Pembagian Sabar Menurut Keterkaitannya

PEMBAGIAN SABAR MENURUT KETERKAITANNYA

Bismillahirrahmanirrahim

Sabar menurut keterkaitannya ada tiga:

• Sabar dalam menjalankan perintah-perintah dan ketaatan-ketaatan hingga sukses menunaikannya.

•Sabar dalam menjauhi larangan-larangan dan penyimpangan-penyimpangan sehingga tidak terjatuh ke dalamnya.

•Sabar menghadapi takdir dan keputusan Allah sehingga tidak murka terhadapnya.

• Pembagian Sabar Menurut Keterkaitannya Dengan Hukum yang Lima

Dari sisi hukum yang lima, sabar terbagi menjadi sabar wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.

Sabar yang wajib memiliki tiga bentuk:

1. Sabar dalam menjauhi hal-hal yang haram.

2. Sabar dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban.

3. Sabar menghadapi musibah yang tidak ada campur tangan hamba padanya seperti sakit, miskin, dan sepertinya. Untuk sabar yang sunnah, ia memiliki tiga macam:

– Sabar dalam menjauhi hal-hal yang makruh.

– Sabar melaksanakan hal-hal yang dianjurkan.

– Sabar dengan tidak membalas tindakan buruk seseorang dengan tindakan yang sepertinya.

Untuk sabar yang haram, ia memiliki beberapa bentuk:

Pertama: Sabar tidak makan dan minum hingga mati dan sabar tidak makan bangkai, darah, atau daging babi dalam keadaan terpaksa. Ini haram, karena bila tidak memakannya, maka itu akan membuatnya mati. Termasuk sabar haram adalah sabar di depan apa yang membinasakannya seperti hewan buas, ular berbisa, kebakaran, banjir atau orang kafir yang hendak membunuhnya. Ini berbeda dengan sabar menahan diri saat terjadi fitnah atau peperangan di antara kaum Muslimin, ini mubah bahkan dianjurkan sebagaimana yang ditetapkan oleh banyak dalil. Nabi pernah ditanya tentang masalah ini secara khusus, dan beliau menjawab,

كُنْ خَيْرَ ابْنَيْ آدَمَ.

“Jadilah yang terbaik (yang dibunuh) di antara dua anak Adam.” Dalam sebuah lafazh,

كُنْ عَبْدَ اللهِ الْمَقْتُولَ، وَلَا تَكُنْ عَبْدَ اللهِ الْقَاتِلَ.

“Jadilah hamba Allah yang terbunuh dan jangan menjadi hambanAllah yang membunuh.”

Untuk sabar yang makruh, ia memiliki beberapa contoh:

Pertama: Sabar tidak makan, minum, berpakaian, dan hubungan suami istri yang mengakibatkannya sakit.

Kedua: Sabar tidak melakukan hubungan suami istri walaupun tidak menyebabkannya sakit.

Ketiga: Sabar melakukan sesuatu makruh.

Keempat: Sabar tidak melakukan perbuatan yang dianjurkan.

Untuk sabar yang mubah, maka ia adalah sabar terhadap perbuatan yang kedua sisinya sama, dia diberi pilihan antara melakukan atau meninggalkannya dan sabar di atasnya. Secara umum, sabar melaksanakan yang wajib adalah wajib dan sabar meninggalkan yang wajib adalah haram, sabar menjauhi yang haram adalah wajib dan sabar melakukan yang haram adalah haram.Sabar menjalankan sesuatu yang sunnah adalah sunnah dan sabar meninggalkan yang sunnah adalah makruh. Sabar menjauhi yang makruh adalah sunnah dan sabar dalam melakukan makruh adalah makruh. Dan sabar di atas yang mubah adalah mubah. Wallahu a’lam.

