Alloh Subhanahu wa ta’ala telah mengabarkan kepada kita semua bahwa asal manusia adalah tidak mengetahui. Kemudian Alloh memberikan karunia yang berupa sarana-sarana untuk memperoleh ilmu, yaitu pendengaran, penglihatan dan hati. Hal itu telah dijelaskan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Alloh mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl : 78).
Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam telah memerintahkan agar menuntut ilmu, sebagaimana sabda-Nya:
إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
“Sesungguhnya ilmu itu dengan belajar.” (Silsilatul Ahâdîtsish Shohîhah, no. 342).
Dengan demikian, maka diketahuilah bahwa ilmu syar’i yang berdasarkan kepada kitabulloh dan sunnah Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah merupakan perkara yang amat agung, diperintahkan oleh syariat dan dicintai oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Selain itu, tentu ilmu yang diperintahkan ini memiliki aneka keistimewaan, keagungan dan kemuliaan. Apa diantara keutamaan dan mempelajari ilmu syar`i tersebut?
Berikut ini adalah uraian ringkas berkaitan dengan masalah ini dengan banyak mengambail faidah dari kitab yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah (w. 751 H) yang bernama Miftâhu Daris Sa`âdah, dari jilid pertama[1]. Semoga Alloh membalas kebaikan beliau dengan sebaik-baik balasan.
Perintah untuk Bertanya kepada Ahli ilmu.
Alloh telah memerintahkan agar bertanya kepada ahli ilmu dan kembali kepada perkataan-perkataan mereka. Alloh berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl : 43).
Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa ahludz dzikr adalah orang-orang yang diberi ilmu tentang apa yang diturunkan kepada para nabi.
Ayat yang pertama turun memerintahkan untuk mencari ilmu.
Di antara ayat yang pertama turun kepada Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah perintah untuk membaca. Alloh berfirman:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-Alaq : 1).
Pujian Alloh karena ayat-ayat Alloh berada dalam hati mereka yang diberi ilmu
Alloh memuji mereka dengan dijadikannya kitab-Nya berupa ayat-ayat yang berada (dihafal) dalam dada-dada mereka. Ini tidak diberikan kepada orang lain, selain mereka.
Alloh berfirman:
وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ فَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الْكَافِرُونَ (47) وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ (48) بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ (49) وَقَالُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آيَاتٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الْآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ (50) أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an. Maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Taurot mereka beriman kepadanya (Al-Qur’an); dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. Dan Tiadalah yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir. Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkarimu. Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zholim. (QS. Al-Ankabût : 47-49).
Perintah kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam agar memohon tambahan ilmu.
Alloh Subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan Nabi-Nya agar berdoa memohon tambahan ilmu, sebagaimana firman-Nya:
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Maka Maha Tinggi Alloh Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thôhâ : 114).
Tingginya derajat orang yang berilmu.
Alloh telah mengabarkan tentang tingginya derajat orang yang berilmu dan beriman. Alloh berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah : 11).
Pengangkatan derajat disebutkan di beberapa tempat dalam kitab Alloh yaitu: QS. Al-Anfal : 2-4, QS. Thôhâ : 75, dan QS. An-Nisâ’ : 95-96.
Persaksian Ahli Ilmu di hari Kiamat.
Pada hari kiamat Alloh I akan meminta persaksian kepada para ahli ilmu tentang batilnya perkataan orang kafir. Alloh berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالْإِيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (56) فَيَوْمَئِذٍ لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ
“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; “Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)”. seperti Demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Alloh, sampai hari berbangkit; Maka Inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya).” (QS. Ar-Rum : 55-56).
Jalan mencapai rasa takut kepada Alloh
Alloh telah mengabarkan bahwa orang yang berilmu adalah orang yang dapat (merasa takut) kepada Alloh, bahkan mengkhususkan mereka dari semua makhluk-Nya. Alloh berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir : 28).
Dapat mengambil pelajaran dari permisalan.
Hanya orang yang memiliki ilmu sajalah yang dapat memahami dan mengambil manfaat dari permisalan yang telah dibuat oleh Alloh untuk manusia.
Alloh berfirman:
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (QS. Al-Ankabut : 43).
Sebagian salaf apabila melalui suatu permisalan atau perumpamaan akan tetapi tidak dipahaminya, maka beliau menangis dan mengatakan: “Aku bukan termasuk orang yang mengetahui.” (Orang tersebut yaitu Amr bin Murroh, dalam riwayat Ibn Abi Hatim sebagaimana dalam Tafsir Ibn Katsir III/660). Lihat Miftâh Dârus Sa`âdah, I/226.
