Kesalahan-Kesalahan Ketika Mandi Junub dan Selainnya

Kesalahan-Kedalahan Mandi Junub dan Selainnya

KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA MANDI JUNUB DAN SELAINNYA

Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah melimpahkan karunia kepada para hamba dengan kelemahlembutan-Nya, dan menerangi hati mereka dengan cahaya Islam serta tugas-tugas agama. Yang mana di dalamnya terdapat perintah maupun larang-Nya. Terutama disini akan dibahas tentang kesalahan orang ketika mandi junub yang terkadang orang tidak mengetahuinya perbuatan apa yang harus ia lakukan ketika mandi junub dan kesalahan-kesalahan yang ia tidak ketahui tentang hal tersebut. Berikut rinciannya:

Kesalahan kesatu: suami istri yang tidak mandi (setelah berhubungan badan) kecuali dengan adanya inzal (keluarnya air mani)

Ini adalah kesalahan yang tersebar di antara kaum Muslimin: yakni bahwa sebagian dari mereka tidak mandi apabila telah berjima’ dengan istrinya dan tidak menyuruh istrinya untuk mandi kecuali apabila keduanya mengeluarkan air mani (inzal).

Memang perkara ini benar pada awal Islam. Yang demikian itu berdasarkan sabda Nabi ﷺ ,

إنّما الماء من الماء

Artinya; ‘’Sesungguhnya air (mandi wajib) itu disebabkan keluarnya air (mani).’’[1]

Akan tetapi hadist ini terhapus (mansukh) dengan sabda Nabi ﷺ ,

إذا التقى الختانان و غابت الحشفة فقد وجب الغسل، أنزل أو لم ينزل

Artinya: ‘’Apabila dua khitan (kemaluan suami dan istri) telah bertemu dan ujung penis telah tenggelam, maka telah wajib mandi, baik keluar air mani ataupun tidak.’’[2]

Berdasarkan itu, maka barangsiapa yang menggauli istrinya dan tidak keluar air mani ( kemudian dia tidak mandi), apabila dia shalat, maka shalatnya tidak sah, karena dia sedang dalam keadaan junub.

Kesalahan kedua: Tidak menutup diri dari pandangan manusia ketika mandi

Sesungguhnya malu itu sebagian dari Iman. Namun terkadang kit mendapati sebagian kaum Muslimin menanggalkan pakaian malu dan kemudia berdiri di tempat-tempat umum dipinggir kali atau di pantai untuk mandi Jum’at atau mandi junub di depan manusia tanpa ada rasa malu sedikit pun.

Dalam sabda Nabi ﷺ:

عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

Artinya: Dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara  yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’’[3]

Kesalahan ketiga: Adanya keyakinan bahwa dua mandi besar tidak bisa digabung

Banyak di antara kaum Muslimin yang tidak mengetahui bahwasanya apabila berkumpul antara Hari Raya dengan hari Jum’at, maka cukup dengan satu kali mandi yang digabung dua niat padanya. Demikian juga halnya dengan mandi junub dan mandi Jum’at. Yang demikian itu berdasarkan sabda Nabi ﷺ,

وإنّما لكلّ امرئ ما نوى

Artinya: ‘’Dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya.’’[4]

Kesalahan keempat: Adanya keyakinan bahwa mandi besar tidak mewakili wudhu

Aisyah radiyallahhu’anha berkata,

كان رسول الله لا يتوضّأ بعد الغسل

Artinya: ‘’Rasulullah ﷺ tidak berwudhu setelah mandi (besar)’’. Dan Abu Bakar bin al-Arabi berkata, ‘’Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa wudhu itu masuk di dalam mandi, dan bahwasannya niat bersuci dari junub juga mendatangkan kesucian dari hadast dan mengangkatnya. Karena hal-hal yang dilarang karena junub lebih banyak daripada kareana hadast, sehingga yang lebih sedikit masuk ke dalam niat yang lebih banyak dan niat untuk amalan yang lebih besar tersebut telah mencukupinya.’’[5]

Kesalahan kelima: tidak meratakan air pada jasad

Khususnya pada orang gemuk. Terkadang ada sebagian anggota badan yang tidak terkena air, khususnya bagian dada dan perut. Terkadang air mengenai bagian atasnya akan tetapi tidak mengenai bagian bawahnya. Dalam keadaan seperti ini mandinya tidak sempurna.

Kesalahan keenam: Mengakhirkan mandi setelah berhubungan badan dan setelah suci dari haid hingga matahari terbit

Sebagian wanita apabila telah digauli oleh suaminya atau suci dari haid pada malam hari, mereka mengakhirkan mandi hingga matahari terbit, kemudian baru mandi dan mengqadha shalat shubuh. Padahal perbuatan ini adalah haram menurut konsensus ulama (ijma’). Karena yang wajib bagi wanita tersebut adalah segera mandi dan menunaikan shalat pada waktunya. Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)

Karena mengeluarkan shalat dari waktunya secara sengaja adalah termasuk dosa besar. Dan apabila sang suami mengetahui hal itu (namun tidak mengingatkannya), maka dia akan mendapatkan dosanya pula. Hal ini apabila sang wanita mengetahui hukumnya. Akan tetapi apabila dia tidak mengetahui hukumya, maka dia dimaklumi karena ketidaktahuannya hingga dia mengetahui.

