Buhul Cinta (Bagian 1) – Bismillah, Alhamdulillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah, amma ba’du.
Rumah tangga sebagai fondasi dalam membangun kejayaan umat, mendapat perhatian besar dalam Islam melalui syariatnya yang hanif. Maka Itu, Islam menerangkan berbagai adab dan hukum dalam rumah tangga. Bahasan-bahasan utama dalam fikih, seperti bab Nikah, Thalaq, dan Zina menjadi bukti betapa syariat Islam sangat memperhatikan keharmonisan berkeluarga.
Perjalanan rumah tangga Rasulullah dan para sahabat beliau radhiallahu ‘anhum serta para imam dan ulama yang menjadi teladan yang baik dalam membina keharmonisan rumah tangga.
Bersamaan dengan Itu, muncul keprihatinan mendalam terhadap banyaknya rumah tangga yang memang Tidak dibina dengan fondasi yang kokoh. Sehingga memudahkan musuh-musuh Islam untuk memorak-porandakan kesatuan dan persatuan kaum muslimin.
Sekiranya setiap individu tunduk dan patuh terhadap semua perintah syariat, mengerti hak dan kewajiban yang telah diaturnya, semuanya kembali kepada agamanya atau mengkaji ulang cara beragamanya, niscaya kejayaan dan kebahagiaan dapat kita peroleh dengan segera.
Untukmu, Pendamping Hidupku!
Ya, untukmu wahai pendamping hidupku! Kepadamu telah kuserahkan semua milikku agar bahagia bersamamu di atas ketaatan kepada Allah. Istriku, engkaulah orang yang paling mengetahui rahasiaku Dari Ujung rambut sampai ujung kaki. Denganmu kuharap kita bisa bergandengan tangan menuju Surga-Nya, sambil membawa sekeranjang harapan dan cita-cita.
Ya, untukmu istriku yang Selama ini kukenal begitu pengertian dan pemaaf, yang menjunjung tinggi akhlak Mulia. Untukmu dinda yang Selama ini kukenal sebagai sosok yang tiada henti berusaha menggapai kebahagiaan hidup bersamaku.
Ya, untukmu wahai istriku, yang telah berikrar bersamaku untuk mengayuh biduk rumah tangga, sebesar apa pun gelombang menghadang, dan sekuat apa pun badai menerjang.
Kepadamu, kutuliskan risalah cinta dan kasih sayang ini di hamparan hatimu yang amat luas. Aku ingin bercerita padamu tentang cinta suci, yang tak ternoda oleh syahwat, tak tercemar oleh dosa dan maksiat. Cinta yang akan meringankan segala beban hidup dan menjadikan dunia kita bak Taman berbunga nan indah.
Buhul Cinta
Buhul di sini maksudnya simpul atau ikatan. Dan pepatah mengatakan: “Mengebat erat-erat, membuhul mati-mati.”[1] Jadi, buhul cinta adalah sesuatu yang dapat dijadikan pengikat dan perekat Cinta sepasang kekasih.
Adapun Cinta yang dimaksud di sini adalah cinta kasih suami-istri, bukan makna yang lain. Karena Tidak ada Cinta yang halal, yang terjalin antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram, selain Cinta kasih dalam rajutan pernikahan.
Kepada setiap suami-istri yang mendambakan berkibarnya panji kasih sayang dalam kehidupan rumah tangganya. Kepada suami-istri yang terhalang dinding pemisah ketika menjalin komunikasi.
Kepada pasangan yang tengah berbahagia dalam kehidupan rumah tangganya dan berharap kebahagiaan itu akan langgeng.
Kepada mereka yang masih mengharapkan keutuhan setelah sebelumnya retak. Mungkin karena merasa tidak cocok atau merasa tertipu dengan pasangannya.
Ada Apa Dengan Cinta Dalam Rumah Tangga?
Bermula Dari keprihatinan saya (penulis) terhadap maraknya kasus kekerasan serta perceraian dalam rumah tangga. Tidak menimpa kalangan masyarakat awam yang tak mengenal ajaran agama, bahkan mendera pasangan yang Sudah lama mengikuti Kajian dan menghadiri berbagai majelis ilmu.
Di sisi lain, meningkatnya kasus perceraian dewasa ini Sudah sampai pada tahap yang sangat mengkhawatirkan.
