Cahaya di Tengah Awan Kezhaliman dan Penindasan

cahaya ditengah kezaliman dan penindasan

Cahaya  di Tengah Awan Kezhaliman dan Penindasan – Manakala kaum musyrikin gagal dalam tipu muslihat mereka untuk memulangkan kaum Muhajirin, mereka semakin bertambah geram.  Kedongkolan mereka bervariasi antara satu dan yang lainya.  Semakin lama semakin memuncak dan mereka timpakan juga kepada kaum muslimin yang lainnya, bahkan mereka sudah menjangkau kan tangan mereka kepada Rasulullah  untuk menyakiti beliau.  Tampak dari gerak gerik mereka   adanya keinginan untuk menghabisi Rasulullah sehingga mereka dapat menumpas habis fitnah hingga ke akar-akarnya yang selama ini mengganggu tidur mereka; demikian klaim mereka.

Sedangkan kaum muslimin sendiri Sebagian mereka masih tinggal di Makkah tapi jumlahnya sedikit sekali.  Dapat bertahannya mereka bisa karena  kedudukan mereka yang termasuk orang-orang terpandang dan memiliki kekuatan atau karena mendapatkan perlindungan dari seseorang.  Meskipun demikian mereka tetap menyembunyikan keislaman mereka dan menghindari pengintaian para thaghut sedapat mungkin akan tetapi, sekalipun mereka telah bersikap hati-hati dan waspada, mereka tetap tidak dapat lolos begitu saja dari gangguan, penghinaan serta penganiayaan.

Dalam pada itu, Rasulullah tetap melakukan shalat dan beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala di depan mata para thaghut terebut.  Beliau leluasa berdakwah, baik secara sembunyi ataupun terang-terangan.  Tidak ada sesuatupun yang menghalangi dan memalingkannya dari hal itu sebab semua itu merupakan bagian dari tugas beliau dalam rangka menyampaikan risalah Allah semenjak beliau diperintahkan oleh-Nya sebagaimana dalam firman-Nya,

فَٱصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْمُشْرِكِينَ

Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan  kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musrik” (QS. Al-Hijr: 9)

Dengan   demikian sebenanya sewaktu-waktu bisa saja kaum musrikin menyakiti beliau bila mereka mau sebab secara lahirnya tidak ada yang menghalangi mereka dengan diri beliau selain rasa malu dan segan serta adanya jaminan Abu Thalib dan rasa hormat terhadapnya.  Sebab lainnya, karena kekhawatiran mereka terhadap akibat yang fatal dari tindakan mereka tersebut sehingga akan membuat suku Bani Hasyim berhimpun melawan mereka.  Namun, lambat laun perasaan itu pun pupus dan tidak berpengaruh banyak terhadap psikologis mereka.  Karenanya mereka mulai menganggap remeh  akan hal itu semenjak merasa eksistensi berhala dan kepemimpinan spiritual yang selama ini mereka pegang sudah semakin memudar, dengan munculnya dakwah Muhammad.

Diantara peristiwa-peristiwa yang dikisahkan oleh kitab-kitab as sunnah kepada kita serta didukung oleh bukti bukti otentik bahwa memang terjadi pada masa tersebut kisah Utaibah bin Abi Lahab yang mendatangi Rasulullah  pada suatu hari seraya berkata “ Aku mengingkari Firman Allah  demi bintang Ketika terbenam dan terhadap orang yang mendekat lalu bertambuh dekat lagi yaitu Malaikat Jibril.”

Selepas mengucapkan itu, dia menyakiti beliau merobek bajunya serta meludah ke arah wajahnya namun untung saja tidak mengenainya.  Ketika itu Nabi mendoakan kebinasaan atasnya. “ Ya Allah kirimkanlah seekor anjing dari anjing-anjing untuk menerkamnya.”

