Pilihlah Dalam Hal Makanan

pilihlah dalam hal makanan

Pilihlah Dalam Hal Makanan – Segala puji bagi Allah taala yang mana berkat dialah kita dapat membaca ringkasan Atikel ini, kemudian Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi kita yaitu nabi: Muhammad Shallahu alaihi wasallam. Amaba’du:

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُه اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّه رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِه

Artinya: “Katakanlah, “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allâh”. (QS. al-An’âm/6: 145).

Juga karena kaidah pada asalnya diperbolehkan sampai pasti ada yang memalingkan hukum tersebut.

Adapun penyu (kura-kura), sejumlah Ulama berpendapat bahwa boleh mengkonsumsi binatang ini walaupun tanpa disembelih, berdasarkan keumuman firman Allâh taala:

اُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُه

Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut”. (QS. al-Mâ’idah/5: 96)

Juga sabda Rasûlullâh Shallahu alaihi wasallam tentang air laut:

هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الحِلُّ مِيْتَتُهُ

Artinya: “Airnya suci dan bangkainya halal”. (shahih, HR. Muslim dalam shahihnya)

Namun yang lebih selamat adalah tetap disembelih, agar keluar dari khilaf.

Sedangkan buaya ada yang berpendapat boleh dimakan seperti ikan berdasarkan keumuman ayat dan hadits diatas. Ada juga yang menyatakan haram dimakan, karena termasuk hewan buas yang bertaring. Yang rajih adalah pendapat pertama.

Adapun kuda laut maka boleh dimakan karena masuk keumuman ayat dan hadits di atas dan tidak adanya dalil yang menentangnya. Juga karena kuda darat halal dimakan dengan nash maka tentunya kuda laut lebih pantas lagi dihalalkan.

Semoga apa yang telah kita baca barusan dapat bermanfaat untuk kita semua, kemudian nasihat Saya berikut-Nya ialah tentang:

Maksud dari shirâthal mustaqîm:

Di hari akhirat ada Shirâth (tetapi istilahnya bukan shirâthal mustaqîm, karena shirâthal mustaqîm maksudnya adalah Dînul Islam), bahkan di antara prinsip aqidah Ahlu Sunnah yang harus diimani dan dipahami secara benar adalah, beriman akan adanya shirâth di hari kiamat kelak.

Yaitu jembatan yang dij elaskan oleh banyak Ulama dalam kitab-kitab aqidah sebagai jembatan yang dibentangkan di atas api nereka, yang lebih tajam dari mata pedang dan lebih halus dari rambut, sebagaimana dij elaskan oleh salah seorang shahabat Rasulullah Shallahu alaihi Wasallam, Abu Sa’id al-Khudri Radhyallahu anhu:

بَلَغَنِيْ أَنَّ الجِسْرَ أَدَقُّ مِنَ الشَّعْرَةِ وَأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ

Artinya: “(Abu Sa’id Radiallahu anhu mengatakan) Aku diberitahu bahwa jembatan itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang).” (shahih Mauquf, HR. Muslim dalam shahihnya)

Jembatan akan dilewati oleh setiap insan setelah pengadilan di padang mahsyar.

Ketika menjelaskan keadaan orang-orang yang akan melewati shirât, Rasûlullâh Shallahu alaihi Wasallam bersabda :

فَيَمُرُّ أَوَّلُكُمْ كَالبَرْقِ قُلْتُ: بِأَبِيْ وَأُمِّيْ، أَيُّ شَيْءٍ كَمَرِّ البَرْقِ؟ قَالَ: أَلَمْ تَرَوا كَيْفَ يَمُرُّ وَيَرْجِعُ فِيْ طَرْفَةِ عَيْنِ، ثُمَّ كَمَرِّ الرِّيْحِ، ثُمَّ كَمَرِّ الطَّيْرِ، وَشَدِّ الرِّجَالِ تَجْرِي بِهِمْ أَعْمَالُهُمْ، وَنَبِيُّكُمْ قَائِمٌ عَلَى الصِّرَاطِ، يَقُوْلُ: رَبِّ سَلِّمْ سَلِّمْ

