Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Menggugah Nurani Pemirsa Televisi (Bagian 2)

menggugah nurani pemirsa televisi tv-2

Menggugah Nurani Pemirsa Televisi (Bagian 2) – Bismillah, Alhamdulillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah, amma ba’du. Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam, yang menurunkan Al-Qur’an al-Karim sebagai petunjuk dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya (Bagian 1).

Unsur Sadisme Dalam Televisi

Pernah terjadi tayangan WWF Smack Down dihentikan, setelah badai protes dari elemen masyarakat dan LSM serta dari dunia pendidikan karena korban berjatuhan, dampak dari tontonan sarat kekerasan tersebut. Muatan kekerasan tidak hanya dari film atau sinetron dewasa bahkan film kartun yang nota bene untuk anak-anak, sarat dengan aksi kekerasan.

John Carew pernah mengadakan penelitian di Prancis bahwa faktor utama yang memicu meningkatnya tindak kriminal di kalangan penjahat adalah tayangan film-film sadisme.

Di Spanyol ditemukan data 39% kasus kriminal menyontek dari tayangan film-film dan acara-acara kekerasan dan sadisme di televisi.[1]

Sebagian besar anak-anak belum memiliki kemampuan untuk menganalisa dan menyaring apa yang ditontonnya, mereka akan menerima dan melihat, kemudian mereka meniru perilaku atau sikap dari sosok yang disaksikan, dan mempraktikkan kekerasan itu kepada teman-temannya yang lebih kecil, lebih lemah, dan lebih mudah usianya.

Konkretnya tayangan kekerasan acapkali muncul di berbagai sinetron dengan digambarkan bagaimana seseorang yang memarahi anaknya disertai perlakuan kasar seperti menghina, membentak dan memukul bahkan menendang.

Di Amerika Serikat, sekitar tahun 70an pernah diadakan penelitian bahwa anak yang sering menonton tayangan kekerasan menjadi kurang peka terhadap orang lain, sulit mengendalikan diri, mudah terpancing emosinya, gampang tersulut untuk menyakiti orang lain, takut menghadapi lingkungan, tidak memiliki sikap lembut, dan cenderung menjadi agresif atau berperilaku kasar. Anak juga cenderung suka menentang, melawan dan sulit menjalin kerja sama.

Terdapat hasil penelitian terhadap dampak televisi dari negara-negara Arab, maka disimpulkan hampir 41% peserta angket menyatakan bahwa televisi sebagai sumber kriminal. Dan 47% menyatakan bahwa televisi melahirkan sikap halusinasi dan kebohongan.[2]

Di Indonesia tayangan kekerasan telah memakan beberapa korban, di antaranya bocah yang patah kakinya atau tulang rusuknya, bahkan ada yang meninggal dunia, sementara dengan enteng dan tanpa merasa bersalah pengusaha pertelevisian cuci tangan, padahal merekalah pihak terdakwa pertama dalam kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak, termasuk juga kekerasan seksual.

Biang Pornografi dan Porno aksi

Sulit bagi televisi untuk menolak tuduhan bahwa hampir setiap tayangan televisi selalu dibumbui aroma pornografi baik acara Entertainment, film, iklan, sport, dan sinetron. Contoh konkretnya, tayangan sinetron yang menampilkan pelajar yang tidak pernah ada di kelas, karena sibuk berpacaran dan di kelas merekapun masih berpacaran atau melakukan adegan pelecehan terhadap sang guru yang sedang mengajar, bahkan mereka tidak hanya berpegangan tangan atau berpelukan, tapi tanpa malu-malu lagi berciuman.

Selain tayangan kekerasan televisi juga menyuguhkan kepada pemirsa tayangan yang berbau pornografi. Pengaruh pornografi sangat besar terhadap perkembangan jiwa anak-anak sehingga anak-anak akan berperangai kasar dan susah di atur.

Bahkan anak menganggap penyimpangan dan kekerasan seks atau pornografi adalah suatu yang biasa dan lumrah terjadi, terutama gaya berpakaian dan mode busana yang ditampilkan para artis.

Tidak Membawa Pesan Moral

Berbagai menu tayangan di televisi mengajarkan kekerasan, kebencian, permusuhan, balas dendam dan sebagainya, sehingga tidak ada lagi pada diri mereka sikap simpati, perasaan empati atau bekerja sama, bahkan komunikasi yang mereka gunakan sudah melewati kaidah bahasa yang baik dan benar, mereka lebih condong menggunakan bahasa gaul yang kasar daripada bahasa santun dan beradab, maka ketika mereka berbincang-bincang dengan orang tua pun sudah tidak mengindahkan bahasa dan sopan santun.