Di antara bukti lain yang menunjukkan bahwa para thaghut tersebut ingin membunuh beliau adalah kisah yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Abdulah bin Amr bin-al-Ash, dia berkata, “Aku datang saat mereka sedang berkumpul di Hijr Ismail (di Dekat Ka’bah) mereka menyebut-nyebut perihal Rasulullah mereka berkata, kita tidak pernah sampai menahan kesabaran seperti halnya kita sabar terhadap orang ini.  Sungguh kita telah menahan sabar terhadapnya dalam masalah yang serius, manakala mereka dalam kondisi demikian, muncullah Rasulullah dan berjalan menuju ke arah mereka, lalu beliau manyalami Ar-Rukn al Yamani (salah satu sudut kabah kemudian beliau melewati mereka dan berthawaf sekeliling kabah. Mereka menghina beliau dengan beberapa ucapan, aku dapat mengetahui hal itu dari raut wajah Rasulullah.  Ketika beliau melewati mereka untuk yang kedua kalinya dan mereka melakukan hal yang sama terhadapnya, lalu beliau berhenti dan berkata kepada mereka “Sudikah kalian mendengarkanku wahai kaum quraisy! Demi Allah yang jiwaku berada di tangannya, sungguh aku datang membawakan sembelihan untuk kalian “ ucapan itu membuat mereka tertegun sehingga tak seorang pun dari mereka yang bergeming sekan akan di atas kepalanya bertengger seekor burung.  Bahkan orang yang paling kasar di antara mereka, berusaha memenangkan beliau dengan sebisanya “ orang itu berkahta “ pergilah wahai Abu Al-qosim demi Allah, engkau bukanlah orang yang bodoh.

Pada keesokan harinya, mereka berkumpul Kembali dengan memperbincangkan perihal beliau, Ketika beliau muncul, mereka secara serentak mengerubuti dan mengitari beliau.  Aku melihat salah seorang dari mereka mencengkeram bagian leher jubah beliau, lantas Abu bakar dengan segera membela, sambil menangis, dia berkata. Apakah kalian akan membunuh seseorang lantaran dia berucap, Rabbku adalah Allah!” kemudian mereka berlalu.

Abdullah ibnu Amr berkata, ‘sungguh pemandangan itu merupakan perlakuan paling kasar yang pernah kulihat dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap beliau.

Di tengah suhu yang diliputi awan kezaliman dan penindasan, tiba-tiba muncul seberkas cahaya yang menyinari jalan, yaitu masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib dia masuk Islam pada penghujung tahun ke 6 kenabian, lebih tepatnya pada Bulan Dzulhijjah.

Mengenai sebab keislamannya, bahwa suatu hari Abu jahal melewati Rasulullah di Bukit Shafa, lalu dia mengganggu dan mencaci maki beliau.  Rasululah diam saja tidak berbicara kepadanya sedikit pun.  Kemudian dia memukulkan batu ke kepala beliau sehingga melukainya dan mengeluarkan darah.  Selepas itu dia pulang menuju tempat kaum quraisy berkumpul disisi kabah dan berbincang dengan mereka.  Kala itu budak Abdullah bin Judan berada di kediamannya dia atas bukit Shafa dan menyaksikan kejadian tersebut.  Kebetulan Hamzah baru pulang berburu dan menenteng busur panah.  Maka serta merta budak tersebut memberitahukan kepada Hamzah perihal perlakuan Abu Jahal tersebut.  Menyikapi hal itu,  sebagai seorang pemuda yang gagah lagi punya harga diri, yang tinggi di kalangan suku Quraisy, Hamzah marah besar dan langsung bergegas pergi dan tidak perduli dengan yang menegurnya,  dia berkonsentrasi mempersiapkan segalanya  bila berjumpa dengan Abu jahal dan akan membuat perhitungan dengannya. Maka manakala dia masuk mesjidil Haram.  Dia langsung berdiri tegak di hadapan Abu Jahal seraya berkata, “Hai si Hina Dina! Engkau berani mencaci maki keponakanku padahal aku sudah memeluk agamanya?”  kemudian dia memukulnya dengan busur panah dan membuatnya luka dan babak belur.  Melihat hal itu seseorang dari Bani Makhzum – yakni dari suku Abu Jahal terpancing emosinya demikian pula orang-orang dari Bani Hasyim – Dari suku Hamzah_ tidak kalah emosi.  Maka Abu Jahal melerai dan berkata “Biarkan Abu Imarah sebab aku telah mencaci maki keponakannya dengan cacian yang amat jelek.”

