Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Kewajiban Mencintai Dan Bahaya Membenci Apa Yang Datang Dari Allah Dan Rasul-Nya

kewajiban mencintai dan bahaya mencintai

Kewajiban Mencintai Dan Bahaya Membenci Apa Yang Datang Dari Allah Dan Rasul-Nya – Membenci suatu syariat yang dibawa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sebuah kemurtadan (keluar dari Islam) dan akan mengakibatkan semua pahala amalan kebaikan menjadi gugur. Karena dasar keimanan (ushul iman) dan rukun-rukunnya yaitu beriman kepada Allah Azza wa Jalla, berfirman kepada para malaikat-Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada para rasul-Nya dan beriman kepada hari akhir serta beriman kepada takdir baik dan buruk. Maka siapa yang mengingkari salah satu darinya berarti dia bukan seorang mukmin.

Sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Nabi-Nya Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وما ينطق عن الهوى (٣) إن هو إلا وحى يوحى (٤)

Artinya: Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah Wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS. An-najm/53: 3-4)

Dan Allah Azza wa Jalla berfirman:

وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهكم عنه فانتهوا

Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.(QS. Al-Hasyr/59: 7)

Maka mencintai Allah Azza wa Jalla dan mencintai apa yang telah Allah Azza wa Jalla turunkan adalah jenis ibadah yang paling agung, kemudian diiringi dengan mencintai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mencintai Sunnahnya. Dan diantara konsekuensi dari cinta kepada Allah Azza wa Jalla dan cinta kepada rasul-Nya adalah mencintai apa yang datang dari Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya. Sebaliknya, membenci apa yang datang dari Allah Azza wa Jalla atau membenci apa yang datang dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Inilah sebuah kemurtadan dan sebentuk kekufuran kepada Allah Azza wa Jalla.

Jadi kewajiban seorang muslim untuk mencintai apa yang datang dari Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an dan mencintai apa yang datang dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam As-sunnah, sebagai konsekuensi kecintaan mereka kepada Allah Azza wa Jalla dan kecintaan mereka kepada rasul-Nya shollallahu alaihi wa sallam serta kecintaan kepada agama ini.

Sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman:

وإذا قيل لهم تعالوا إلى ما أنزل الله وإلى  الرسول رأيت المنافقين يصدون عنك صدودا (٦١)

Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul,” niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS. An-Nisa/04: 61)

Mengapa mereka menghalang-halangi? Karena mereka membenci Al-Qur’an dan As-Sunnah. Walaupun zhahirnya mengamalkan keduanya, akan tetapi mereka menyimpan kebencian di dalam hati mereka. Amalan zhahir mereka tidak bermanfaat sedikitpun mereka itu hanya berpura-pura dan tameng belaka, padahal dalam hati mereka tersimpan kebencian kepada Al-Qur’an dan As-sunnah. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menghukumi mereka sebagai orang kafir dan sungguh mereka berada di dasar neraka jahannam, walaupun zhahirnya mereka mengamalkan Al-Qur’an dan As-sunnah. Kebencian mereka terhadap wahyu yang mereka simpan dalam hati menjadikan mereka termasuk orang-orang kafir dengan kekufuran yang besar dan mereka akan di azab dengan azab yang paling keras yaitu berada dalam tingkatan neraka yang paling bawah.

Adapun orang yang memang kafir asli maka mereka memang sejak awal dan terang-terangan adalah membenci risalah dan kitab-kitab (yang Allah turunkan).

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وإذ قيل لهم تعالوا إلى ما أنزل الله وإلى الرسول قالوا حسبنا ما وجدنا عليه آباءنا أولو كان آباؤهم لا يعلمون شيئا ولا يهتدون (١٠٤)

Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab, “cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ? (QS. Al-Maidah/5: 104)

Mereka mengatakan bahwa cukuplah bagi kami apa yang kami dapatkan dari nenek moyang berupa adat-adat (kebiasaan) dan hukum-hukum jahiliyah.