Artinya: Orang pertama diantara kalian akan melewatinya dengan secepat kilat,’ Aku berkata, “Demi bapak dan ibuku !Apakah yang secepat kilat itu ? Rasulullah Shallahu alaihi Wasallam menjawab, ‘Tidakkah kalian lihat kilat itu lewat dan kembali lagi dalam waktu sekejap, kemudian ada secepat tiupan angin, ada yang seperti (terbangnya) burung dan ada yang seperti larinya lelaki tangguh. Mereka dibawa oleh amal perbuatan mereka. Pada hari itu, nabi kalian Shallahu alaihi Wasallam berdiri di atas shirâth sambil berdoa: Wahai Rabb, Selamatkanlah ! Selamatkanlah ! (HR. Muslim dalam shahihnya).

Dari hadits shahih ini dan hadits lain yang senada, kita dapat mengetahui bahwa shirâth itu benar-benar ada. Dan pertanyaan, “Benarkah Rasûlullâh Shallahu alaihi Wasallam berdiri disana dan mendoakan umatnya ?” sudah terjawab dengan hadits di atas.

Karena itu para Salafus Shalih serta para Ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah semenjak dahulu telah bersepakat tentang wajibnya mengimani shirâth ini dan bahwa beriman terhadap hal ini merupakan salah satu pokok aqidah Ahlu Sunnah wal jama’ah. Hal ini misalnya dapat dilihat pada kitab-kitab para Ulama yang membahas masalah shirâth, misalnya kitab-kitab syarah hadits, Kitâb Aqîdah Wasithiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Irsyâdu as-Sâri Syarh Syarhis Sunnah lil Baghawi dan lain-lain. Wallâhu a’lam.

Semoga apa yang telah kita baca barusan dapat bermanfaat untuk kita semua, kemudian nasihat Saya berikut-Nya ialah tentang:

Apasih perumpamaan risalah nabi Shallahu alaihi Wasallam dengan tingkah laku kaumnya?

Disebutkan dalam hadits:

عَنْ أَبِيْ موسى، عَنِ النَّبِيْ قَالَ: إنَّ مَثَلِي ومَثَلَ ما بَعَثَنِيَ اللَّهُ به كَمَثَلِ رَجُلٍ أتى قَوْمَهُ، فقالَ: يا قَوْمِ إنِّي رَأَيْتُ الجَيْشَ بعَيْنَيَّ، وإنِّي أنا النَّذِيرُ العُرْيانُ، فالنَّجاءَ، فأطاعَهُ طائِفَةٌ مِن قَوْمِهِ، فأدْلَجُوا فانْطَلَقُوا على مُهْلَتِهِمْ، وكَذَّبَتْ طائِفَةٌ منهمْ فأصْبَحُوا مَكانَهُمْ، فَصَبَّحَهُمُ الجَيْشُ فأهْلَكَهُمْ واجْتاحَهُمْ، فَذلكَ مَثَلُ مَن أطاعَنِي واتَّبَعَ ما جِئْتُ به، ومَثَلُ مَن عَصانِي وكَذَّبَ ما جِئْتُ به مِنَ الحَقِّ

Artinya: Dari Abu Musa dari Nabi Shallahu alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan aku dan risalah yang aku bawa dari Allâh seperti halnya seorang lelaki yang mendatangi kaumnya.

 Ia berkata (kepada mereka): ‘Wahai kaumku! Sungguh aku melihat ada pasukan (yang hendak menyerang) dengan dua mataku. Dan sungguh akulah sang pemberi peringatan yang sangat terang. Maka carilah keselamatan!’ Lalu, ada sekelompok kaumnya yang mematuhinya, sehingga merekapun segera pergi di awal malam. Mereka bergegas bertolak dengan perlahan (dan mereka pun selamat).