Berikut ini keluhan-keluhan istri terhadap perilaku dan sifat suaminya
- Suamiku ternyata Tidak memiliki kepribadian. Aku temukan banyak sifat buruk pada dirinya. Sekarang aku baru sadar, dia bukan suami yang baik bagiku. Setiap mengangkat telepon darinya, kuharapkan mendengar ungkapan cinta meluncur dari mulutnya. Namun itu tak pernah Aku dapatkan. Rasanya, ingin kutumpahkan rasa marah ini kepadanya, namun Aku Tidak berani melakukannya, Karena takut kepada Allah Azza wajalla.
- Aku stres hidup bersama suamiku. Dia tidak pernah mengungkapkan kata-kata Cinta yang Selama ini kuimpikan, padahal kami telah dikaruniai dua orang Anak. Dan Aku terus berharap sikapnya itu berubah.
- Aku selalu berusaha mematuhi suamiku, namun jarang sekali kulihat dia mengungkapkan kegembiraan atau menampilkan wajah cerah. Aku pun Tidak pernah mendapatkan nafkah lahir darinya, yang merupakan kewajibannya. Akhirnya, aku pun mendiamkannya di kamar tidur. Apakah Aku berdosa?
- Suamiku sering kali bertindak kasar padaku. Padahal kami sudah hidup 20 tahun berubah Tangga dan dikaruniai enam orang Anak. Dan kadang muncul keinginanku untuk meninggalkan keenam anakku dan Kabur dari rumah itu. Lalu apa yang seharusnya aku lakukan menurut pandangan Islam?
- Aku seorang istri Dengan empat orang Anak. Suamiku selalu pulang larut malam dan memiliki beberapa wanita simpanan. Dia biasa melihat yang haram dan Tidak Betah tinggal di rumah bersama kami.
- Aku Tidak Lagi mencintai suamiku. Dan Aku merasa Sudah salah pilih pasangan hidup.
Di lain pihak, suami juga mengeluhkan sifat dan watak istrinya
- Istriku terlalu dingin dan Kaku, hingga Aku merasa hidup Dengan Benda mati.
- Istriku sering bertengkar Dengan ibuku, dan ibuku memintaku menceraikannya. Sekarang aku bingung, menuruti permintaan ibuku ataukah mempertahankan keberlangsungan rumah tanggaku? Dan bagaimana nantinya anak dan istriku setlah kami bercerai.
- Istriku sangat kampungan, Tidak membuatku bergairah. Dia tak secantik wanita-wanita yang kulihat di majalah atau sinetron!
Padahal, seandainya kedua belah pihak mau bercermin, tentu semua keluhan itu tidak akan muncul. Lihatlah bagaimana kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Dengan Aisyah! Kehidupan rumah Tangga mereka penuh cinta dan kasih sayang, semarak Dengan mawaddah dan Rahmah.
Bercerminlah pada kehidupan para Sahabat Nabi bersama istri-istrinya. Lihatlah cinta Mughis kepada Barirah, cinta Abdurrahman bin Abu Bakr kepada Atikah binti Amr bin Nufail radhiallahu ‘anhum. Perhatikan pula bagaimana kasih sayang para ulama dan imam Kaum muslimin kepada keluarganya.
Sudah sejauh mana usaha kita dalam meneladani kehidupan rumah tangga mereka? Sebandingkah akhlak kita dengan mereka?
Makna dan Hakikat Cinta
Kata Cinta Dalam Bahasa Arab diistilahkan Dengan mahabbah. Ada lebih Dari 60 kata yang memiliki makna yang sama untuk kata ini. Hal ini menunjukkan bahwa Cinta merupakan Hal Agung bagi bangsa Arab. Ia selalu dilantunkan oleh para penyair, biasa dituliskan oleh para pujangga, bahkan senantiasa diperdengarkan di berbagai tempat pertemuan bangsa Arab. Sikap mereka yang mendewakan cinta ini, sama halnya dengan penghormatan mereka terhadap sifat kedermawanan dan keberanian.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, kata Cinta Dalam Bahasa Arab memiliki beberapa makna:
- Cinta Bisa bermakna kesucian, kebeningan dan kejernihan
- Cinta Bisa bermakna percikan dan riak, seperti Riak dan percikan air yang Tampak saat hujan turun. Begitu pula Dengan Cinta seseorang yang bisa membuat hatinya beriak, ketika dia teringat kepada sang kekasih.
- Cinta bisa bermakna teguh dan Tidak berpindah Dari posisi semula, sebagaimana teguhnya unta ketika menderum karena diperintah oleh majikannya, sekalipun banyak batu cadas yang melukainya. Begitu pula Dengan Cinta ketika ia telah tersimpul kuat, maka ia tidak akan berpindah ke lain hati.
- Cinta bisa bermakna inti, Isi dan Biji yang dijadikan Benih.