• Keterangan Tentang Perbedaan Tingkatan-tingkatan Derajat Sabar

Sabar, sebagaimana yang sudah dijelaskan, terbagi menjadi dua: Sabar secara sukarela dan sabar karena terpaksa. Yang pertama lebih sempurna daripada yang kedua, karena yang kedua dimiliki oleh semua manusia dan dilakukan oleh orang yang tidak punya sabar secara sukarela. Dari sini, maka sabarnya Nabi Yusuf ash-Shiddiq terhadap rayuan istri al-Aziz dan sabarnya dalam menerima akibatnya berupa penjara dan penahanan, adalah lebih besar dibandingkan sabarnya Nabi Yusuf terhadap apa yang dia terima dari saudara-saudaranya saat mereka memasukkannya ke dalam sumur dan memisahkannya dengan bapaknya, lalu mereka menjualnya layaknya budak.

Termasuk sabar yang kedua adalah anugerah Allah kepadanya dengan segala apa yang Dia anugerahkan, berupa kemuliaan,ketinggian, kerajaan, dan kekuasaan. Demikian juga sabarnya al-Khalil Nabi Ibrahim, Nabi Musa al-Kalim, Nabi Nuh, al-Masih, dan sabarnya Nabi dan Rasul penutup, Sayyid anak cucu Adam, adalah sabar di atas dakwah kepada Allah dan berjihad melawan musuh-musuhNya. Karena itu Allah menamakan mereka Ulul Azmi dan memerintahkan Rasulullah agar bersabar seperti sabarnya mereka. Allah berfirman,

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

“Maka bersabarlah engkau (wahai Rasul) sebagaimana rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati telah bersabar.”(Al-ahqaf:35)

Mereka sabar terhadap hukumNya secara sukarela. Dan ini adalah sabar yang paling sempurna.

Bila ada yang berkata, Mana dari ketiga macam sabar itu yang paling sempurna; sabar dalam menjalankan perintah, sabar dalam menjauhi larangan, atau sabar menghadapi takdir? Kami menjawab, Sabar yang berhubungan dengan beban taklif, yaitu perintah dan larangan, ini lebih utama daripada sabar di atas takdir semata, karena sabar yang akhir ini dilakukan oleh orang baik dan fajir (pendosa), Mukmin dan kafir. Maka setiap orang harus sabar menghadapi takdir, suka atau tidak. Adapun sabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan, maka ia adalah sabarnya para pengikut rasul-rasul, dan yang paling besar ittiba’nya dari mereka adalah yang paling sabar di atas itu. Setiap sabar yang sesuai dengan tempat dan keadaannya adalah lebih utama. Sabar dalam menjauhi yang haram pada saatnya adalah lebih utama. Sabar dalam menjalani ketaatan pada tempatnya adalah yang terbaik.

•Sabar yang Terpuji dan Sabar yang Tercela

Sabar dibagi menjadi dua bagian: tercela dan terpuji.Sabar yang tercela adalah sabar dalam menjauh dari Allah, keinginanNya, kecintaanNya, dan perjalanan hati kepadaNya.Sabar ini berarti menghalangi kesempurnaan hamba secara total dan menghalangi untuk menguatkan apa yang menjadi tujuan dia diciptakan. Sebagaimana sabar ini adalah yang paling buruk, ia juga yang paling besar dan paling mendalam. Karena tidak ada sabar yang lebih mendalam dibandingkan sabarnya seseorang terhadap apa yang dicintainya yang tidak ada kehidupan baginya sama sekali kecuali dengannya. Sebagaimana tidak ada zuhud yang lebih mendalam dibandingkan zuhudnya seseorang terhadap apa yang Allah siapkan untuk para kekasihnya, berupa surgaNya yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbetik dalam alam pikiran manusia. Zuhud terhadap hal ini adalah zuhud paling besar. Seseorang mengagumi zuhudnya seorang ahli zuhud, dia berkata kepadanya, “Aku tidak melihat orang yang lebih zuhud darimu.” Ahli zuhud itu menjawab, “Kamu lebih zuhud daripada diriku. Aku hanya zuhud terhadap dunia yang tidak abadi dan tidak pernah tercapai, sedangkan kamu zuhud terhadap akhirat. Siapa yang lebih zuhud bila demikian?” Sedangkan sabar yang terpuji adalah sabar untuk Allah dan dengan pertolongan Allah. Allah berfirman,

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ

Artinya: “Dan bersabarlah (wahai Rasul) dan tidaklah kesabaranmu itu, melainkan dengan pertolongan Allah.” (QS. An-Nahl: 127).

