Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

PUASA BAGI IBU HAMIL DAN MENYUSUI

HAMIL

 

PUASA BAGI IBU HAMIL DAN MENYUSUI-Allah memberikan keringan separuh shalat dan puasa bagi musafir; dan juga bagi wanita hamil dan menyusui

Terkadang tidak semua wanita hamil dan menyusui kuat melaksanakan puasa di bulan Ramadhan ini ada beberapa pendapat sebagian para ulama semoga bermanfaat bagi kita semua

Bagi para wanita hamil dan menyusui yang khawatir bagi kesehatan bayinya, sering timbul pertanyaan didalam benak mereka , apakah harus mengqadha setelah melahirkan dan menyusui? Ataukah hanya membayar fidyah saja?

Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini dalam beberapa pendapat :

  1. Wajib mengqadha puasa saja setelah melahirkan atau menyusui.
  2. Wajib membayar fidyah saja.
  3. Wajib mengqadha dan membayar fidyah.

Dari be berapa pendapat tersebut silahkan anda memilih mana yang lebih kuat pendapatnya dan lebih menenangkan hati anda.

Adapun kami lebih memilih pendapat berikut :

  1. Jika ibu hamil dan menyusui itu mampu berpuasa, maka sebaiknya ia berpuasa.
  2. Jika tidak mampu berpuasa,maka setelah mengqadha setelah melahirkan atau menyusui.
  3. Jika tidak mampu mengqadha, maka ia hanya membayar fidyah saja.

Contoh kasusnya sebagai berikut.

Saat seorang wanita sedang hamil dan tidak bisa berpuasa selama hamper satu bulan, karena mual dan muntah hebat ( morning siknees ),maka ia boleh mencoba mengqadhanya setelah melahirkan ( ketika menyusui ).

Namun ketika menyusui, ia juga tidak dapat puasa karena merasa lemas. Sehingga ia tidak bisa mengurus bayi atau air susunya enjadi sedikit. Dalam kondisi ini ia boleh tidak melakukan puasa,iapun m engqadahanya setelah masa menyusui.

Jika masih juga tidak bisa mengqadanya setelah menyusui ,ternyata ia hamil lagi dan ketika hamil ia juga tidak mampu berpuasa, maka kondisi ini ia cukup membayar fidyah.

Bisa kita bayangkan kondisi seorang ibu dengan kasus di atas, pada tahun pertama selama ramadhan mungkin ia memiliki utang atau tanggungan puasa selama sebulan penuh. Kemudian selama dua tahun menyusui, ternyata iapun tidak mampu berpuasa. Dengan demikian, ia mempunyai utang puasa selama dua tahun itu juga, sehingga totalnya adalah tiga tahun, yakni tiga kali bulan ramadhan, ia harus mengganti puasanya itu dengan mengqadanya dilain waktu.

Ternyata setelah menyusui ia hamili, ( bahkan ada yang belum selesai dua tahun menyusui sudah hamil lagi ); lantas kapan dia akan mengqadha puasa yang ditinggalknya yang sudah menumpuk? Karena itu, dalam kasus seperti ini ada pendapat ulama yang membolehkan bagi ibu tersebut untuk membayar fidyah saja.

  • Mengqadha bagi ibu hamil dan menyusui

Seorang ibu hamil yang sakit mual dan muntah hebat ( morning sikcnes ), termasuk sakit yang membolehkanya tidak berpuasa dan mengqadha setelahnya,

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر

Artinya:

‘’ Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan ( dia tidak berpuasa ), maka ( wajib menggantinya ), sebanyak hari yang ditinggalkanya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…’’ ( QS. Al-baqarah [2]: 185 )

 

Ibu hamil dan menyusui mendapatkan keringan dalam berpuasa sebagaimana musafir.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : ‘’ sungguh, Allah memberikan keringan separuh shalat dan puasa bagi musafir; dan juga bagi wanita hamil dan menyusui’’.  ((HR. An-nasai, no 2274 ) dan Ahmad ( V l 29 ). Syaikh al-albani dan syaikh syu’aib al-artnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

  • Membayar fidyah bagi ibu hamil dan menyusui

Ibu hamil dan menyusui boleh membayar fidyah saja jika khawatir terhadap kesehatan diri dan anaknya.

Ulama menjelaskan bahwa dibolehkan membayar fidyah bagi ibu hamil dan menyusui, berdasarkan ayat berikut ini :

وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين

Artinya:

‘’… dan bagi orang yang berat menjalankanya, wajib membayar fidyah,yaitu memberi makan seorang miskin…’’ (QS. Al-baqarah [2] 184)

 

Al-mawardi berkata, dan ia menukir pendapat ahli tafsir ibnu Abbas dan mujahid, bawha dalam ayat ini dibolehkan membayar fidyah bagi ibu hamil dan menyusui. Ia berkata lebih lanjut : ‘’ mereka tidak mampu berpuasa karena kelemahan ( ketidak mampuan ) mereka, seperti orang lanjut usia, wanita hamil dsan menyusui, maka mereka membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin. Mereka tidak wajib mengqadha puasanya karena kelemahan mereka ‘’.

