Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

SIAPAKAH YANG AKAN MEMIMPIN KALIAN?

LAFAZ AYAT

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS Al-An’am: 129)

TAFSIR RINGKAS

Perkataan Allah ta’ala “Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan,” adalah pengabaran dari Allah ta’ala tentang sunnatullah pada orang-orang yang zalim, yaitu Allah jadikan sebagian mereka pemimpin bagi sebagian yang lain, maksudnya sebagian mereka menolong sebagian dengan pertolongan dan rasa cinta. Ini dikarenakan usaha buruk yang telah mereka lakukan, layaknya pertemanan antara setan-setan dari kalangan manusia dengan jin. Yang menyatukan antara keduanya adalah keburukan dan kejelekan. Sedangkan orang-orang yang zalim tersebut disatukan dengan kezaliman dan permusuhan. Tidak masalah jika makna lafaz ini dibawa kepada makna: penguasaan orang-orang yang zalim sebagian mereka dengan sebagian lain sampai batas ‘tidak ada orang yang zalim kecuali akan diuji dengan yang lebih zalim darinya.’ Sebagaimana Allah ta’ala akan memasukkan mereka ke dalam neraka sebagian kelompok setelah sebagian yang lain. Semua ini haq dan bisa (bermakna demikian) sesuai dengan makna lafaz yang ditunjukkan dalam ayat tersebut.1

PENJABARAN AYAT

Firman Allah ta’ala:

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS Al-An’am: 129)

Para ulama berselisih pendapat tentang tafsir “nuwalli” pada ayat ini. Di antara pendapat yang disebutkan adalah sebagai berikut:

  1. Kami jadikan sebagian mereka sebagai penolong yang lainnya untuk berbuat kafir kepada Allah. Ini adalah pendapat yang disebutkan oleh Qatadah. Beliau berkata:

وإنما يولي الله بين الناس بأعمالهم، فالمؤمن وليُّ المؤمن أين كان وحيث كان، والكافر وليُّ الكافر أينما كان وحيثما كان. ليس الإيمان بالتَمنِّي ولا بالتحَلِّي.

Sesungguhnya Allah menjadikan penolong sebagian manusia sesuai dengan amalan-amalan mereka. Orang mukmin akan menjadi penolong mukmin yang lainnya dimana pun dan kapan pun, dan orang kafir akan menjadi penolong orang yang kafir lainnya dimana pun dan kapan pun. Iman bukanlah dengan berangan-angan dan tidak pula dengan berhias-hias.”2

Menurut pendapat ini, Allah menjadikan orang-orang yang zalim bersahabat setia dengan orang-orang zalim lainnya. Mereka saling membantu di dalam kezaliman mereka.

  1. Kami jadikan sebagian mereka mengiringi sebagian yang lain di neraka. Pendapat ini juga dinukil dari Qatadah, beliau berkata:

في النار، يتبع بعضهم بعضًا

Di neraka sebagian mereka mengikuti sebagian yang lain.”

Menurut pendapat ini, ini terjadi akhirat nanti, dimana orang-orang zalim akan dimasukkan ke dalam neraka dengan beriring-iringan satu dengan yang lainnya.

  1. Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim memimpin sebagian orang-orang yang zalim lainnya.

Ini adalah pendapat Ibnu Zaid dan banyak ulama tafsir, beliau berkata, “Yaitu orang-orang zalim dari kalangan jin dan dari kalangan manusia.” Kemudian beliau membaca ayat:

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS Az-Zukhruf: 36)

Kemudian beliau berkata, “Kami jadikan sebagian orang-orang zalim dari kalangan jin menguasai orang-orang zalim dari kalangan manusia.”

Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah memilih pendapat yang ketiga, beliau mengatakan, “Pendapat yang lebih utama dari pendapat-pendapat tersebut berdasarkan cara penafsiran yang benar adalah pendapat yang mengatakan, ‘Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang zalim menjadi pemimpin sebagian yang lain. Karena Allah menyebutkan sebelum ayat ini perkataan orang-orang musyrik:

وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ

Lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: ‘Ya Tuhan kami! Sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain).’.”