Pengangkatan derajat dengan hujjah.
Alloh telah memberitakan tentang Ibrahim ketika berdiskusi dengan ayahnya dan kaumnya, kemudian dapat mengalahkan mereka disebabkan oleh hujjah.
Alloh berfirman:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-An’am : 83).
Zaid bin Aslam mengatakan: “Kami mengangkat beberapa derajat orang yang kami kehendaki dengan ilmu hujjah. (Dikeluarkan oleh Abu Syaikh sebagaimana disebutkan dalam Ad-Durrul Mantsûr III/310. Lihat Miftâh I/226).
Kebahagiaan ahli ilmu.
Alloh memerintahkan mereka agar berbahagia dengan karunia-Nya dan memberitakan bahwa hal itu lebih baik dari pada apa yang dikumpulkan oleh manusia.
Alloh berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan kurnia Alloh dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. karunia Alloh dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus : 58).
Karunia terbesar kepada Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Ilmu adalah termasuk ni`mat yang paling mulia. Alloh telah menghitung-hitung ni`mat dan karunia-Nya kepada Rosul-Nya n , akan tetapi kitab dan hikmahlah yang paling utama dan mulia. Alloh berfirman:
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ أَنْ يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
“Sekiranya bukan karena karunia Alloh dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Alloh telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Alloh sangat besar atasmu.” (QS. An-Nisa’ : 113).
Menuntut ilmu adalah jalan menuju surga.
Salah satu jalan yang dapat mengantarkan seorang mukmin ke dalam surga adalah dengan ilmu. Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ.
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Alloh akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Ilmu adalah tanda kebaikan seseorang.
Apabila Alloh menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia menjadikannya faham terhadap agama. Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ.
“Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Alloh, maka Dia menjadikannya faham tentang agama.” (HR. Bukhori).
Celaan terhadap kebodohan dalam berbagai ayat.
Kejahilan (kebodohan) telah dicela oleh Alloh dalam berbagai bentuknya, antara lain:
- Menjelaskan bahwa kebanyakan manusia dalam kejahilan.
وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
(QS. Al-An’am : 111).
- Meniadakan ilmu dari kebanyakan manusia.
وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّ اللَّهَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَزِّلَ آيَةً وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-An`âm : 37).
- Membuat perumpamaan orang jahil dengan binatang ternak.
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al-Furqôn : 44).
- Disifati sebagai orang yang paling sesat di antara manusia.
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al-Furqôn : 44).
- Menetapkan bahwa orang-orang yang bodoh adalah sejelek-jelek binatang yang melata.
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.” (QS. Al-Anfâl : 22).
- Nabi terjaga dari kejahilan, akan tetapi dikatakan kepada beliau : jangan termasuk orang yang bodoh. (QS. Al-An’am : 35).
- Nabi Musa berlindung agar tidak termasuk orang yang jahil.
قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” (QS. Al-Baqoroh : 67).
- Memperingatkan Nuh dari kejahilan.
إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Hûd : 46).
- Sifat hamba-Nya mengatakan selamat kepada orang-orang jahil.
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan : 63).
Ilmu lebih dibutuhkan daripada makanan dan minuman.
Kebutuhan manusia kepada ilmu syar’i adalah amat besar. Bahkan lebih besar daripada kebutuhan kepada makanan dan minuman. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ahmad:
النَّاسُ مُحْتَاجُوْنَ إِلَى الْعِلْمِ أَكْثَرُ مِنْ حَاجَتِهِمْ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، ِلأَنَّ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ يُحْتَاجُ فِي الْيَوْمِ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ، وَالْعِلْمُ يُحْتَاجُ إِلَيْهِ بِعَدَدِ اْلأَنْفَاسِ.
“Manusia membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman. Hal itu karena makanan dan minuman diperlukan dalam sehari sekali atau dua kali, sedangkan ilmu diperlukan sebanyak bilangan nafas.” (Miftâh Dâris Sa`âdah, jilid 1, hlm. 249).
Inilah sebagian diantara keutamaan ilmu syar`i yang telah dijelaskan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala, dan Rosul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam serta yang telah diuraikan oleh para ahli ilmu.
Semoga Alloh memberi kita taufiq untuk dapat menuntut ilmu syar`i dengan berdasarkan kepada kitabulloh dan sunnah Rosululloh n sehingga dapat memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.
Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 05 Tahun 02
[1] Penjelasan tentang keutamaan ilmu, antara lain dalam: Miftâhu Dâris Sa`âdah (I/219-541; tahqiq Syaikh Ali Al-Halabi), Kitab Al-`Ilm, karya Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, hlm. 9-16 dan lain sebagainya.
Leave a Reply