PROSES HISAB BAGIAN KEDUA

HISAB BAGIAN 2

 

PROSES HISAB BAGIAN KEDUA

 

Kesehatan badan, usia muda yang penuh dengan semangat dan kekuatan, umur yang di isi dengan banyak kegiatan, ilmu yang berhasil di raih, dan harta kekayaan yang di miliki, adalah nikmat dan sekaligus amanah dari Allah. Semua jiwa akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah atas berbagai nikmat tersebut. Apabila dipergunakan untuk amal-amal kebaikan, niscaya pemiliknya adalah orang-orang yang beruntung di akhirat. Sebaliknya apabila digunakan untuk hal-hal yang sia-sia dan bernilai dosa, niscaya pelakunya akan mendapatkan kesengsaraan yang abadi di Neraka.

Pertanyaan Mengenai Umur, Ilmu, Badan, Masa Muda dan Harta

Tentang hisab atas berbagai nikmat ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjelaskan:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ الْأَعْمَشِ

عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ

عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ

فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

صَحِيحٌ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُرَيْجٍ هُوَ بَصْرِيٌّ وَهُوَ مَوْلَى أَبِي بَرْزَةَ وَأَبُو بَرْزَةَ اسْمُهُ نَضْلَةُ

بْنُ عُبَيْدٍ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin ‘Amir telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakar bin Ayyasy dari Al A’masy dari Sa’id bin Abdullah bin Juraij dari Abu Barzah Al Aslami berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan.” (Imam At-Tirmidzi berkata: Hadits ini hasan shahih, adapun Sa’id bin Abdullah bin Juraij dia adalah orang Bashrah dan dia adalah budak Abu Barzah, sedangkan Abu Barzah namanya adalah Nadlah bin ‘Ubaid).

Apabila pertanyaan untuk berbagai nikmat hanya berkisar pada satu tema pokok, yaitu untuk apa nikmat tersebut dipergunakan. Tidak demikian halnya dengan harta, khusus untuk nikmat harta, Allah swt mengajukan dua pertanyaan, yaitu “darimana engkau dapatkan?” dan “untuk apa engkau pergunakan”, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits dari Abu Barzakh  di atas.

Oleh karenanya, orang mukmin yang miskin dan kekurangan harta akan menjalani proses hisab yang lebih singkat dan sedikit, dibandingkan dengan proses hisab yang harus dijalani oleh orang mukmin yang kaya raya. Di saat orang-orang mukmin yang miskin telah menyelesaikan proses hisab , menyebrangi sirath, dan diperkenankan untuk masuk ke dalam surga, boleh jadi orang mukmin yang kaya masih sibuk menjalani lama dan cermatnya proses hisab.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shahih dari Abdullah Abu Huraiah, dia berkata, saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda;

 

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ

أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ

الْأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِ مِائَةِ عَامٍ

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr dari Muhammad bin ‘Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang fakir dari kaum mukminin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya dengan jarak setengah hari yang setara dengan lima ratus tahun.” (HR. Ibnu Majah nomor 4112)

 

Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “dunia itu yang halal akan di hisab, dan yang haram akan di azab.” Sungguh mereka yang hidup di dunia bergelimang harta akan merasakan akibat berat di saat menjalani proses hisab.

Para sahabat bertanya, “Dimanakah orang-orang mukmin pada hari itu?” Rasulullah saw menjawab “Bagi mereka disediakan kursi-kursi yang terbuat dari cahaya, mereka di naungi oleh awan tebal. Dan hari itu bagi orang-orang mukmin lebih pendek dari sesaat (satu jam) di waktu siang.” (HR Thabrani dan Ibnu Hibban no 7542)

Meski demikian, bukan berarti kedudukan orang mukmin yang miskin di surge lebih tinggi dari kedudukan orang mukmin yang kaya raya, bisa kadi kedudukan orang mukmin yang kaya raya di surga itu lebih tinggi dari kedudukan orang mukmin yang miskin, mengingat banyak amal shaleh yang hanya bisa dikerjakan oleh orang mukmin yang kaya seperti misalnya berjihad dengan harta, bersedekah, memerdekakan budak, membangun mesjid, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, dan lain sebagainya.

Sebenarnya harta dan jabatan hanyalah suatu amanah dari Allah swt, sedangkan manusia hanya di amanahi untuk mengelolanya. Dan orang yang bertugas mengelola tentu saja tidak bisa lepas dari aturan yang telah ditetapkan oleh sang pemilik harta. Maka, saat orang yang di amanahi itu sudah tidak sanggup lagi atau bahkan mengkhianati amanah yang telah diberikan kepadanya. Maka bisa saja Allah Subhanahu Wata’ala sebagai sang pemilik harta mencabut amanah tersebut dan memberikan amanah ini ke orang lain yang lebih mampu untuk menjaga dan menunaikan hak atas harta dan jabatan tersebut.