Dan Allah mengabarkan bahwa sebagian mereka menjadi kawan-kawan yang lainnya … Sebagaimana kami telah menjadikan sebagian orang-orang musyrik dari kalangan jin dan manusia sebagai kawan sebagian yang lain dan sebagian memberikan kesenangan dengan sebagian yang lain, maka seperti itu pula kami jadikan sebagian mereka sebagai pemimpin yang lainnya di segala hal, ‘akibat apa yang mereka usahakan’ berupa kemaksiatan dan mereka melakukan kemaksiatan tersebut.”3

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Sesungguhnya Allah jika menginginkan kebaikan pada suatu kaum maka Allah pimpinkan kepada mereka orang-orang terbaik di antara mereka. Dan jika Allah inginkan keburukan pada suatu kaum maka Allah pimpinkan mereka orang-orang terburuk di antara mereka.”4

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Dan makna ayat yang mulia ini adalah sebagaimana kami jadikan orang-orang yang merugi tersebut dari kalangan manusia telah disesatkan oleh sekelompok makhluk dari kalangan jin, maka kami lakukan juga pada orang-orang yang berbuat zalim, kami kuasakan sebagian mereka untuk memimpin yang lain, sehingga kami binasakan sebagian mereka dengan sebagian yang lain sebagai balasan dari kezaliman dan penyimpangan mereka.”5

Syaikh Sa’di rahimahullah menafsirkan, “Seperti itulah, termasuk sunnah Kami (sunnatullah) kami pimpinkan orang yang zalim dengan orang yang zalim semisalnya, dia membantunya dan menganjurkan untuk melakukan keburukan, dia tidak menginginkan kebaikan dan membuat orang menjauh darinya. Ini adalah hukuman Allah yang sangat besar dan sangat buruk akibat dan bahayanya. Dan dosa (yang dilakukan) adalah dosa orang yang zalim. Dia adalah orang yang menimpakan bahaya dan berbuat aniaya kepada dirinya sendiri. ‘Dan tidaklah Rabb-mu berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya.’ Dan di antara contohnya, jika hamba-hamba banyak melakukan kezaliman dan kerusakan, serta tidak menunaikan hak yang wajib (ditunaikan), maka Allah akan menjadikan orang-orang zalim memimpin mereka dan mengajak mereka kepada azab yang buruk… Demikian juga, hamba-hamba Allah, jika mereka shalih dan ber-istiqamah maka Allah akan menjadikan shalih pemimpin-pemimpin mereka dan menjadikan mereka imam-imam yang adil dan bijak, dan tidak dipimpinkan pemimpin yang zalim dan menyimpang.”6

Diriwayatkan dari Manshuur bin Abil-Aswad rahimahullah, dia berkata, “Saya bertanya kepada Al-A’masy tentang perkataan Allah: “Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan,” ‘Apa yang engkau dapatkan dari perkataan mereka tentangnya.’ Beliau pun menjawab:

إِذَا فَسَدَ النَّاسُ أُمِّرَ عَلَيْهِمْ شِرَارهُمْ.

Jika manusia rusak maka akan dipimpinkan kepada mereka orang-orang terburuk di antara mereka.”7

Sebagaimana keadaan kalian saat ini, seperti itulah kalian akan dipimpin

Perkataan (كَيْفَ تَكُوْنُوْا يُوَلَّى عَلَيْكُمْ) yang artinya ‘Sebagaimana keadaan kalian saat ini, seperti itulah kalian akan dipimpin’ bukanlah ayat dan bukan pula hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi dia adalah perkataan hikmah yang dikenal dan menyebar di kalangan salaf terdahulu, bahkan sebagian salaf menukil bahwa perkataan hikmah ini telah dikatakan oleh sebagian Nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.8

Al-‘Ajluni rahimahullah mengatakan, “Saya berkata, ‘Ath-Thabrani meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri bahwasanya dia mendengar seorang laki-laki berdoa buruk untuk Al-Hajjaj, kemudian beliau berkata kepadanya:

لَا تَفْعَلْ أَنَّكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُم أُوْتِيْتُمْ، إِنَّماَ نَخَافُ إِن عُزِلَ الحَجَّاجُ أَوْ مَاتَ أَنْ يَتَوَلَّى عَلَيْكُمْ القِرَدَةُ وَالخَنَازِيْرُ، فَقَدْ رُوِيَ أَنْ أَعْمَالُكُمْ عُمَّالُكُمْ وَكَمَا تَكُوْنُوْا يُوَلَّى عَلَيْكُمْ.

