Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah dan Amalan Yang Disyariatkan

Segala puji hanya bagi Alloh yang dengan kekuasaan dan rasa kasih sayang-Nya, Ia menjadikan hari-hari tertentu memiliki keutamaan. Di antara hari-hari yang memiliki keutamaan adalah sepuluh hari di bulan Dzulhijjah. Mengenai hal ini, Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

«مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ» يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: «وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ»

Tidak ada hari di mana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Alloh daripada hari-hari ini”, yaitu sepuluh hari (pada awal bulan Dzul Hijjah). Mereka bertanya: “Wahai Rosululloh, tidak juga jihad fi sabilillah?”. Beliau menjawab : “Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun (yaitu harta dan jiwanya).” (HR. Bukhori: 969, Abu Dawud: 2439, Tirmidzi: 757, Ibnu Majah: 1727)

Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Alloh untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah ) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid.” (HR. Ahmad)

Ulama berpendapat bahwa sebab utama yang nampak jelas dari keutamaan hari-hari ini adalah bahwa, pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah adalah berkumpulnya semua induk ibadah pada satu waktu, yaitu: Ibadah Sholat, Ibadah Puasa, Sedekah dan Ibadah Haji. (Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitab Fathul Bârî: 2/534)
Imam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, manakah yang lebih utama, sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan atau sepuluh hari (awal) di bulan Dzulhijjah? Lalu Syeikh Ibnu Taimiyah menjawab: “Sepuluh hari di siang Dzulhijjah lebih utama dari sepuluh hari di bulan Ramadhan, dan sepuluh hari di malam-malam bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam di bulan Dzulhijjah”. (Majmû’ Fatâwâ: 25/254).

Amalan-amalan yang disyariatkan pada 10 hari pertama Dzulhijjah.

  1. Melaksanakan ibadah haji dan umroh.

Dari Abi Hurairah bahwa Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ

Dari umrah ke umrah (berikutnya) adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga.” (HR. Bukhori:1773 dan Muslim:1349)

  1. Sholat

Sholat adalah jenis ibadah yang paling utama dan agung, oleh karena itu wajib seorang muslim untuk menjaga sholat wajib dengan melaksanakannya tepat waktu dengan berjamaah dan memperbanyak sholat sunnah. Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“….Dan masih saja hambaku senantiasa mendekatkan diri (kepada-Ku) dengan melaksanakan amalan-amalan sunnah hingga aku mencintainya.” (HR. Bukhori)

  1. Berpuasa

Puasa adalah jenis ketaatan yang paling utama dan yang dipilih Alloh untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadits qudsi :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

Setiap amalan anak adam adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Olehkarena itu dianjurkan untuk berpuasa selama hari-hari tersebut (yaitu 9 hari Dzulhijjah, sedangkan tanggal 10 diharamkan berpuasa), atau pada sebagiannya terutama pada hari Arafah. Diriwayatkan dari sebagian istri Nabi Muhammad, mereka berkata:

Rosululloh n berpuasa pada sembilan (hari pertama) bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyuro, dan tiga hari setiap sebulan yaitu hari senin pada awal bulan dan dua hari kamis.” (Shohih Abi Daud)

Terlebih lagi puasa 9 Dzulhijjah, yaitu puasa Arafah, meskipun bertepatan dengan hari Jumat. Dari Abu Qatadah bahwa Nabi bersabda ketika ditanya tentang puasa Arafah:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

(Berpuasa pada hari Arafah) akan menghapus dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”. (HR. Muslim: 1162).

Hanya saja puasa Arafah disunnahkan untuk selain orang yang sedang haji. Orang yang sedang haji tetap berbuka, karena meneladani Nabi n .

Dosa yang dihapuskan dengan puasa ini adalah dosa kecil. Adapun dosa besar, seperti zina, memakan riba, sihir, dan yang sejenis, maka menghapuskannya harus dengan taubat.

Dan seharusnya seorang muslim berupaya untuk berdoa pada saat itu karena saat itu adalah saat yang utama.

  1. Takbir, tahmid, tahlil dan dzikir pada hari-hari tersebut.

Sebagaimana Alloh berfirman:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“…dan supaya mereka menyebut nama Alloh pada hari-hari yang telah ditentukan…”. (Al-Haj: 28)

Para ahli tafsir di antaranya Ibnu Abbas menafsirkan “فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ” dengan “sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah”. Oleh karena itu para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan sabda Nabi :

فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid.” (HR. Ahmad)

Imam Bukhori mengatakan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir maka orang-orang mengikuti takbirnya.