Namun ada pula kelompok lain yang mendustakannya, sehingga merekapun tetap berada di tempat mereka. Hingga pasukan musuh menyerang mereka pada waktu pagi hari, sehingga membinasakan dan meluluh-lantakkan mereka. Maka itulah perumpamaan antara orang yang taat kepadaku dan mengikuti apa yang aku bawa; dengan orang yang durhaka kepadaku, dan mendustakan kebenaran yang aku bawa”. (shahih, HR. Bukhari dan Muslim)

BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADITS

Abu Mas’ud; seorang sahabat agung. Ia adalah Abdullâh Bin Qais al-Asy’ari. Rasul Shallahu alaihi Wasallam pernah mendoakannya: Ya Allâh, ampunilah Abdullâh Bin Qais, dan masukkanlah ia pada hari Kiamat ke dalam negeri mulia (yakni akhirat). Beliau turut serta dalam ghazwah dan berjihad bersama Nabi Shallahu alaihi Wasallam. Nabi Shallahu alaihi Wasallam menjadikan Ibnu Mas’ud dan Muadz sebagai qadhi di Zabid dan And. Ia turut serta dalam penaklukan negeri Syam. Umar mempercayakannya sebagai gubernur Basrah.

Dialah yang menaklukan kota Ahwaz dan Asfahan. Ia punya suara yang merdu kala membaca al-Qur’an. Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah berkata: Abu Musa adalah sosok yang banyak berpuasa, banyak shalat malam, Rabbani, seorang zuhud, ahli ibadah. Yang terhimpun padanya ilmu, pengamalannya, jihad dan hati yang bersih. Ia tidak terpedaya dengan gemerlap dunia. Ia meninggal padah tahun 42 H, dikebumikan di Mekah.

MAKNA GLOBAL DARI HADITS

Rasûlullâh Shallahu alaihi Wasallam sangat antusias menyeru umatnya agar mereka beriman kepadanya, membenarkan dan menaatinya dalam semua petunjuk yang Beliau Shallahu alaihi Wasallam emban dari Allâh. Sekaligus memperingatkan mereka dari sikap mendurhakai dan mendustakannya. Sehingga Beliau Shallahu alaihi Wasallam memisalkan diri Beliau dan ajaran yang Beliau bawa, dan juga sikap orang-orang dalam menyambut dakwahnya; Beliau misalkan seperti gambaran seseorang yang nyata-nyata tahu tentang datangnya pasukan besar yang hendak menyerang kaumnya.

Sedangkan ia adalah sosok yang sangat peduli dengan kebaikan dan keselamatan kaumnya. Maka iapun memberitahukan hal tersebut kepada mereka dengan keadaannya yang sangat meyakinkan bahwa ia sama sekali tidak berdusta; menasihati mereka agar segera menyelamatkan diri; mengingat kekuatan musuh tak bisa dibendung dan dilawan. 

Maka orang yang menuruti nasihatnya, iapun segera bertolak meninggalkan kampungnya di awal malam; agar tidak jatuh ke tangan musuh. Sehingga akhirnya iapun selamat dari kebinasaan. Adapun orang yang tak mempercayainya, atau tidak menuruti nasehatnya, maka ia masih tetapberada di tempatnya. Hingga akhirnya pasukan musuh datang dan membantai mereka. Mereka binasa tak bersisa..

Demikianlah keadaan Nabi Muhammad Shallahu alaihi Wasallam terhadap umat manusia. Beliau Shallahu alaihi Wasallam jelaskan kepada mereka segala yang menjadi kebaikan untuk mereka, dan memperingatkan segala hal yang membinasakan mereka. Maka barangsiapa yang membenarkannya dan istiqamah di jalan Allâh, iapun selamat dari adzab Allâh. Ia berjaya mendapatkan kebahagiaan sejati nan abadi. Adapun mereka yang mendustakannya, durhaka kepadanya, maka Neraka lah tempat kembalinya. Wal iyâdzu billâh.