Jangan kamu lakukan itu! Sesungguhnya kalian diberikan (seperti itu) karena diri-diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kami takutkan jika Al-Hajjaj lengser atau mati, kalian akan dipimpin oleh kera-kera dan babi-babi. Sungguh telah diriwayatkan bahwasanya, ‘Amalan-amalan kalian adalah pemimpin-pemimpin kalian, sebagaimana kalian saat ini, seperti itulah kalian akan dipimpin.’.”9

Ath-Thurthusyi rahimahullah mengatakan, “Saya selalu mendengar mereka mengatakan:

أَعْمَالُكُمْ عُمَّالُكُمْ، كَمَا تَكُوْنُوْا يُوَلَّى عَلَيْكُمْ

Amalan-amalan kalian adalah pemimpin-pemimpin kalian, sebagaimana kalian saat ini, seperti itulah kalian akan dipimpin,’ sampai saya beruntung mendapatkan makna ini di dalam Al-Qur’an, yaitu firman Allah ta’ala:

Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.”

Dulu dikatakan bahwa apa-apa yang engkau ingkari di zamanmu, itu adalah akibat buruk amalanmu kepadamu.

Abdul-Malik bin Marwan mengatakan, ‘Kalian tidak berlaku adil kepada kami wahai rakyatku! Kalian menginginkan (kami mengikuti) perjalanan hidup Abu Bakr dan Umar, tetapi kalian tidak berjalan kepada kami dan kepada diri-diri kalian sebagaimana perjalanan hidup mereka berdua. Kita memohon kepada Allah agar setiap orang menolong yang lain.”

Kemudian Ath-Thurthusyi mengatakan, “ ’Ubaidah As-Salmani berkata kepada Ali bin Abi Thalib, ‘Wahai Amirul-mukminin! Mengapa dulu manusia bisa taat kepada Abu Bakr dan ‘Umar, padahal dunia bagi mereka lebih sempit dari sejengkal, kemudian Allah lapangkan keduanya. Sedangkan ketika engkau dan ‘Utsman memimpin, manusia tidak mentaati kalian berdua, padahal dunia telah lapang kemudian menjadi sempit bagi kalian berdua lebih sempit dari sejengkal?’ Beliau pun menjawab, ‘Karena rakyatnya Abu Bakr dan ‘Umar dulu adalah orang semisalku dan semisal ‘Ustman, sedangkan rakyatku pada hari ini adalah orang semisalmu dan orang yang mirip denganmu.’

Saudara dari Muhammad bin Yusuf pernah mengadukan kezaliman para pemimpin, kemudian Muhammad bin Yusuf pun menulis kepadanya, “Suratmu telah sampai kepadaku dan ingatlah keadaan kalian saat ini bagaimana kalian di dalamnya. Tidak sepantasnya orang yang bermaksiat mengingkari adanya hukuman. Dan saya tidak melihat keadaan saat ini kecuali akibat dari kesialan dosa-dosa. Wassalam.”10

Ibnul-Qayyim rahimahullah mengatakan, “Dan perhatikanlah hikmah Allah ta’ala, Allah menjadikan raja-raja, pimpinan-pimpinan dan pengurus urusan-urusan manusia tergantung dengan amalan yang mereka lakukan. Bahkan, amalan-amalan mereka termanifestasi pada pemimpin-pemimpin dan raja-raja mereka. Jika mereka ber-istiqamah maka istiqamah juga raja-raja mereka. Jika mereka adil maka raja-raja mereka pun akan adil kepada mereka. Jika mereka zalim, maka raja-raja dan pemimpin-pemimpin mereka pun akan berbuat kezaliman. Jika tampak pada diri mereka makar dan penipuan maka pemimpin-pemimpin mereka juga akan seperti itu. Jika mereka menahan hak-hak Allah yang ada pada diri mereka dan bersikap pelit, maka raja-raja dan pemimpin-pemimpin mereka pun akan menahan hak mereka yang ada pada raja dan pemimpin tersebut…” Kemudian beliau mengatakan:

وَلَيْسَ فِيْ الْحِكْمَةِ الإلَهِيَّةِ أَنْ يُوَلَّى عَلَى اْلأشْرَارِ الفُجَّارِ إِلَّا مَنْ يَكُوْنُ مِنْ جِنْسِهِمْ، وَلَمَّا كَانَ الصَّدْرُ الأوَّلُ خِيَارُ الْقُرُوْنِ وَأَبَرُّهَا كَانَتْ وُلَاتُهُمْ كَذَلِكَ، فَلَمَّا شَابُوْا شَابَتْ لَهُمُ الْوُلَاة.