Dalam ayat yang lain:

وإذ قيل لهم اتبعوا ما أنزل الله قالوا بل نتبع ما الفينا عليه اباءنا اولو كان اباؤهم لا يعقلون شيئا ولا يهتدون (١٧٠)

Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka, “ikutilah apa yang telah diturunkan Allah!” Mereka menjawab, “(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah/2: 170)

Dari uraian singkat diatas, kita bisa mengetahui bahwa orang yang membenci apa yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla itu ada dua kelompok:

Kelompok pertama: orang-orang yang asalnya memang kafir

Kelompok kedua: orang-orang yang mengaku Islam, padahal tidak. Merekalah orang-orang munafik.

Adapun orang yang beriman, mereka mencintai apa yang datang dari Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman tentang mereka:

إنما كان قول المؤمنين إذا دعوا إلى الله ورسوله ليحكم بينهم أن يقولوا سمعنا وأطعنا وأولئك هم المفلحون (٥١)

Artinya: Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur/24: 51)

Mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami patuhi.” Karena mereka mencintai apa yang datang dari Allah Azza wa Jalla dan apa yang datang dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka tidak ada rasa berat hati dalam menerima hukum Allah Azza wa Jalla dan hukum yang datang dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman:

فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما (٦٥)

Artinya: Maka demi Rabbmu ! mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.(QS. An-Nisa’/4: 65)

Maksudnya, mereka tidak mendapati dalam diri dan hati mereka rasa keberatan. Mereka tidak cukup hanya patuh secara zhahir saja akan tetapi mereka tunduk patuh secara zhahir dan di dalam bathin. Mereka mencintai hukum Allah Azza wa Jalla dan hukum rasul-Nya secara zhahir maupun batin.

Firman Allah Azza wa Jalla:

ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما

Artinya: Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.(QS. An-Nisa’/4: 65)

Mereka tidak menentang hukum Allah Azza wa Jalla dan hukum rasul-Nya karena mereka tahu dan yakin bahwa itu adalah Haq (benar) dan adil serta pasti akan membuahkan hasil yang baik. Mereka tidak lebih mengutamakan atau mendahulukan sesuatu apapun di atas hukum Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, walaupun hukum itu tidak sejalan dengan hawa nafsu dan keinginan mereka. Mereka meninggalkan pendapat dan keinginan mereka kemudian menerima hukum Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya shollallahu alaihi wa sallam karena mereka tau ada kebaikan di dalamnya untuk dunia maupun akhirat mereka.

Mereka adalah orang-orang beriman yang jika sampai kepada mereka hukum Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, mereka tidak akan menggantinya untuk selama-lamanya. Mereka tidak lebih mendahulukan ideologi apapun dan sumber hukum apapun di atas kitabullah dan Sunnah rasul-Nya. Inilah sifat sejati seorang mukmin. Oleh karena itu, kita akan dapati mereka sangat antusias dalam menerima dan mempelajari Al-Qur’an dan As-sunnah serta sanggup menanggung rasa lelah dan memikul berbagai kesulitan, karena cintanya mereka kepada al-kitab dan As-sunnah.

Mereka dekat dengan Al-Qur’an dan As-sunnah. Kerinduan mereka kepada Al-Qur’an dan As-sunnah melebihi keinginan dan kerinduan mereka kepada makan dan minum. Ini semua karena dalam hati mereka terpatri kecintaan kepada kitab Allah Azza wa Jalla dan Sunnah rasul-Nya. Kondisi ini berbeda dengan orang-orang munafik yang berusaha lari dari Al-Qur’an dan As-sunnah serta enggan mempelajarinya atau mereka membaca Al-Qur’an sekedar lisannya saja, dan mereka lari dari Sunnah Rasul shollallahu alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وإذا قيل لهم تعالوا إلى ما أنزل الله وإلى الرسول رأيت المنافقين يصدون عنك صدودا (٦١)

Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.(QS. An-Nisa’/04: 61)

Dan firman Allah Azza wa Jalla:

وإذ قيل لهم تعالوا يستغفر لكم رسول الله لووا رءوسهم ورأيتهم يصدون وهم مستكبرون (٥)

Artinya; Dan apabila dikatakan kepada mereka: marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri. (QS. Al-Munafiqun/63: 5)