Dalam tayangan televisi minimal terdapat enam dampak negatif:

  1. Memandang hal-hal yang diharamkan Allah, terutama melihat gambar wanita yang mengundang fitnah dan nafsu birahi.
  2. Mendengar lagu cengeng dan musik haram.
  3. Mendidik keluarga dan putra putri berdasarkan sesuatu yang diharamkan Allah.
  4. Tidak mau melakukan amar ma’ruf nahi munkar padahal mampu.
  5. Membelanjakan harga kekayaan dalam kemaksiatan. Dan itu termasuk kufur nikmat dan menjadi penyebab turunnya bencana.
  6. Menggunakan waktu bukan untuk ketaatan kepada Allah, bahkan jelas dalam kemaksiatan.

Stasiun televisi sangat jarang menayangkan muatan positif dan pesan moral seperti tenggang rasa, gotong royong, sopan santun, berlaku sopan kepada orang tua, dinamisme, kreativitas ambisi, dan kegigihan untuk berhasil, menghargai kejujuran, menaati hukum dan nilai-nilai agama, karena itulah para pemirsa terutama anak-anak akan sangat berpotensi kehilangan karakter sopan santun, kepribadian, keceriaan, dan kepolosannya, lantaran masuknya permasalahan orang dewasa dalam keseharian mereka.

Akibat lebih jauh lagi adalah seringnya terjadi gangguan psikologis dan ketidakseimbangan emosi pada anak.

Mistik, Takhayul dan Khurafat

Tayangan mistik, takhayul dan khurafat di setiap stasiun televisi cukup populer dan menyodorkan banyak perhatian penonton, sehingga sangat di gandrungi dan dilirik oleh dunia pertelevisian, karena mampu menarik simpati para pengusaha yang hendak memasang iklan, sementara pihak televisi hanya punya satu target yaitu mendulang rupiah sebanyak mungkin.

Bahkan film bioskop tentang hantu dan sejenisnya pun laris manis diserbu para penonton, padahal program acara mistik ini tentu menayangkan gambar-gambar yang tidak masuk akal, terlebih lagi merendahkan akal sehat, bagi para pemirsa terutama kalangan anak-anak boleh jadi tayangan seperti itu justru selalu membuatnya selalu diliputi rasa takut akan hantu dalam berbagai bentuknya, sehingga kehidupan mereka dipenuhi dengan halusinasi, adegan khayalan dan perasaan takut yang tak berdasar. Yang mengalahkan takut mereka kepada Allah, bayangkan mereka masuk ke kamar mandi atau ke kamar tidur sendiri dihantui rasa takut yang sangat berlebihan.

Secara umum televisi merusak akidah, mengajak para pemirsa membenarkan kesyirikan, khurafat, takhayul dan melemahkan aqidah al-Wala’ wa al-Bara’, mengikuti tradisi agama Yahudi dan Kristen, menonjolkan kehebatan negeri-negeri kafir dan sistem demokrasi, serta menebarkan pemikiran kufur, ideologi komunis dan ateisme.

Dilema Siaran Televisi

Sebenarnya hukum televisi adalah mubah dan merupakan nikmat dunia yang sangat bermanfaat, namun nikmat televisi ibarat pisau bermata dua, ada satu sisi yang bisa mendatangkan manfaat tetapi pada sisi lainnya bisa merusak, ketika media televisi digunakan untuk tujuan negatif, dan menimbulkan bahaya yang lebih buruk, maka ia harus dilarang.

Setelah mencermati penjelasan tentang berbagai tayangan televisi di atas, ternyata dampak negatif dan efek buruk televisi lebih dominan daripada manfaatnya, sehingga sudah menjadi kaidah dan prinsip agama, bahwa segala perkara yang bahayanya lebih besar ketimbang manfaatnya maka harus dicegah dan dilarang. Oleh sebab itu, Syaikh Muhammad Nasirudin al-Albani ketika ditanya tentang hukum menyaksikan tayangan televisi pada zaman sekarang, maka beliau menjawab bahwa televisi sekarang ini tidak diragukan lagi keharamannya, karena televisi merupakan media dan tape radio recorder atau nikmat-nikmat lain yang Allah karuniakan kepada para hamba-Nya, namun banyak di salah gunakan.