Hal ini didukung oleh hadits yang datang dari riwayat Ahmad:

إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُكُمْ كُمَثَلِ قَوْمٍ خَافُوْا عَدُوًّا يَأْتِيْهِمْ فَبَعَثُوْا رَجُلًا يَتَرَايَا لَهُمْ، فَبَيْنَنَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ أَبْصَرَ الْعَدُوَّ فَأَقْبَلَ لِيُنْذِرَهُمْ، أَرَاهُ قَالَ: خَشْيَةَ أَنْ يُدْرِكَهُ الْعَدُوُّ قَبْلَ أَنْ يُنْذِرَ قَوْمَهُ، فَأَهْوَى بِثَوْبِهِ، أَيُّهَا النَّاسُ أُتِيْتُمْ أَيُّهَا النَّاسُ أُتِيْتُمْ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

Artinya: Permisalan antara aku dengan kalian adalahbagaikan suatu kaum yang khawatir serangan musuh yang akan datang menyerang mereka. Maka merekapun mengutus seorang lelaki untuk melakukan pengintaian. Ketika mereka dalam keadaan seperti demikian, tiba-tiba lelaki tersebut melihat musuh; sehingga ia pun segera memberi peringatan kepada mereka.

 Aku (perawi hadits) kira beliau berkata: karena ia khawatir kalau-kalau musuh berhasil menyergap mereka sebelum ia memperingatkan kaumnya. Maka iapun meraih pakaiannya seraya berkata: Wahai manusia! (Musuh) sudah mendatangi Kalian! Wahai manusia! (Musuh) sudah mendatangi Kalian (tiga kali). (HR. Ahmad dalam Musnadnya)

PELAJARAN DARI HADITS:

  1. Kewajiban bergegas berpegang teguh dengan agama Allâh; dan mengimani Rasul-Nya, taat kepadanya dan meninggalkan maksiat. Dengan demikian seseorang akan benar-benar selamat dari adzab Allâh.
  2. Keutamaan Rasul Shallahu alaihi Wasallam atas umatnya. Di mana Beliau Shallahu alaihi Wasallam menunjukkan kepada mereka jalan menuju Allâh; menerangi jalan mereka dan menjelaskan kepada mereka tentang kesudahan dan akibat dari perbuatan mereka. Beliau telah memperingatkan umatnya akan adanya adzab pada hari yang sangat dahsyat.
  3. Membuat perumpamaan dan permisalan, untuk mendekatkan pemahaman audiens; yaitu dengan hal-hal yang sudah familiar dan mereka kenal.
  4. Nabi Shallahu alaihi Wasallam yang menjadi suri tauladan kita sangat getol mendakwahi manusia menuju kebaikan hakiki mereka, sekaligus memperingatkan mereka dari keburukan.
  5. Membenarkan Rasul Shallahu alaihi Wasallam, menaatinya dan istiqamah di atas Islam yang Beliau bawa adalah jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
  6. Durhaka dan membangkang kepada Rasul Shallahu alaihi Wasallam adalah pertanda buruk dan sebab kebinasaan.
  7. Jadikanlah tauladan kita adalah Rasul Shallahu alaihi Wasallam; yang berdakwah menuju kebaikan dengan akhlaknya yang mulia dan interaksinya yang menawan serta selalu menasihati umatnya.
  8. Nabi Shallahu alaihi Wasallam membuat perumpamaan; menyerupakan dakwah Beliau dan keadaan manusia dalam menyikapi dakwahnya. Bahwa Beliau laksana seseorang yang memperingatkan kaumnya dari serangan musuh; sehingga manusia terbagi menjadi dua kelompok:

Kelompok pertama yang membenarkan dan menaatinya; sehingga merekapun selamat dari kebinasaan.

-Kelompok kedua yang mendustakan dan membangkangnya. Mereka tidak mau lari menyelamatkan diri, sehingga merekapun binasa. Semoga Allâh taala menuntun kita untuk selalu taat mematuhi perintah Allâh taala dan Rasul-Nya; dan menjauhi segala larangan Allâh taala dan Rasul-Nya. Sehingga kitapun selamat dari siksa-Nya, berjaya mendapatkan rahmat-Nya di Surga Allâh taala. Âmîn, allahu a’lam bisowab.

Dan akhirnya kita telah menyelesaikan ringkasan ini, semoga apa yang telah kita ketahui dari-Nya dapat bermanfaat untuk kita semua.

Saya akhiri Wasalamu alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Referensi          :

Majalah As-Sunnah EDISI 06 / TAHUN XXIII / 1441 H / 2019 M, Di tulis oleh : Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

Di ringkas oleh: Ilham Padilul Majid

BACA JUGA :

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.