Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Cara Mengefisienkan Waktu Bagian 1

cara mengefisienkan waktu bagian 1

CARA MENGEFISIENKAN WAKTU (Bagian 1). Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

            Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (as-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.

            Pada pembahasan kali ini, kita akan membahas tentang “Cara Mengefisienkan Waktu bagian 1”. Dalam bab ini kita akan membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan: Pengefisienan Waktu antara lain: kegiatan yang bermanfaat, bergaul dengan masyarakat, suka membantu orang lain, lima perkara yang disukai oleh para sahabat, menuntut ilmu syar’i, dan membaca. Untuk pembahasan yang lebih rinci sebagai berikut:

Pertama : Kegiatan yang bermanfaat

            Seorang muslim harus melakukan yang bermanfaat untuk dirinya, dunia dan akhirat, orang tuanya, keluarga, masyarakat, dan lainnya. Kegiatan yang paling bermanfaat baginya, yaitu hanya beribadah kepada Allah dan dia wajib menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah, karena ia diciptakan untuk beribadah kepada Allah.

            Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

وَمَاخَلَقْتُ الجِنَّ وَالاءِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ

Artinya:

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz-Dzariyaat: 56)

            Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: ”Rabb kalian yang Mahasuci dan Mahatinggi berfirman:

ياَابْنَ آدَمَ ! تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِيْ أَمْلَأْ قَلْبَكَ غِنًي, وَأَمْلَأْ يَدَيْكَ رِزْقًا, يَاابَنَ آدَمَ ! لَاتُبَاعِدْمِنِّي فَأَمْلَأْ

قَلْبَكَ فَقْرًا فَأَمْلَأْ يَدَيْكّ شُغْلًا

Artinya:

“Wahai anak adam! Gunakanlah waktumu sepenuhnya untuk beribadah kepada-Ku, niscaya aku akan penuhi hatimu dengan kekayaan dan aku penuhi kedua tanganmu dengan rezeki. Wahai anak adam! Jangan engkau menjauh dari-Ku sehingga aku mengisi hatimu dengan kefakiran dan aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan.”[1]

            Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersabda: ’sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

ياَابْنَ آدَمَ! تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِيْ أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًي وَاَسُدَّ فَقْرَكَ, وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ مَلَأَتُ صَدْرَكَ شُغْلًا

وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ.

Artinya:

Wahai anak adam! Gunakanlah waktumu sepenuhnya untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan aku tutup kefakiranmu.Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku penuhi dadamu dengan kesibukan dan aku tidak akan menutupi kefakiranmu.”[2]

            Maksud melakukan ibadah disini yaitu dengan melaksanakan tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, berdo’a, meminta, meminta tolong disaat sulit, mengharap, takut, tawakkal, bernadzar, menyembelih, dan lainnya, wajib dilakukan kepada Allah, karna Allah, dijalan Allah, dan menurut syari’at yang diajarkan Nabi Muhammad.

            Melaksanakan sholat lima waktu pada waktu yang telah ditetapkan, melaksanakan sesuai dengan contoh Rasulullah, serta melaksanakannya dengan berjama’ah dimasjid. Mengerjakan shalat-shalat sunnah yang disyari’atkan, mengerjakan ibadah puasa dibulan Ramadhan dan puasa-puasa sunnah yang disyari’atkan oleh Rasulullah, mengerjakan ibadah zakat, umrah dan haji, serta melaksanakan ibadah dzikir setiap pagi dan sore.

            Diantara kegiatan yang bermanfaat juga yaitu melaksanakan sunah-sunah nabi dan menjauhkan segala macam perbuatan bid’ah.

            diantaranya juga yaitu berbakti kepada kedua orangtua, berbuat baik kepada keduanya, membantu keduanya, serta bersungguh-sungguh dalam berbuat kebajikan dan apa saja yang menyenangkan keduanya, yang tidak melanggar syari’at islam.

Kedua: Bergaul dengan masyarakat

            Hal ini harus melihat kepada manfaat/ maslahat/ mafsadat/keburukannya. Soal berteman seorang muslim harus berteman dengan orang-orang yang beriman. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا, وَلَايَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ

Artinya:

“Janganlah engkau bergaul, kecuali dengan orang mukmin dan jangan makan makananmu, kecuali orang yang bertakwa.”[3]

            Seorang muslim wajib memperhatikan teman pergaulannya, karena jika tidak, akan rusak agamanya dan akan sia-sia waktu dan umurnya.

            Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَي دِيْنِ خَلِيْلِهِ, فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.