Kesalahan ketujuh: Menutup kepala pada saat mandi janabah

Sebagian orang apabila salah satu dari mereka hendak mandi, dia menaruh sesuatu di atas kepalanya yang dapat mencegah sampainya air. Dia melakukannya karena khawatir rambutnya akan basah. Ini merupakan kesalahan besar, karena dengan ia melakukan hal itu, maka kesuciannya tidak sempurna, dikarenakan dia telah menutupi sesuatu yang harus dibasuh.

membasuh kepala dalam mandi junub itu bukan suatu yang sulit sekali, karena saat Rasulullah ditanya Ummu Salamah tentang mandi junub dan mandi haid dengan berkata :

عن أم سلمة رضي الله عنها قالت: قلت: يا رسول الله، إنِّي امرأة أَشُدُّ ضَفْرَ رأسي فَأَنْقُضُهُ لغُسل الجَنابة وفي رواية: والحَيْضَة؟ قال: لا، إنَّما يَكْفِيك أن تَحْثِي على رأْسِك ثلاث حَثَيَاتٍ ثم تُفِيضِينَ عليك الماء فَتَطْهُرين

Artinya: Dari Ummu Salamah –raḍiyallāhu ‘anhā- ia berkata, Aku berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengikat rambut kepalaku, apakah aku harus melepaskan ikatan rambut itu saat mandi junub dan saat mandi haidh?” maka Rasulullah bersabda. “Sesungguhnya cukup bagi kamu menuangkan air sebanyak tiga tuangan di atas kepalamu kemudian kamu membasuh seluruh tubuhmu dengan air, maka (dengan demikian) kamu telah bersuci” [Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya].

Hadits ini menunjukkan bahwa beliau menganjurkan kepada kaum wanita yang mendapatkan kesulitan untuk membasuh rambut mereka dalam mandi junub untuk menuangkan air di atas kepalanya sebanyak tiga kali, Akan tetapi dalam kondisi-kondisi darurat yang mana saat itu seseorang berhalangan untuk bisa membasahi seluruh bagian kepalanya, maka saat itu ia dibolehkan untuk mengusap kepalanya saat bersuci, baik dari hadast besar maupun kecil.  Berdasarkan hadits Jabir tentang seorang pria yang dikepalanya terdapat luka, bahwa Nabi ﷺ memerintahkannya.

“Hendaknya ia membalut lukanya dengan sepotong kain kemudian hendaknya ia mengusapkan di atas kain itu lalu membasuh seluruh anggouta tubuhnya” [Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya]

Demikian  kesalahan orang ketika mandi junub, semoga kita bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang telah kita dapat, agar tidak sia-sia kehidupan di hari kelak dengan mengikuti perintah dan larangan Nabi kita yaitu Nabi Muhammad ﷺ.

Barokallahhufikum…

Referensi:

kesalahan-kesalahan umum dalam SHALAT lengkap dengan koreksinya, karya: Abu Ammar Mahmud Al-Misri. D, dan situs al-manhaj or.id

Peringkas: NENSI LESTARI (UMMU SALMA ATIKAH HASNA) pengajar di Ponpes Darul Qur’an wal Hadist OKU Timur Sumsel.


[1] Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud dari Abu Sa’id. Lihat takhrijnya dalam shahih al-Jami’, no.2329

[2] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Mu’jan al-Ausath dan Abu dawud dari Ibnu Amr. Lihat takhrijnya dalam shahih al-jami’, no.386

[3] Hadits ini shahîh diriwayatkan oleh: Al-Bukhâri (no. 3483, 3484, 6120), Ahmad (IV/121, 122, V/273), Abû Dâwud (no. 4797), Ibnu Mâjah (no. 4183), ath-Thabrâni dalam al-Mu’jâmul Ausath (no. 2332), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ (IV/411, VIII/129), al-Baihaqi (X/192), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 3597), ath-Thayâlisi (no. 655), dan Ibnu Hibbân (no. 606-at-Ta’lîqâtul Hisân).

Referensi : https://almanhaj.or.id/12190-malu-adalah-akhlak-islam-2.html

[4] Muttafaq ‘alaih dari Umar bin al-Khaththab.

[5] Dinukil dari fiqh Sunnah, karya as-Sayyid Sabiq, hal.57

Baca juga artikel:

Halal-Haram Interkasi Dengan Non Muslim

Pengertian Syirik

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.