Keislaman Hamzah pada mulanya adalah sebatas pelampiasan harga diri seseorang yang tidak sudi keluarganya dihina, namun kemudian Allah Subhanahu Wata’ala membuatnya cinta terhadap Islam.  Dia kemudian menjadi orang yang berpegang teguh terhadap al-Urwah al Wutsqo dan menjadi kebanggaan kaum mulismin.

Di tengah suhu yang sama pula,   seberkas cahaya yang lebih benderang dari yang pertama kembali menyinari jalan.  Itulah keislaman Umar Bin Khatab.  Dia masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, tahun ke 6 kenabian yaitu tiga hari setelah keisalaman Hamzah.  Nabi memang telah berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar dia masuk islam sebagaiamana Hadist yang dikeluarkan oleh Ath Thirmidzi dan menshahihkannya dari Ibnu Umar dan hadits yang dikeluarkan oleh ath-Thabrani dari Ibnu Mas’ud dan Anas bahwasaanya Nabi Berkata:

Ya Allah muliakanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang lebih engkau cintai; Umar Bin Al-khatab atau Abu Jahal bin Hisyam”

Ternyata yang lebih dicintai oleh Allah adalah Umar

Kisah keislamannya bermula dari tindakannya pada suatu malam.  Saat dia bermalam diluar rumahnya, lalu dia pergi menuju masjid haram.  Dan masuk ke dalam tirai kabah.  Saat itu nabi tengah berdiri melakukan shalat dan membaca surat Al-Haqqoh,  pemandangan itu dimanfaatkan umat untuk mendengarkannya dengan khusyu, sehingga membuatnya terkesan dengan susunannya, dia berkata, “aku berkata pada diriku, Demi Allah! Benar, di ini tukang syair sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy! Lalu beliau membaca ayat

إِنَّهُۥ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ ۚ قَلِيلًا مَّا تُؤْمِنُونَ

Artinya: “Sesungguhnya Al-Quran itu adalah benar-benar wahyu Allah Subhanahu Wata’ala yang diturunkan kepada Rasul yang mulia dan Alquran itu bukanlah perkataan seorang penyair.  Sedikit sekali kalian beriman kepadanya. (QS. Al-Haqqoh: 40-41)

Lantas aku berkata pada diriku, “kalau begitu, dia tukang tenung” lalu beliau meneruskan bacaanya.

وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ ۚ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: “Dan bukan pula perkataan tukang tenung sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya.  Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam… “ Hingga akhir surat tersebut

Maka, ketika itu islam memasuki relung hatiku.

Inilah awal benih islam yang memasuki relung hati Umar Bin Al-Khattab.  Tetapi kulit luar sentimental jahiliah dan fanatisme terhadap tradisi dan kebanggan akan agama nenek moyang,  justru mengalahkan otak hakikat yang dibisikan oleh hatinya.  Sehingga dia tetap bersikeras dalam upayanya  melawan islam.  Tanpa menghiraukan perasaan yang bersemayam di balik kulit luar tersebut.

Diantara bukti nyata kekerasan wataknya dan rasa permusuhan yang sudah diluar batas terhadap Rasulullah adalah saat suatu hari dia keluar dengan menghunus pedang hendak membunuh beliau Ketika itu, dia bertemu dengan Nuaim bin Abdullah  An-Nahham al-Adawi. Ada Riwayat lain mengatakan seseorang dari bani Zuhrah atau seseorang dari Bani suku Makhzum.  Orang tersebut bertanya,  hendak kemana Engkau wahai Umar?