- Cinta Bisa bermakna bejana besar yang Sudah terisi penuh, sehingga tak mungkin lagi memuat sesuatu yang lain. Begitu pula Dengan Cinta ketiak ia telah memenuhi hati. Hati tidak akan dapat diisi oleh sesuatu yang lain.
- Cinta juga bermakna tungku pembakaran yang di atasnya dibebani dengan sesuatu. Begitu juga dengan cinta, ia rela menerima beban apa pun yang dipikulkan atas Nama Cinta.[2]
Semua Cinta yang membimbing seseorang kepada Allah subhanahu wata’ala, itulah Cinta yang sebenarnya.
Semua Cinta yang menghantarkan seseorang untuk menaati Allah, itulah cinta yang Hakiki.
Karena, Cinta adalah kesucian, pengorbanan, keteguhan dalam memegang janji, dan keikhlasan dalam melaksanakan perintah-Nya.
Ketika Cinta sirna Dari kehidupan, jiwa akan menjadi sempit; sehingga timbul pertikaian dan perselisihan di antara manusia.
Kala Cinta hilang, layulah sekuntum bunga, padamlah pancaran cahaya, pendeklah perjalanan usia, keringlah danau di hutan belantara, dan silih bergantilah penyakit dan marabahaya.
Tatkala Cinta telah lenyap, ketika itulah lebah meninggalkan bunga, burung pipit menelantarkan sangkarnya, dan kutilang tak lagi hinggap di pucuk pohon cemara.
Sekiranya sungai memiliki muara dan laut mempunyai Pantai, maka sejatinya lautan Cinta Itu Tidak berpantai, dan sungai Cinta Tidak bermuara.
Mawaddah dan Rahmah
Banyak orang menyangka bahwa Cinta dapat diraih Sebelum menikah. Salah satu caranya, menurut mereka, melalui perkenalan dengan lawan jenis, diteruskan dengan fase yang mereka sebut dengan pacaran. Demikianlah asumsi mereka. Padahal sejatinya, cinta dan kasih sayang baru Allah anugerahkan setelah terjalinnya pernikahan. Mengapa Cinta Tidak mungkin dapat diraih sebelum menikah?
Karena, masa-masa pacaran merupakan masa-masa yang sangat sulit untuk mendeteksi kejujuran dan kepribadian seseorang. Pasalnya, pada masa Itu masing-masing pasangan sedang melakukan kamuflase atau penyamaran terhadap pasangannya.
Maka itulah, terjadinya perceraian justru banyak menimpa pasangan yang mengawali rumah tangganya dengan berpacaran, akhirnya putus di tengah jalan, tidak jadi menikah. Parahnya, semua itu terjadi setelah si wanita mengorbankan segalanya, termasuk kehormatannya. Kegagalan Itu terjadi Karena sesuatu yang selama ini ditutupi telah tersingkap. Pasalnya, ketika dua sejoli telah berumah tangga, biasanya sesuatu yang luar biasa pun menjadi biasa. Dengan begitu, nyatalah Emas dari loyang, dan jelaslah benang dari suteranya.
Tidak mungkin mawaddah dan Rahmah tumbuh sempurna, kecuali dalam perkawinan yang sah. Mawaddah dan mahabbah baru akan muncul setelah menikah.
Di lain pihak, banyak orang yang menyangka bahwa rasa Cinta Bisa mati seiring semakin menuanya seseorang. Bagaikan putik bunga yang tumbuh lalu mekar untuk kemudian layu.
Semua pemahaman tersebut adalah keliru. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman di Dalam al-Qur’an:
وَمِنۡ ءَايَـٰتِهِۦۤ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجًا لِّتَسكُنُوٓاْ إِلَيهَا وَجَعَلَ بَينَكم مَّوَدَّةً۬ وَرَحمَةًۚ إِنَّ فِى ذَلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ (٢١)
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya Ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian Itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi Kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum [30]: 21)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah subhanahu wata’ala jadikan di antara sepasang suami istri mawaddah, yaitu mahabbah dan Rahman (kasih sayang), sehingga seorang suami memiliki kecenderungan dan mempertahankan istrinya karena cinta dan kasih sayang kepadanya; atau Bisa jadi Karena suami telah mendapatkan Anak Dari istrinya; atau karena ia membutuhkan nafkah batin dari istrinya atau bisa pula dikarenakan kesamaan sifat di antara keduanya, atau karena sebab lainnya.”[3]
Cinta yang bermanfaat terbagi menjadi tiga, yaitu: pertama; cinta kepada Allah, kedua: cinta karena Allah; ketiga; cinta pada sesuatu yang dapat mengantarkannya menaati Allah dan menjauhi maksiat kepada-Nya.