Demikan juga pendapat dari Abdullah bin Abbas, beliau menafsirkan : yaitu laki-laki dan wanita yang sudah tua dan lemah serta tidak mampu berpuasa, maka kewajibanya adalah memberi makan orang miskin sebanyak hari yang mereka tinggalkan pada bulan Ramadhan yaitu, setengah sha gandum ( untuk setiap hari yang ditinggalkanya ).’’

Pada kesempatan lain, Ibnu Abbas tatkalah melihat ummu walad-nya  ( budak perempuan yang dijadikan istri dan melahirkan anaknya ) hamil atau menyusui,ia lalu berkata :

‘’ kau termasuk orang yang tidak mampu, maka wajib bagimu membayar ( fidyah ) dan tak wajib qadha’ ( mengganti puasa ).’’ ( HR. Ad-daruquthni ( 1/207 )

 

Dari Malik, dari Nafi, bahwa Ibnu Umar ketika beliau ditanyai mengenai wanita hamil dan mengkhawatirkan kesehatan anaknya, beliau lantas menjawab : ‘’ ia boleh  berbuka ( tidak puasa ) dan mem,beri makan orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkanya, satu mud gandum ( untuk setiap hari yang ditinggalknya ).

  • Pandangan medis atas puasa ibu hamil dan menyusui

Kondisi setiap orang itu berbeda-beda, ada yang mampu dan ada yang tidak mampu puasa. Sebaiknya dicoba dlu berpuasa ketika hamil dan menyusui. Jangan langsung tidak berpuasa tanpa mencobanya terlebih dahulu. Barangkali hal itu hanya kekhawatiran semata,padahal sejatinya ia mampu berpuasa.

Jika kekhawatiran itu ada indikasihnya, mual muntah hebat selama hamil, maka tidak perlu memaksakan untuk berpuasa, karena ia termasuk orang yang mendapat udzur ( berhalangan ), yaitu sakit ( morning sicknees ). Apalagi ada anjuran dari dokter terpercaya agar sebaiknya tidak melakukan puasa.

Jika anda kuat puasa dalam keadaan hamil dan menyusui, silahkan ikuti beberapa tips berikut ini :

  1. Jadwal makan tetap di atur tiga kali sehari, yaitu ketika berbuka, pertengahan malam, dan diwaktu sahur;
  2. Atau sering makan tapi sedikit-dikit;
  3. Perbanyak minum air putih dan minuman bergizi;
  4. Tetap melakukan aktifitas seperti biasa.

Terkait dengan bahasa ini, saya ingin berbagi pengalaman. Pada saat hamil pertama, istri saya hamil 7-8 bulan, namun ia tetap berpuasa bulan Ramadhan. Hanya dua hari atau beberapahari saja ia tidak berpuasa. Dan pada hamil kedua, usia kehamilan mencapai 8-9 bulan,kebetuln ketika bulan ramadhan , ketika melahirkan masih dalam keadaan berpuasa, pada jam 11 siang karena tidak sempat berbuka dan proses melahirkanyapun sangat cepat, kurang dari 5 menit  langsung melahirkan.

Alhamdulillah semuanya sehat. Jadi, apabila tidak ada indikasi atau nasihat dari dokteruntuk tidak berpuasa, maka berpuasa lebih baik, wallahu a’lam. Semoga para ibu hamil dan menyusui dimudahkan untuk menjalani puasa Ramadhan dan menikmati ibadah kepada Allah .

Kesimpulan :

                Kondisi ibu hamil dan menyusui ketika menghadapi puasa Ramadhan :

  1. Jika mampu berpuasa, sebaiknya ia berpuasa.
  2. Jika tidak mampu berpuasa, setelahnya ia bisa mengqadha ( setelah melahirkan atau menyusui ).
  3. Jika tidak mampu mengqadha , cukup membayar fidyah.

Demikianlah beberapa penjelasan masalah puasa bagi ibu hamil dan menyusui,adapun jika ibu hamil dan menyusui tidak kuat dalam berpuasa maka bisa memilih beberapa pendapat di atas

Wallahu a’lam

Refrensi                     : Penebar Sunnah, Pustaka Imam Syafi’i

Penulis                        : Dr. Raehanul Bahraen

Diringkas oleh            : Suhadah

Baca juga artikel:

Sutrah Dalam Shalat

Ketika 2 Kelompok Mukmin Saling Berperang

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.