan segala cara untuk mencapainya. Dan mereka akan bersuka cita apabila berhasil meretakkan hubungan cinta kasih sepasang suami istri yang merupakan lentera penerang bagi bahtera rumah tangga mereka.
Saudaraku, para suami yang mulia. Sebagai insan yang lemah kita sangat membutuhkan nasihat. Dan sungguh, tak ada yang dapat menyelamatkan mahligai perkawinan kita kecuali takwa kepada Allah dan ilmu yang benar.
Mensyukuri Nikmat Rumah Tangga
Pernikahan adalah anugerah dan nikmat yang sangat besar bagi umat manusia. Hubungan cinta kasih sepasang suami istri adalah salah satu tanda-tanda kemahabesaran Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَمِنْ ءَايَـٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum[30] : 21)
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai berikut:
“Kemudian, di antara kesempurnaan rahmat Allah kepada umat manusia adalah Dia menjadikan pasangan mereka dari jenis mereka sendiri serta menjadikan di antara mereka mawaddah, yaitu rasa cinta, dan rahmah, yaitu kasih sayang. Artinya, seorang laki-laki menikahi seorang wanita disebabkan rasa cinta atau sayang kepadanya dengan lahirnya seorang anak, disebabkan rasa saling membutuhkan nafkah dan kasih sayang di antara keduanya.”
Cinta dan kasih sayang yang terjalin di antara sepasang insan laki-laki dan wanita yang belum saling mengenal merupakan anugerah yang tiada terkira. Suami mencintai istrinya, padahal sebelumnya tak pernah terlintas di relung hatinya. Lalu, atas kuasa Allah subhanahu wata’ala keduanya bertemu dan dipersatukan dalam sebuah ikatan pernikahan. Kemudian Allah menumbuhkan perasaan cinta dan kasih sayang dalam hati mereka. Keduanya saling mengasihi dan menyayangi. Suami merasakan ketenangan dan kedamaian bila berada di sisi sang istri, demikian pula sebaliknya. Di mana dan kapanpun, keduanya ingin selalu bersama.
Suami istri ibarat pakaian bagi pasangannya, saling memberi kehangatan, menutupi, merekatkan, melindungi, dan senantiasa saling membutuhkan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
… هُنَّ لِبَاسٌۭ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌۭ لَّهُنَّ ۗ …
Artinya: “… mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka…” (QS. Al-Baqarah [2]:187)
Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir-nya: “Firman Allah subhanahu wata’ala: “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka” Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, al-Hasan, Qatadah, as-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan mengatakan: “Maksudnya, mereka adalah pemberi ketenangan bagi kalian, dan kalian juga pemberi ketenangan bagi mereka.”[1]
Sungguh, sebuah ikatan hati yang sangat erat, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan:
((لَمْ نَرَلِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ.))
Artinya: “Kami tidak melihat ada solusi bagi sepasang insan yang saling jatuh cinta selain menikah.”[2]
Maksudnya, obat yang paling manjur untuk mengobati penyakit ‘isyq (jatuh cinta) adalah menikah. Itulah solusi paling tepat yang tidak perlu mencari solusi-solusi lain selama jalan menuju pernikahan bisa ditempuh.[3]
Para suami yang mulia, sadarilah rumah tangga yang Allah karuniakan kepadamu itu adalah anugerah yang sangat besar. Terlebih lagi manakala Allah subhanahu wata’ala menganugerahkan seorang istri yang shalihah, sebaik-baik perhiasan dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
(( الدُّنْيَا مَتَا عٌ وَخَيْرُ مَتَا عِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ.))
Artinya: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang shalihah.”[4]
Ingatlah, tidak semua laki-laki mendapat anugerah seperti ini. Bukankah engkau saksikan banyak pemuda yang ingin menikah namun Allah subhanahu wata’ala belum memberikan kemampuan. Berapa banyak pula suami yang mendapatkan istri yang buruk perangai dan akhlaknya, sehingga rumahnya ibarat neraka?
Namun, sebagai manusia seringkali kita lupa. Kadang kala kita baru dapat merasakan besarnya sebuah nikmat justru setelah nikmat itu tercabut dari kita. Banyak orang yang baru merasakan besarnya nikmat sehat setelah ia sudah jatuh sakit. Seorang baru merasakan besarnya nikmat kehidupan, justru setlah ia berada di ambang kematian. Seorang baru merasakan nikmat kaya justru setelah ia jatuh miskin.
Memang, sangat sedikit manusia yang mau bersyukur. Maha benar Allah dalam firman-Nya:
وَقَلِيلٌۭ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ
Artinya: “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’ [34]: 13)
Rumah Tangga adalah Amanah
Para suami yang mulia, sadarilah engkau adalah pemimpin rumah tangga. Pemimpin bagi istri dan anak-anakmu. Bersiaplah mengemban amanat sebagai pemimpin.
Seorang suami harus menyiapkan dirinya sebagai pemimpin. Ia harus melatih dirinya menjadi pemimpin yang baik, memikul tanggung jawab dengan amanah dan menanamkan jiwa kepemimpinan dalam dirinya.
Buanglah sifat kekanak-kanakan dan sikap tak mengerti tanggung jawab. Sadarilah engkau sekarang telah menjadi lokomotif yang dibelakangmu telah menunggu gerbong-gerbong yang siap untuk dibawa.