Dan Allah juga berfirman:

وأصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا

“Dan bersabarlah (wahai Rasul) menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam (pengawasan) Mata Kami.” (QS. Ath-Thur: 48).

Di sini terkandung sebuah rahasia yang sangat indah, yaitu bahwa siapa yang tertaut dengan suatu sifat di antara Sifat-sifat Allah, niscaya sifat itu akan memasukkan dan menyampaikannya kepada Allah. Dan Allah, Dia-lah Yang Maha Penyabar, bahkan tidak ada seorang pun yang lebih penyabar daripada Allah terhadap gangguan yang didengarNya.

Allah mencintai Nama-nama dan Sifat-sifatNya, juga mencintai tuntutan dari Sifat-sifatNya serta tampaknya pengaruh dari Sifat-sifatNya tersebut pada diri hamba-hambaNya.Maka sesungguhnya Dia Mahaindah dan mencintai keindahan; Dia Maha Pemaaf dan mencintai orang yang suka memaafkan; Dia Maha Dermawan dan mencintai orang-orang dermawan; Dia Maha Mengetahui dan mencintai orang-orang yang berilmu; Dia Maha Tunggal (ganjil) dan mencintai orang-orang yang melakukan amal dengan jumlah ganjil; Dia Maha Kuat dan orang Mukmin yang kuat lebih Dia cintai daripada orang Mukmin yang lemah; Dia Maha Penyabar dan mencintai orang-orang yang bersabar; Maha Mensyukuri dan mencintai orang-orang yang bersyukur. Dan apabila Allah mencintai orang-orang yang menyandang pengaruh dari Sifat-sifatNya, maka Dia bersama mereka sesuai dengan kadar bagian mereka dari usaha menyandang sifat-sifat tersebut.Sebagian ulama ada yang menambahkan jenis ketiga dari macam-macam sabar, yaitu “sabar bersama Allah”, bahkan mereka menjadikannya sebagai tingkatan sabar yang paling tinggi, dan mereka berkata, Yaitu memenuhi (apa yang harus dipenuhi).

Kemudian ketahuilah, bahwa hakikat sabar bersama Allah adalah keteguhan hati dengan beristiqamah bersamaNya, yaitu tidak pernah liar (menjauh) dariNya seperti liarnya serigala ke sana ke mari. Maka hakilkat sabar jenis ini adalah istigamah kepadaNya dan fokusnya hati kepadaNya.

Sebagian ulama ada juga yang menambahkan jenis lain dari macam-macam sabar, dan menyebutnya dengan istilah “bersabar di jalan Allah”. Akan tetapi ini juga tidak keluar dari macam-macam sabar yang telah disebutkan, dan istilah “bersabar di jalanNya” tidak dapat dipahami kecuali dengan makna yang sama dengan “bersabar karena Allah”.

•Perbedaan Antara Kesabaran Orang yang Mulia Dengan Kesabaran Orang yang Rendah

Setiap orang harus bersabar menghadapi apa yang tidak diinginkan, secara sukarela atau terpaksa.