Di anjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir sebagaimana firman Alloh yang artinya : “Dan hendaklah kamu mengagungkan Alloh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu…”. (Al-Baqoroh: 185)

Dan tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor), akan tetapi menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.
Di antara bentuk takbir seperti yang diucapkan Ibnu Mas’ud :

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

(رواه ابن أبى شيبة)

“Alloh Maha Besar, Alloh Maha Besar. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Alloh. Dan Alloh Maha Besar, Alloh Maha Besar, segala puji hanya bagi Alloh” (HR. Ibnu Abi Ayaibah: 3/315)

  1. Mengumandangkan takbir muthlaq dan muqayyad.

Disyariatkan mengumandangkan takbir, baik takbir muthlaq yaitu dimulai dari hari pertama Dzulhijjah sampai akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah) di semua tempat yang dibolehkan untuk berdzikir kepada Alloh seperti di masjid, pasar, jalan dan rumah, baik siang maupun malam. Dan juga disyariatkan takbir muqoyyad yang dilakukan setiap selesai sholat wajib, bagi selain jamaah haji yaitu dimulai dari sesudah sholat subuh hari arafah hingga sesudah sholat ashar pada akhir hari tasyriq. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama; dan bagi jama’ah haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya ‘Idul Adha, terus berlangsung hingga sholat Ashar pada hari Tasyriq.

  1. Bertaubat dan meninggalkan segala maksiat dan dosa.

Dengan bertaubat dan memohon ampunan-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya akan menjadikan seorang hamba lebih dekat kepada Alloh dan mendapatkan rahmat-Nya.

  1. Memperbanyak beramal shalih dan ibadah sunnah.

Seperti sholat sunnah, shadaqah,membaca Al-Qur’an, jihad dan dianjurkan juga untuk melaksanakan sunnah-sunnah Rosululloh n berkaitan dengan pelaksanaan penyembelihan hewan qurban dan adab-adab sholat ‘Idul Adha serta mengisi hari-hari ini dengan melaksanakan ketaatan kepada Alloh dengan berusaha menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sebab amalan-amalan pada hari tersebut dilipatgandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari tersebut akan menjadi lebih utama dan dicintai Alloh daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, bahkan sekalipun jihad, kecuali jihadnya orang yang tidak kembali dengan jiwa dan hartanya.

  1. Berkurban pada hari ‘Idul Adha dan hari-hari tasyriq.

Qurban adalah menyembelih hewan ternak untuk mendekatkan diri kepada Alloh pada hari ‘Idul Adha atau tiga hari tasyriq dengan syarat-syarat yang khusus. Hukumnya adalah sunnah muakkadah bagi yag mampu.

Alloh berfirman yang artinya : “Maka dirikanlah sholat karena Robbmu dan berkorbanlah.” (Al-Kautsar: 2).

Anas meriwayatkan bahwa Nabi berkurban dengan dua ekor kambing yang berwarna putih dan bertanduk, beliau sendiri yang menyembelih keduanya dengan tangan beliau dengan menyebut nama (Alloh) dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh kambing itu. (HR. Bukhori: 5558 dan Muslim: 1966)

  1. Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berkurban.

Dari Ummu Salamah bahwa Nabi bersabda :

“ Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang diantara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” Dalam riwayat lain : “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban.” (HR. Muslim: 1977)

  1. Sholat ‘Idul Adha dan mendengarkan khutbahnya.

Dari Abi Sa’id Al-Khudry berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى المُصَلَّى، فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ، فَيَقُومُ مُقَابِلَ

النَّاسِ، وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ، وَيُوصِيهِمْ، وَيَأْمُرُهُمْ

Nabi keluar ke tanah lapang pada ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Pertama kali yang beliau kerjakan adalah sholat, kemudian berpaling dan berdiri menghadap sahabat, dan mereka tetap duduk di barisan mereka. Lalu Beliau memberikan nasihat, wasiat dan memerintahkan mereka. (HR. Bukhori: 956, Muslim: 889, Nasai: 3/187).

  1. Disunnahkan tidak makan pada pagi ‘Idul Adha kecuali sesudah sholat ‘Idul Adha.

Dari Buraidah, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ، يَوْمَ النَّحْرِ لَا يَأْكُلُ حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ نَسِيْكَتَهُ

Nabi Muhammad tidak keluar pada hari ‘Idul Fitri,sehingga beliau makan. Dan Beliau tidak makan pada hari ‘Idul Adha, sehingga Beliau pulang ke rumah, kemudian makan dari daging kurbannya. (HR. Tirmidzi: 542, Ibnu Majah: 1757, Ahmad: 5/352).

Semoga Alloh melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

Maroji: dinukil dari

  1. Artikel Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin.
  2. Arkânul Islâm ; DR. sa’id bin Wahf Al-Qahthani,terbitan ke tiga, th.1431H./ 2010M. dll.

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 03 Tahun 02

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.