Kita harus selalu ingat bahwa tanggung jawab ini pasti akan ditanyakan oleh Allah kelak di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits:
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Amir yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya. Dan ia akan ditanya tentangnya. Seorang budak adalah pemimpin pada harta tuannya. Dan ia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah, setiap kami adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.[5]
Wahai suami, jagalah amanah ini sebaik-baiknya. Jadilah engkau seorang pemimpin yang bertanggung jawab lagi berakhlak mulia. Suami yang penuh wibawa dan kasih sayang. Suami yang mampu memimpin dan mendidik istri serta anak-anakmu demi meraih keridhaan Allah subhanahu wata’ala. Menuntun mereka menuju keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan kita:
(( لَا إِيْمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ. ))
Artinya: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah.”[6]
Ya Allah, anugerahkan kekuatan dan kemudian kepada kami untuk memelihara dan melaksanakan amanah-Mu ini. Dan masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Allahumma amin.
Jadilah Kepala Keluarga yang Berilmu dan Beramal Shalih
Ilmu laksana cahaya. Orang yang tidak punya ilmu akan hidup dalam kegelapan. Tidak tahu jalan mana yang harus ia tempuh dan apa yang harus ia lakukan saat menghadapi masalah.
Sungguh, kebutuhan kita terhadap ilmu jauh lebih besar daripada kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Sebab, makan dan minum hanya berfungsi untuk menjaga kehidupan jasmani, dan ini juga adalah kebutuhan hewan. Sedangkan ilmu yang bermanfaat kita butuhkan untuk menjaga kehidupan hati dan rohani. Sementara, hatilah yang menentukan baik buruknya perilaku dan jasmani, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits:
))أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ((
Artinya: “Ketahuilah, dalam jasad terdapat sekerat daging, jika baik maka baik pulalah seluruh anggota tubuh; jika rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa yang dimaksud itu adalah hati.”[7]
Orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۢ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌۭ
Artinya: “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)
Ilmu adalah sesuatu yang harus kita miliki sebelum kita berbicara dan berbuat. Kebaikan hidup dunia dan akhirat hanya dapat diraih dengan ilmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits:
(( مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ. ))
Artinya: “Barangsiapa yang Allah kehendaki atasnya kebaikan niscaya Allah akan beri ia pemahaman dalam agama.”[8]
Demikian pula halnya kesuksesan dalam rumah tangga, tidak akan bisa diraih tanpa ilmu. Karena itu, jangan pernah berangan-angan bisa menjadi suami yang sukses jika kita tidak mau belajar.
Apalagi sebagai kepala keluarga, sebagai pemimpin rumah tangga, kita dituntut untuk terus menimba ilmu. Sebab, dalam mengarungi bahtera rumah tangga tentu banyak problematika yang harus kita selesaikan dan rintangan yang harus kita lewati. Tidak mungkin kita bisa melewati semua itu tanpa ilmu.
Masih banyak yang harus kita pelajari, berapapun usia pernikahan kita. Kita harus mempelajari bagaimana tuntunan syariat yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga; apa saja kewajiban yang harus kita laksanakan dan apa saja yang harus kita tinggalkan. Kita harus belajar cara berinteraksi yang benar dengan istri, anak-anak, dan semua orang yang hidup bersama kita. Kita harus belajar tentang perkara-perkara yang dapat memperkokoh kebahagiaan suami istri, dan bagaimana cara kita meraih ridha Allah melalui ikatan pernikahan ini.
Disamping itu, mungkin masih banyak kekeliruan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, yang dapat menghalangi terciptanya kebahagiaan hidup rumah tangga kita. Dan kita juga harus belajar bagaimana cara menghadapi berbagai macam perselisihan dan problematika rumah tangga serta cara menyelesaikan permasalahannya menurut rambu-rambu syariat.
Intinya apabila kita ingin menjadi seorang suami yang sukses, ayak yang sukses, atau seorang pendidik yang sukses, maka kita tidak bisa berpangku tangan. Kita harus belajar. Maka, selama hayat dikandung badan tetaplah bergairah menjadi seorang penuntut ilmu, yang senantiasa haus ilmu dan terus mencarinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمً أَوْ مُتَعَلِّمً
Artinya: “Dunia itu terlaknat dan terlaknat apa yang ada di dalam nya kecuali dzikrullah, amal ketaatan kepada Allah, dan seorang alim atau penuntut ilmu.”[9]
Tak ada kekayaan yang lebih berharga bagi kita selain ilmu dan tidak ada kedudukan yang lebih mulia bagi kita selain menjadi penuntut ilmu.
insyaAllah bersambung ke bagian berikutnya …
REFERENSI:
diringkas dari buku: Surat Terbuka untuk Para Suami
Penulis: Abu Ihsan al-Atsari & Ummu Ihsan Choiriyah
Peringkas: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur
[1] Ibnu Abi Hatim (1/370).
[2] Hadits shahih riwayat Ibnu Majah. Dishahihkan oleh al-Albani dalam kitabnya, Shahih Sunan Ibnu Majah (no. 1847)
[3] At-Taisir syarah jami’ ash-shaghir (II/584).
[4] Hadits riwayat Muslim dalam shahih-nya.
[5] Hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya (no. 893) dan Muslim (no. 4828).
[6] Hadits shahih riwayat Ahmad. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ (no. 7179)
[7] Muttafaq ‘alaih
[8] Muttafaq ‘alaih
[9] Hadits riwayat at-Tirmidzi (no. 2322) dari Abu Hurairah. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah (no. 2797)
BACA JUGA:
Leave a Reply