Dan bukan termasuk hikmah ilahiyah, Allah tidaklah menjadikan pemimpin-pemimpin orang-orang yang buruk dan berdosa kecuali dari jenis mereka sendiri. Ketika dulu di zaman awal mereka adalah sebaik-baik generasi dan mereka sangat bertakwa, pemimpin-pemimpin mereka pun seperti itu. Ketika mereka menipu, maka pemimpin-pemimpin mereka pun menipu mereka.”11

Melihat paparan di atas, sudah sepantasnya sebagai seorang muslim, kita selalu bertaubat dan memperbaiki amalan-amalan kita. Kemudian kita ajak orang-orang lain juga untuk bertaubat dan memperbaiki amalan-amalan mereka. Dengan tegaknya amr bil-ma’ruuf wan-nahy ‘anil-munkar pada kaum muslimin kita sangat mengharapkan terjadi perubahan yang besar, sehingga kita dan mereka menjadi orang-orang yang shalih dan ber-istiqamah. Dengan demikian, dengan izin Allah, Allah akan menjadikan pemimpin-pemimpin yang shalih dan ber-istiqamah sebagai pemimpin-pemimpin kita.

KESIMPULAN

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  1. Allah menjadikan pemimpin pada suatu kaum tergantung bagaimana kaum tersebut beramal. Jika mereka beramal shalih, maka akan dipimpinkan pemimpin yang shalih, jika mereka bermaksiat dan berbuat kezaliman maka akan dipimpinkan pimpinan yang zalim.
  2. Termasuk sunnatullah (ketetapan Allah pada alam) untuk menjadikan orang-orang zalim dipimpin oleh orang zalim.
  3. Hendaknya kaum muslimin senantiasa bertaubat dari dosa-dosa mereka, memperbaiki amalan dan menegakkan amr bil-ma’ruuf wan-nahy ‘anil-munkar agar tidak dipimpinkan penguasa-penguasa yang zalim.

Demikian tulisan ini. Mudahan bermanfaat, dan mudah-mudahan Allah menjadikan masyarakat kita menjadi masyarakat yang shalih dan ber-istiqamah, sehingga kita dipimpin oleh orang-orang seperti itu pula. Amin.

Footnotes (Catatan Kaki)

1 Aisar Tafaasiir hal. 422-423.

2 Tafsiir Ath-Thabari XII/118.

3 Lihat Tafsiir Ath-Thabari XII/119-120.

4 Lihat Tafsir Al-Baghawi III/189.

5 Tafsiir Ibni Katsiir III/340.

6 Tafsiir As-Sa’di hal. 276.

7 Ad-Durrul-Mantsuur VI/203.

8 Kaifa takuunuu yuwalla ‘alaikum hal. 58.

9 Kasyful-Khafaa’ I/137.

10 Siraajul-Muluuk II/467 (dinukil dari Kamaa takuunu yuwalla ‘alaikum hal. 61)

11 Miftaah Daaris-sa’aadah I/254.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ad-Durr Al-Mantsuur Fit-Tafsiir Bil-Mantsuur. ‘Abdurrahman bin Abi Bakr As-Suyuthi. Mesir: Dar Hajr.
  2. Aisarut-Tafaasiir Li Kalaam ‘Aliyil-Kabiir Wa Bihaamisyihi Nahril-Khair ‘Ala Aisarit-Tafaasiir. Jaabir bin Musa Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulum Wal-Hikam.

  3. Jaami’ Al-Bayaan Fii Ta’wiilil-Qur’aan. Muhammad bin Jariir Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.

  4. Kamaa takuunuu yuwallaa ‘alaikum. Abdul-Maalik bin Ahmad bin Al-Mubarak Ramadhani. 1429 H. Ar-Riyadh: Mathabi’ Al-Humaidhi.
  5. Kasyful-Khafaa’ Wa Muziilul-Ilbaas ‘Ammaasytahara Minal-Ahaadiits ‘Alaa Alsinatinnaas. Isma’il bin Muhammad Al-Jaraahi Al-‘Ajluuni. Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi.
  6. Ma’aalimut-Tanziil. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.

  7. Tafsiir Al-Kariim Ar-Rahmaan Fi Tafsiir Kalaam Al-Mannaan. ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. 1426 H/2005. Kairo: Darul-Hadits.

  8. Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.

  9. Dan lain-lain, sebagian besar sudah dicantumkan di footnotes.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.