Tatayyum-Setiap manusia memiliki sifat cinta dengan standar dan tingkatan yang berbeda-beda dalam dirinya. Tingkatan cinta yang paling tinggi disebut tatayyum. Tatayyum merupakan penghambaan atau peribadahan pencinta terhadap yang dicintai. Secara etimologi, tatayyum artinya rasa cinta menjadikannya hamba. Hakikat peribadahan adalah menghinakan diri dan tunduk kepada yang dicintai. Dengan kata lain, yang dinamakan hamba adalah orang yang dihinakan oleh rasa cinta dan ketundukan kepada yang dicintai. Karena itulah,tingkatan yang termulia dari seorang hamba adalah penghambaan. Tidak ada kedudukan yang lebih mulia daripada ini. Allah menyebutkan makhluk-Nya yanpaling mulia dan paling dicintai, yaitu Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, dengan sebutan hamba. Padahal, kedudukan dan kondisi beliau adalah yang paling mulia, yaitu ketika berdakwah kepada-Nya, mendapat tantangan terhadap kenabiannya, dan pada saat peristiwa Isra’.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا
Artinya: “Dan sesungguhnya ketika hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (melaksanakan shalat), mereka (jin-jin) itu berdesakan mengerumuninya.”[1]
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
Artinya: “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqshayang telah Kami berkahi sekelilingnya ….”[2]
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendapat kedudukan syafaat karena kesempurnaan penghambaan dan kesempurnaan ampunan Allah untuk beliau. Alllah menciptakan makhluk untuk beribadah (menghambakan diri) kepada-Nya semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, karena ibadah adalah wujud kecintaan yang sempurna, dengan disertai dengan ketundukan dan penghinaan diri yang benar. Inilah hakikat Islam dan millah Ibrahim, maka siapa saja yang berpaling berarti telah membodohi diri sendiri.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِين
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya: “Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang shalih. (Ingatlah) ketika Rabbnya berfirman kepadanya (Ibrahim): ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab: ‘Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam.’ Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamumati kecuali dalam keadaan Muslim.’ Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab: ‘Kami akan menjawab Rabbmu dan Rabb nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail, Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan (kami) hanya berserah diri kepada-Nya.’” [3]
Oleh sebab itu, dosa yang paling besar di sisi Allah adalah syirik. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni orang yang jelas-jelas menyekutukan-Nya. Adapun pokok perbuatan syirik kepada Allah adalah menyekutukan-Nya dalam hal kecintaan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Rabb selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah ….”[4]
Allah mengabarkan bahwa di antara manusia ada orang yang menyekutukan-Nya dengan menjadikan selain Dia tandingan, lalu mencintai-Nya sebagaimana dia mencintai Allah. Selanjutnya, Allah mengabarkan bahwasanya cinta orang-orang yang beriman kepada Allah jauh lebih besar daripada cinta orang-orang yang mencintai tandingan-tandingan-Nya tersebut. Ada pula yang berpendapat: “Makna yang sesungguhnya adalah orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dibandingkan kecintaan orang yang menjadikan tandingan selain Allah. Sebab, meskipun orang-orang itu mencintai Allah, tetapi mereka telah menyekutukan kecintaan tersebut dengan tandingan-Nya sehingga kecintaan mereka itu pun melemah.
Adapun orang yang mentauhidkan Allah, mereka memurnikan kecintaan bagi-Nya, bahkan kecintaan merka lebih besar daripada orang-orang musyrik. Maksud menyetarakan Rabb semesta alam serta menyamakan antara Dia serta tandingan-Nya adalah dengan menyamakan-Nya kecintaan tersebut, sebagaimana telah dijelaskan.” Mengingat tujuan Allah dalam mencipta hamba-Nyaadalah agar manusia memurnikan kecintaan bagi-Nya, maka Allah mengingkari mereka yang menjadikan penolong dan pemberi syafaat selain-Nya, dengan pengingkaran yang sangat tegas. Terkadang penyebutannya digabungkan, namun terkadang salah satu dari keduanya disebutkan secara terpisah.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۖ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Rabb kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Rabbmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?[5]
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ ۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
Artinya: “Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Bagimu tidak ada seorang pun penolong maupun pemberi syafaat selain Dia. Maka apakah kamu tidk memperhatikannya?”[6]
Adapun penyebtan pengingkaran itu secara terpisah dapat dilihat dalam firman-Nya:
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ ۚ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لَا يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلَا يَعْقِلُونَ, قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا ۖ
Artinya: “Bahkan mereka mengambil pemberi syafa’at selain Allah. Katakanlah: “Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?” Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya.[7]
Jika seseorang loyal kepada Allah semata, pasti Dia akan menghadirkan para pemberi syafaat baginya, sekaligus menjadikan adanya loyalitas antara orang itu dan hamba-hamba-Nya yang beriman, untuk dijadikan para wali (pelindung) baginya dalam ketaatan kepada Allah. Berbeda dengan orang-orang yang menjadikan makhluk sebagai pelindung selain Allah. Keadaan pertama jelas-jelas berbeda dengan keadaan kedua. Hal ini sebagaimana syafaat syirik yang bathil adalah satu hal, sedangkan syafaat yang benar berada di sisi yang lain, sebab ia didapat dengan Tauhid. Inilah dasar atau pokok yang menjadikan atau membedakan antara ahli tauhid dan ahli syirik. Sesungguhnya Allah memberikan pertunjuk kepada siapa saja yang dikehendakinya menuju jalan yang lurus.
Tidaklah seseorang mendapat nikmatnya iman kecuali orang yang dalam dirinya ada tiga perkara: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya. (2) Jika ia mencintai seseorang, maka tidaklah ia mencintainya melainkan karena Allah. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran tersebut, sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api. Kecintaan seperti ini merupakan kelaziman rasa cinta kepada Allah, jika cinta ini semakin kuat, berarti asalnya yaitu kecintaan kepada Allah pun sangat kuat.
Jadi intinya, hakikat penghambaan (peribadahan) tersebut tidak akan terwujud dengan perbuatan menyekutukan Allah dalam kecintaan. Hal ini berbeda dengan kecintaan atau mencintai karena Allah, yang merupakan kelaziman dari peribadahan kepadanya. Oleh karena itulah, iman tidak akan sempurna melainkan dengan mencintai nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dengan mengedepankan cinta tersebut melebihi cintanya kepada pribadi, orang tua, maupun anak sebab mencintai nabi adalah bagian dari mencintai Allah. Begitu juga dengan cinta-cinta lain dalam ketaatan kepada Allah dan yang dilakukan karena-Nya.
Referensi:
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. 2018. Ad-Daa’ wa ad-Dawaa’ (Macam-macam Penyakit Hati yang Membahayakan dan Resep Pengobatannya. Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i.
Diringkas oleh: Shofwah (Pengajar Ponpes Darul Quran Wal-Hadits OKU Timur)
[1] QS. Al-Jinn: 19
[2] QS. Al-Isra: 1
[3] QS. Al-Baqarah: 130-133
[4] QS. Al-Baqarah: 165
[5] QS. Yunus: 3
[6] QS. As-Sajdah: 4
[7] Qs. Az-Zumar 43-44
Baca juga artikel:
Leave a Reply