Artinya:

“Seseorang dilihat dari sahabat karibnya maka hendaklah seseorang diantara kalian melihat dengan siapa dia bersahabat.”[4]

            Kita wajib mencari teman-teman yang shalih, baik benar aqidah dan manhajnya, agar dapat membantu kita dalam taat kepada Allah. Maka pandai-pandailah mencari teman yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat.

            Begitu pula, kita dianjurkan bergaul dengan masyrakat,untuk memberikan manfaat kepada mereka dengan Islam,ilmu, dan sunnah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

المؤْمِنُ الَّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَي أَذَا هُمْ خَيْرٌ مِنَ الَّذِيْ لَايُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُعَلَي أَذَاهُمْ.

Artinya:

“Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik daripada mukmin yang bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap gangguan mereka.” [5]

            Pergaulan dalam masyarakat apabila mendatangkan manfaat dan menolak mudharat (bahaya), maka hal ini dibenarkan menurut syari’at. Akan tetapi apabila mudharat (bahaya) dan membuang-buang waktu maka hal ini harus ditinggalkan.

Ketiga: Suka membantu orang lain

            Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ, كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ, وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً, فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ

كُرْبَةً مِنْ كُرَبَاتِ يَوْمَ القِيَامَةِ, وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ.

Artinya:

“…Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa melepaskan satu kesulitan dari seorang muslim, Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.”[6]

Keempat: Lima perkara yang disukai oleh para sahabat Radiallahuanhum

            Ada lima perkara yang senantiasa diperhatikan oleh para sahabat Nabi. Perhatian mereka terhadap lima perkara tersebut merupakan bukti bagaimana mereka memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dengan menjaga setiap detik dari umur mereka agar tidak sia-sia.

            Lima perkara tersebut ialah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Auza’i Rahumahullah (wafat th.157 H),

خَمْسٌ كَانَ عَلَيْهَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍصَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالتَّابِعُوْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ: لُزُوْمُ

الجَمَاعَةِ, وَاتِّبَاعُ السُّنَّةِ, وَعِمَارَةُ المسْجِدِ, وَتِلَاوَةُ القُرْآنِ,وَالجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ.

Artinya:

“Lima perkara yang selalu dilakukan oleh para sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik: (1) senantiasa berpegangteguh pada jama’ah (kaum Muslimin), (2)  mengikuti Sunnah Nabi, (3) memakmurkan masjid, (4)  membaca Al-Qur’an, dan (5) berjihad dijalan Allah.”[7]

Kelima; Menuntut Ilmu Syar’i

            Banyak diantara manusia yang tidak menggunakan waktu sehat dan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak gunakan untuk belajar tentang islam, tidak ia gunakan untuk menimba ilmu syar’i. Padahal dengan menghadiri majelis taklim yang mengajarkan al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman para sahabat, akan menambah ilmu, keimanan, dan tetakwaannya kepada Allah. Juga dapat menambah kebaikannya.

            Seorang muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar islam dengan benar berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman salafus shalih. Agama islam adalah agama ilmu dan amal karena Nabi ﷺ diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih.

            Allah Shallallahu Alaihi Wasallam berfirman:

هُوَالَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَي وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَي الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ  المشْرِكُوْنَ

Artinya:

Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkannya terhadap semua agama. Walaupun orang-orang mursyik tidak menyukainya.” (Qs. At-Taubah:33)

            Yang dimaksud dengan Al-huda (petunjuk) dalam ayat ini adalah ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan Dinul haqq (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menjelaskan kebenaran dari kebathilan, menjelaskan nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintah untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi ruh, hati, dan jasad.

            Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, tauhid dan syirik, sunnah dan bid’ah, yang ma’ruf dan munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

            Menuntut ilmu syar’i wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  bersabda,

طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَي كُلِ مُسْلِمٍ.

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.

            Ketahuilah, menuntut ilmu (syar’i) adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apapun.

Keenam: Membaca

            Membaca adalah salah satu cara terbaik untuk memanfaatkan waktu. Para ulama salaf selalu menggunakan waktunya untuk membaca. Mereka tidak mau waktunya hilang tanpa membaca.

  • Pentingnya membaca dan mengamalkannya

Allah berfirman, yang artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan. “(Qs. Al-‘Alaq: 1)

Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berilmu sebelum beramal. Allah ﷻ berfirman, yang artinya “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohon ampunan atas dosamu…. “ (Qs. Muhammad:19)

Sebagian ulama salaf mengatakan, “Kami biasa memohon bantuan dalam menghafal ilmu dengan cara mengamalkannya.”[8]

  • Nasihat para ulama dan semangat membaca mereka

Allah berfirman, “….. Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (Qs. Al-Mujadilah:11)

Imam Ahmad rahimahullah (wafat tahun 241 H) mengatakan, “Kebutuhan manusia terhadap ilmu itu lebih besar dari kebutuhan mereka terhadap makan dan minum, karena makan dan minum hanya dibutuhkan sekali atau duakali dalam sehari. Tetapi kebutuhan terhadap ilmu adalah sebanyak bilangan tarikan nafasnya.