Dan Cinta yang mudharat juga terbagi tiga, yaitu: pertama; cinta yang menyaingi kecintaan kepada Allah, kedua; cinta terhadap apa yang dimurkai-Nya, dan ketiga; Cinta terhadap semua yang dapat memutuskan atau mengurangi kecintaan Allah kepada dirinya.
Cinta Menurut Mereka
Menurut sebagian orang bahwa cinta itu buta, cinta itu adalah derita, dan Cinta Itu muncul sejak pandangan pertama. Cinta menurut mereka adalah hubungan nista dan khalwat atau berdua-duaan tanpa muhrim. Cinta bagi mereka adalah bermanis muka, berkata dusta dan bertampang keren untuk menjerat wanita. Cinta bagi mereka adalah pacaran. Cinta bagi mereka adalah hubungan di luar nikah. Cinta bagi mereka adalah perzinaan dan perselingkuhan.
Lihatlah apa yang terjadi di akhir zaman ini? Apa yang telah diberitakan oleh sebagian besar media massa?
Lihatlah apa yang terjadi pada dunia musik! Semua berlomba-lomba mendendangkan suara syaitan dengan jerat-jerat cintanya.
Lihatlah apa yang terjadi pada dunia perfilman, baik Hollywood maupun Bollywood! Semuanya mempertontonkan hubungan haram dan Cinta nista.
Perhatikanlah pergaulan bebas di jalan-jalan, seakan-akan mereka hendak menyatakan bahwa cinta yang sesungguhnya adalah cintanya mereka bahwa kebahagiaan yang sebenarnya adalah kebahagiaannya mereka.
Bagi mereka, perkawinan adalah kuburan bagi cinta. Tidak ada Cinta dalam pernikahan yang halal. Yang ada Hanya kewajiban dan tanggung jawab. Yang ada Hanya keletihan dan kelelahan karena harus mencari nafkah.
Dan mereka telah membuktikan kebenaran atas pemahaman ini, yaitu banyaknya kegagalan mereka dalam membina hubungan rumah tangga. Bahkan kegagalan ini Sudah terjadi di awal-awal pelayaran mereka mengayuh bahtera rumah tangga. Tentunya hal ini membuat mereka trauma dan putus asa untuk mencari cinta yang halal sehingga mereka pun enggan berkeluarga dan lebih memilih hidup membujang, selamanya.
Akibatnya, Cinta yang sebenarnya, Dengan berbagai perangkatnya, tak lagi dikenal banyak orang. Karena telah pudar bentuknya, tercabut bangunannya, dan tak ada Lagi wujudnya.
Di lain pihak, orang-orang shalih masih kurang perhatian terhadap urusan cinta, mawaddah dan mahabbah ini. Seakan-akan mereka dapat hidup Tanpa Cinta dan kasih sayang. Terutama sebagian kalangna ikhwan pengajian, ketika mereka terlalu fokus pada urusan pahala dan ganjaran semata.
Tidak tahukah mereka bahwa Jalan menuju surga Itu terjal dan berliku, penuh onak dan duri? Bagaimana mungkin mereka bisa sampai ke sana jika tidak dengan cinta?
Bagaimana mungkin Bisa menumbuhkan motivasi untuk meraih cinta yang halal, Jika Tidak ada yang mendorong untuk menggapainya, atau sesuatu yang dapat melepaskan letih dan Sudah payah dalam merengkuh cinta yang halal ini?
Sepasang Insan yang menempuh perjalanan jauh dengan syarat beban, niscaya akan terasa ringan jika mereka berdua menempuhnya sambil bercerita. Begitu pula seharusnya dalam menggapai Surga. Harus ada sesuatu yang dapat menggembirakan hati setelah seharian fokus berjalan; harus ada pula penghibur jiwa setelah letih beribadah. Dan cintalah yang menghibur serta membahagiakan jiwa.
Sungguh membangun Cinta Dalam bahtera rumah tangga di atas tinggi-rendahnya ombak, manis-pahitnya kehidupan, jauh lebih baik dari apa yang mereka sebut Dengan Cinta.
bersambung ke bagian berikutnya, insyaAllah.
REFERENSI:
diringkas dari buku: Buhul Cinta
Penulis: Armen Halim Naro, Lc (rahimahullah)
Peringkas: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur
[1] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] silakan lihat Raudhatul Muhibbin
[3] Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim, Tahqiq: Sami Muhammad Salamah, Juz VI/309 Dar Thaybah, cet. II, Riyadh.
BACA JUGA:
Leave a Reply