Pertanyaan Mengenai Kenikmatan

Nikmat yang Allah karuniakan kepada hamba-hamba-Nya begitu banyak, tak terhitung jumlahnya. Nikmat tersebut baik berasal dari langit maupun bumi, nikmat lahir maupun batin. Nikmat tidak selalu berbentuk sesuatu hal yang mahal dan kelihatan besar, udara yang dihirup setiap detik dengan gratis, sinar matahari, denyut jantung, dan berbagai hal lain yang seringkali tidak diperhatikan oleh makhluk pun termasuk dalam jenis nikmat Allah. Bahkan sekedar air putih yang menyegarkan tenggorokan pun merupakan nikmat Allah.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya :

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ()QS. An-Nahl: 18

 

Pertanyaan Mengenai Perjanjian dan Kesepakatan-kesepakatan

Segala bentuk perjanjian antara seorang hamba dengan Allah swt, perjanjian antara hamba dengan hamba, akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. Di hadapan Allah kelak, segala bentuk kecurangan dan pemutusan secara sepihak terhadap sebuah perjanjian akan diberi pembalasan yang setimpal. Oleh karenanya, Allah swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk senantiasa menepati perjanjian. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;

وَلَا تَقْرَبُوا۟ مَالَ ٱلْيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُۥ ۚ وَأَوْفُوا۟ بِٱلْعَهْدِ ۖ إِنَّ ٱلْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔولًا

Artinya:

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isra [17]: 34)

 

Hisab Individu di Mulai

Setiap individu kemudian menghadap Allah Shallallahu Alaihi Wasallam tanpa disertai seorang kawanpun,dia menghadap Allah dengan hati yang diliputi kecemasan dan ketakutan. Jantung nya berdegup keras. Kini kedudukan nya dihadapan Allah sebagai seorang tertuduh yang berdiri dalam ruangan sidang, dengan sekian banyak saksi-saksi yang akan memberikan kesaksian memberatkan, tanpa ada seorang pengacara pun.

Hisab Atas Kezhaliman Sesama Individu

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa berbagai bangsa dan kelompok akan saling berbantah, menghujat dan membela diri Lantas Allah memberi keputusan atau persengketaan mereka tersebut. Setelah semuanya selesai, Allah akan mengadakan perhitungan amal atas tiap individu. Hisab atas tiap individu ini dimulai dengan persidangan atas berbagai kezhaliman dan perampasan hak individu atas individu yang lain. Semuanya akan mendapat balasan yang setimpal, tanpa ada kezhaliman sedikitpun dari Allah.

Allah Subhanahu Wata’ala  berfirman:

فَٱلْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنتُمْ تَعْمَلُون

Artinya:

“Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS Yaasin [36]: 54)

 

Uang, permintaan maaf, penyesalan, air mata, dan apapun juga tidak akan mampu menolongnya. Satu-satunya harapan ialah amalan shalih yang pernah ia lakukan. Jika amalan shalihnya banyak dan mencukupi untuk membayar semua kezhaliman dan hak terhadap orang lain, niscaya dia akan menjadi orang yang beruntung karena masih punya sisa amalan shalih yang dapat memasukan nya ke surga. Sebaliknya, jika amalan shalihnya sedikit dan tidak mencukupi membayar semua kezhaliman dan hak terhadap orang lain, maka amal keburukan orang yang dia zhalimi akan ditimpakkan kepadanya. Akibatnya, amal keburukan nya akan lebih berat dan mengantarkan nya ke neraka.

Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadits yang shahih, diantaranya dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ

عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ

شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ

بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ

قَالَ إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ إِنَّمَا سُمِّيَ الْمَقْبُرِيَّ لِأَنَّهُ كَانَ نَزَلَ نَاحِيَةَ الْمَقَابِرِ قَالَ أَبُو عَبْد

اللَّهِ وَسَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ هُوَ مَوْلَى بَنِي لَيْثٍ وَهُوَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ وَاسْمُ أَبِي سَعِيدٍ

كَيْسَانُ

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abi Iyas telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dza’bi telah menceritakan kepada kami Sa’id Al Maqburiy dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari qiyamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya“. (Berkata, Abu ‘Abdullah Al Bukhariy berkata, Isma’il bin Abi Uwais: “Sa’id dipangil namanya dengan Al Maqburiy karena dia pernah tinggal di pinggiran maqabir (kuburan). Berkata, Abu ‘Abdullah Al Bukhariy: Dan Sa’id Al Maqburiy adalah maula Bani Laits yang nama aslinya adalah Sa’id bin Abi Sa’id sedangkan nama Abu Sa’id adalah Kaisan”).

 

Demikianlah artikel yang berkaitan dengan proses hisab bagian kedua, maka dari itu kita selayaknya menjadi seorang muslim harus mempersiapkan diri dengan membawa bekal amal shalih.

REFERENSI:

Sumber Buku     : Misteri Padang Mahsyar

Penyunting         : Abu Fatiah Al Adnani

Penyusun            : Ivan Ferdyana

Artikel bulan      : November 2020

Baca Juga Artikel:

Proses Hisab Bagian Pertama

Cara Selamat Dari Fitnah

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.