Orang yang mulia bersabar secara sukarela, karena dia mengetahui akibat baik dari sabar; dia dipuji karena sabar dan dicela karena kesedihan yang berlebihan, dia mengetahui bahwa bila dia tidak sabar, maka kesedihan yang berlebihan tetap tidak mengembalikan apa yang hilang dan tidak mengangkat apa yang dibenci, dan bahwa tidak ada daya dalam menolak apa yang telah ditakdirkan dan tidak ada cara untuk mewujudkan apa yang tidak ditakdirkan. Mudarat kesedihan yang berlebihan lebih besar dibandingkan manfaatnya. Sebagian orang berakal berkata, “Saat musibah terjadi, orang yang berakal melakukan apa yang dilakukan oleh orang dungu sebulan kemudian.” Sebagian mereka berkata,

Bahwa urusan itu mengalir ke akhirnya

Sehingga akhirnya menjadi yang awal.

Maka apabila akhir perkara adalah kesabaran, sementara sang hamba tidak terpuji, maka alangkah bagus jika dia awali perkara di awalnya dengan sikap orang dungu di akhirnya. Sebagian orang berakal berkata, “Barangsiapa tidak bersabar dengan kesabaran orang-orang mulia, dia lupa terhadap musibahnya layaknya hewan.”

Orang yang mulia melihat musibah, bila dia melihat kesedihan bisa menolak dan mengangkatnya, maka kesedihan mungkin berguna, namun bila kesedihan tidak berguna, maka dia menjadikan satu musibah menjadi dua musibah.

Orang yang rendah, dia bersabar karena terpaksa, dia berjalan mengelilingi lapangan kesedihan, dia tidak melihat kesedihan berguna apa pun baginya, maka dia bersabar layaknya orang yang akan didera dan sudah terikat.

Orang yang mulia bersabar dalam menaati ar-Rahman, sementara orang yang rendah bersabar dalam menaati setan. Orang-orang yang rendah adalah manusia-manusia yang paling sabar dalam mematuhi hawa nafsu dan syahwat mereka, di saat yang sama, mereka adalah orang-orang yang paling kecil sabarnya dalam menaati Tuhan mereka.

Orang yang rendah bersabar dalam mengorbankan sesuatu demi menaati setan, sabarnya sempurna, namun dia tidak sabar dalam menaati Allah, walaupun terhadap sesuatu yang paling remeh. Dia bersabar dalam memikul kesusahan untuk mendapatkan kerelaan musuhnya, namun tidak mampu bersabar di atas kesulitan terendah pun demi mendapatkan keridhaan Tuhannya.Orang yang rendah, sabar menerima penghinaan terkait dengan kehormatannya akibat dari kemaksiatannya, namun tidak bersabar menerima penghinaan terkait dengan kehormatannya di jalan Allah, sebaliknya, dia justru berlari meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar karena takut dihina dan dicela karena berada di jalan Allah. Orang yang rendah rela menggadaikan kehormatannya demi mewujudkan hawa nafsunya, sabar menerima apa yang dikatakan terhadapnya. Orang yang rendah juga sabar, rela merendahkan dirinya dan kehormatannya demi hawa nafsu dan keinginannya, sebaliknya, dia tidak sabar untuk berbuat sesuatu di jalan Allah dan melakukan ketaatan kepadaNya. Orang yang rendah adalah orang yang paling sabar dalam merendahkan diri demi menaati setan dan hawa nafsunya, tetapi paling lemah untuk itu di jalan Alah. Ini adalah kerendahan yang terendah, Orangnya bukanlah orang yang mulia di sisi Allah, tidak akan bangkit bersama orang-orang mulia saat mereka diseru pada Hari Kiamat di hadapan seluruh malkhluk, agar orang-orang yang ada di padang Kiamat mengetahui siapa yang berhak mendapatkan kemuliaan pada hari itu dan mana orang-orang yang bertakwa.

REFERENSI:

Referensi: Sabar dan syukur, pembagian sabar menurut keterkaitannya (part 2), Imam Ibnu Qayyim al-jauziyah, cetakan 1,Rajab 1437 H (04.2016 M)

Diringkas oleh: Rosa Aulia (pengabdian dqh)

Baca juga artikel:

Ghulul Dosa Besar

Jagalah Allah Maka Allah Akan Menjaga

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.