Ini pertanda mereka membenci kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sebagaimana telah kami sebutkan, bahwa (dalam kontek ini-red) tidak ada beda antara kitabullah dan Sunnah Rasulullah, karena keduanya datang dari sisi Allah Azza wa Jalla. Dan sesungguhnya yang membedakan antara Al-Qur’an dan As-sunnah adalah orang-orang sesat yang mengatakan, “kami tidak menerima kecuali Al-Qur’an, karena Al-Qur’an dalam penukilannya tidak ada kemungkinan jalur lain atau keragu-raguan, berbeda dengan As-sunnah yang mungkin terjadi keraguan dalam jalur periwayatannya.” Ini menurut opini mereka.

Adapun menurut kaum muslimin, tidak ada keraguan (dalam As-sunnah) karena diriwayatkan dari para perawi yang tsiqoh (terpercaya) dan atsbat (orang-orang yang teguh) dan huffadz (orang-orang yang kuat hafalannya), yang meriwayatkannya dengan penuh amanah sehingga mereka tidak ragu bahwa hadits-hadits rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah dari sisi Allah Azza wa Jalla.

Adapun orang munafik dan orang yang hatinya kurang beriman seperti Khawarij dan Mu’tazilah dan semua kelompok-kelompok sempalan, mereka meragukan As-sunnah, sebagian mereka ragu akan hadits-hadits Ahad, sebagian lagi meragukan seluruh Sunnah dan menganggap Sunnah tidak penting. Mereka mengatakan, “kami cukup memakai Al-Qur’an saja,” ada sebagian mereka yang meragukan As-sunnah dengan mengatakan “kami tidak menerima As-sunnah kecuali yang mutawatir saja.” Mereka menolak hadits ahad dan mereka mengatakan “Hadits Ahad hanya menunjukkan sampai tingkatan dugaan saja.”

Adapun orang-orang yang berpegang dengan kebenaran, mereka mengatakan, “Hadits yang shahih dari Rasul shollallahu alaihi wa sallam, baik itu mutawatir maupun ahad, maka dia menunjukkan suatu kepastian (al-ilm) dan keyakinan serta bisa dipakai sebagai hujjah (argumentasi) dalam permasalahan aqidah, ibadah dan muamalah.” Karena mereka tidak ragu dalam hal itu. Sedangkan orang-orang yang sesat mengatakan bahwa hadits ahad tidak bisa dipakai hujjah (argumentasi) dalam permasalahan aqidah karena hanya menunjukkan sampai tingkatan dugaan saja, menurut mereka dan aqidah harus dibangun atas keyakinan (bukan dugaan).

Namun yang sangat mengherankan adalah mereka justru membangun aqidah mereka diatas ilmu kalam dan ilmu manthik (logika). Dan mereka berpandangan bahwa keduanya bisa menunjukkan sampai derajat keyakinan, sementara perkataan Allah Azza wa Jalla tidak bisa menunjukkan sampai tingkat yakin menurut mereka! Dan Sunnah tidak menunjukkan kepastian menurut mereka! Ini adalah termasuk kesesatan dan (penilaian yang) terbalik.

Adapun para pengikut Sunnah dan kebenaran mereka mengatakan,”apa yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam maka itu berfaidah menunjukkan sampai tingkatan yakin dan kepastian (ilmu) serta bisa digunakan sebagai hujjah dalam masalah aqidah, ibadah dan muamalah, tanpa dibeda-bedakan. Ini adalah jalannya ahlussunah wal jamaah.”

Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang senantiasa cinta kepada Allah dan rasul-nya serta cinta terhadap semua yang datang dari keduanya. Dan semoga Allah Azza wa Jalla menyelamatkan kita dan menjauhkan dari hati kita rasa benci terhadap semua yang datang dari Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya meskipun kita belum mampu untuk melaksanakannya.

 

REFERENSI:

Diringkas oleh : Atina Hasanah (Khidmah Ponpes Darussalam Tanjung Telang)

Ditulis oleh: Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan حفظ الله

Sumber : Majalah As-sunnah Edisi 09/Thn. XXI/Rabi’ul Akhir 1439H/ Januari 2018M

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.