Dia menjawab, ingin Membunuh Muhammad”

Orang tersebut bertanya lagi, “ Kalau Muhammad engkau bunuh, bagaimana engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani Zuhrah?

Umar Menjawab, “Aku rasa engkau sudah menjadi penganut agama baru dan telah keluar dari agamamu”

Orang itu berkata maukah aku tunjukan kepadamu yang lebih mengejutkan lagi, wahai Umar? Sesungguhnya adik perempuanmu dan iparmu juga telah menganut agama baru dan meninggalkan agama yang sekarang engkau peluk

Mendengar hal itu, Umar dengan segera mencari keduanya dan saat dia menjumapai mereka, disana dia mendapati Khabbab Bin Al-Arat yang membawa lembaran shahifa (lembaran Al-Quran) bertuliskan surat Thaha, dan membacakan untuk keduanya – sebab dia secara rutin mendatangi mereka berdua dan membacakan Al-Quran untuk keduanya, tatkala Khabbab mendengar langkah umar, dia menyelinap ke bagian belakang rumah  sedangkan adik Umar menutupi shahifah tersebut.  Ketika mendekati rumah, Umar telah mendengar khabbab membacakan Al-Quran untuk mereka, karenanya saat masuk, dai langsung bertanya, “ apa gerangan suara bisik-sisik yang aku dengar dari kalian?”

Keduanya menjawab?” tidak apa apa hanya sekedar perbincangan diantara kami berdua”

Dia berkata lagi “nampaknya kalian berdua telah menjadi penganut agama baru”

Iparnya berkata “ Wahai Umar apa pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?”

Mendengar hal itu, Umar langsung melompat ke arah iparnya tersebut, lalu menginjak-nginjaknya dengan keras.  lantas adik perempuanya datang dan mencegahnya, dari menyerang suaminya namun dia justru ditampar oleh Umar sehingga darah mengalir dari wajahnya, adik perempuanya berkata dengan penuh kemarahan “ Wahai Umar! Jika kebenaran ada pada selain agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Manakala Umar merasa putus asa dan melihat adiknya yang berdarah, dia menyesal dan merasa malu, lalu berkata “ berikan tulisan yang ada di tangan kalian agar aku dapat membaca!”

Saudaranya itu berkata, “ sesungguhnya engkau itu najis, dan tidak boleh ada yang menyentuhnya melainkan orang-orang yang suci, bangkit dan mandilah dulu!” kemudian dia bangkit dan mandi lalu membaca “Bismillahirahmanirrahim” Dia bergumam sungguh nama-nama yang baik dan suci, “ kemudian melanjutkan dan membaca surat thaha hingga sampai pada firman Allah Subhanahu Wata’ala:

إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدْنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ

Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah , tidak ada Illah yang haq selain aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.” (QS. Thaha: 14)

Dia berguman lagi “alangkah indah dan mulianya kalam ini “kalau begitu tolong bawa aku ke hadapan Muhammad”

Saat Khabbab mendegar hal itu dia langsung keluar dari persembunyiannya seraya berkata “Wahai Umar, berbahagialah karena sesunguhnya aku berharap engkaulah yang ada dalam doa Rasulullah: “pada malam kamis “ Ya Allah muliakanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang paling engkau cintai: Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.

Keislaman Hamzah dan Umar merupakan dua cahaya yang terang benderang di tengah awan kedaliman dan penindasan yang dialami kaum muslimin hingga sampai ke Rasulullah.

Referensi : Sirah Nabawiah Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad

Penulis : Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri

Diringkas oleh : Iis Rosmi Rojibah S.S. (pengajar di Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadist)

 

BACA JUGA :

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.