Dan diantara ulama pada abad ini yang menjaga waktunya, bersungguh-sungguh dalam berjihad untuk menegakkan sunnah, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, menghabiskan waktunya dalam menuntut ilmu adalah Syaikh al-Almuhadditsin imamul ‘ulama Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani (wafat tahun 1420 H) rahimahullah.

Beliau rahimahullah menghabiskan sebagian besar waktunya di perpustakaan Azh-Zhahiriyah untuk menuntut ilmu. Beliau menutup kiosnya dan tetap berada di dalam perpustakaan selama 12 jam. Beliau tidak pernah lelah dalam Muthala’ah, memberi komentar dan meneliti, kecuali pada waktu-waktu shalat, hingga makan siang beliau tidak dimakan melainkan di dalam perpustakaan. Beliau adalah orang yang pertama kali memasuki perpustakaan dan orang yang terakhir keluar darinya.

Sungguh di dalam perjalanan hidup mereka, para ulama yang mulia, terdapat teladan yang baik dan pelajaran yang agung bagi kita. Bagaimana dengan kita dalam membaca dan memanfaatkan waktu.

  • Cara menumbuhkan minat baca
  1. Konsentrasi saat membaca
  2. Pengamalan terhadap apa yang dibaca
  3. Membaca materi yang disukai secara bertahap
  4. Mengenal semangat para ulama salaf
  5. Memilih waktu yang tepat
  6. Kitab-kitab apa yang harus dibaca
  7. Utamakanlah membaca kitab-kitab ulama salaf
  8. Berdoa

*****

Bersambung …

Referensi:

Diringkas dari buku       : Waktumu, dihabiskan untuk apa? cetakan ke-14 September 2020 Penerbit Pustaka At-Taqwa

Penulis                             : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Diringkas oleh                 : Fatma Khoirun Nisa (Pengabdian Ponpes Darul-Qur’an wal-Hadits OKU Timur)

[1] shahih:HR.Al-Hakim (17/326) dari sahabat Ma’qil bin Yasar Radiallahuanhu Dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Dishahihkan juga oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Hadiits Ash-Shahiihah (no 1359) dan Shahih At-Targhib (no. 3165)

[2] Shahih: HR. Ahmad (2/358), At-Tirmidzi (no. 2466), Ibnu Majah (no. 4107), dan Al-Hakim (2/443) dariAbu Hurairah Radhiallahuanhu. Lafadz ini milik Ibnu Majah. Lihat Silsilah Al-Hadhiits Ash-Shahiihah (no. 1359) dan Shahih At-Targhiib Wat Tarhiib (no. 3166)

[3] Hasan: HR. Abu Dawud (no. 4832), At-Tirmidzi (no.2395), Al-Hakim (no. 17/128), Ahmad (3/38), Ibnu Hibban (no. 555, 561-At-Ta’laqatul Hisaan) dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radiallahuanhu. DiHasankan oleh Al-Albani dalam Hidaayatur Ruwaat (no. 927).

[4] Hasan: HR. Abu Dawud (no. 4832), Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378), dan Al-Hakim (17/171), dari sahabat Abu Hurairah Radiallahuanhu. Lihat Silsilah Ash-Shahiihah (no. 927),

[5] Shahih: HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 388, ini lafazhnya), Ibnu Abi Syibah Al-Musnaaf (8/536, no. 26623), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa’ (7/422,no. 11087), Al-Baihaqi dalam sunannya (10/89), dan Ahmad (2/43) dari sahabat Ibnu Umar Radiallahuanhuma. Lihat Silsilah Ash-Shahihah  (no. 939).

[6] Muttafaq ‘Alaih:HR.Al-Bukhari (no.2442) dan muslim (no. 2580), dari sahabat Ibnu Umar Radiallahuanhuma.

[7] Diriwayatkan oleh Al-Lalika-i dalam Syarah Ushul I’tiqod ahlis sunnah wal jama’ah (1/71, No. 48), Abu Nu’al dalam hilyatul auliya’ (6/153, No.8129), Al-Baihaki dalam Syu’aduliman (No. 2671 dan 2696),  dan Al-Baghawi dalam Syarhus sunnah (1/209).

[8] Lihat Miftah dari Sa’adah (1/344) dan Iqtidha’ al-‘ilmi al-a’mal (No. 149)

Baca Juga :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.