Allah subhanahu wata’ala telah berfirman:

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

Artinya: “dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah niscaya kalian tidak dapat menentukan jumlahnya.” (QS. An-Nahl: 18)

Pendengaran dan penglihatan adalah nikmat, demikian juga kedua bibir dan lisan, tetapi kebanyakan nikmat-nikmat ini berubah menjadi petaka bagi pemiliknya, karena mereka tidak mempergunakan untuk hal-hal yang dicintai Allah.

BAB II : Televisi Bernuansa Islami

Program Televisi Religi

Produk pertelevisian yang paling laris dan banyak menyedot perhatian pemirsa adalah program televisi yang bernuansa agama. Seperti sinetron religi, ceramah agama, siraman rohani, dan kuliah subuh. Secara umum, acara-acara tersebut menyejukkan namun tidak jarang memicu kontroversi karena sering terjadi penodaan terhadap keindahan syariat bahkan menggeser secara perlahan peradaban bangsa dan karakter umat, sehingga tuntunan agama menjadi tontonan, sementara yang sejatinya tontonan menjadi tuntunan sebagai pengganti ajaran agama.

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ﴿٥٧﴾

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang yang membuat agama kalian menjadi bahan ejekan dan permainan dari orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian, dan orang-orang kafir (orang musyrik) sebagai pemimpin kalian. Dan bertakwalah kepada Allah jika kalian orang-orang yang beriman. Dan apabila kalian menyeru mereka untuk melaksanakan shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti.” (QS. Al-Maidah: 57-58)

Jika dicermati dengan baik, program religi dan film agamis telah berubah menjadi tuntunan bagi masyarakat awam, sehingga mereka mudah berbuat pelanggaran, berupa syirik, kesesatan, dan bid’ah, karena meniru acara yang bernuansa agama. Bahkan mereka dengan enteng membunuh, berzina, minum khamr, dan judi dan merampok karena meniru adegan bintang film, mereka pandai berdusta dan menipu, karena diberi teladan oleh tayangan religi, mereka durhaka terhadap orang tua karena dibimbing oleh acara televisi, para wanita pandai bersolek karena nonton sinetron, para remaja putri berani pamer aurat karena diajari sinetron, kaum wanita bertabarruj dan berikhtilat karena sinetron agamis, para istri berani melawan suami karena terobsesi karena tokoh sinetron, mereka mudah berselingkuh dan mencampakkan kesucian karena terinspirasi adegan sinetron, para pengusaha menggandrungi para normal karena berguru di sinetron.

Kaum akademik berani menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya karena dibimbing oleh acara televisi, dan mayoritas umat Islam tidak percaya terhadap keampuhan al-qur’an dan kehebatan assunnah karena di doktrin oleh berbagai tayangan televisi, bahkan keyakinan mereka terhadap akhirat rusak karena terpengaruh oleh televisi.

Polemik Sinetron Religi

Sinetron religi menguak pertelevisian Indonesia sehingga hampir semua stasiun televisi swasta menayangkan sinetron bernuansa religi, mereka terpicu membuat sinetron religi, karena pada umumnya masyarakat Indonesia beragama Islam dan maraknya tabloid yang mengungkap tentang misteri alam gaib, dunia lain dan materi kematian manusia serta dongeng-dongeng legendaris yang berbau mistik, takhayul, khurafat, yang melekat di masyarakat kita, maka peluang emas ini ditangkap para Bourjois Agama untuk membangun industri dan bisnis raksasa berbau religi demi mengeruk keuntungan besar, ibarat sendal ketemu pandangannya dan gayung pun bersambut Maka peluang ini disambut oleh para produser sinetron, mereka bersama para ustadz setengah artis berpacu untuk menjual tampang dalam rangka numpang tenar dan populer dengan kendaraan agama yang bermerk sinetron religi, sehingga ayat-ayat al-Qur’an dijadikan hiasan layar kaca dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperalat untuk menarik simpati pemirsa dengan harapan para pendulang rupiah tertarik memasang iklan, tidak peduli harus merengek dan mengemis pada pengusaha rokok dan minuman keras, yang penting mereka menjadi bintang sinetron. Jika kita mencermati sinetron religi ala Indonesia dari waktu ke waktu maka kita dapati para produser dengan bangga dan beraninya membuat sinetron religi tanpa merasa takut salah dan menodai nilai-nilai Islam, padahal banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan acara sinetron tersebut, antara lain:

  1. Sinetron melatih para pemuda dan pemudi untuk melakukan tindakan yang dilarang oleh agama
  2. Sinetron memotivasi kaum wanita durhaka kepada suami sehingga menimbulkan perceraian
  3. Sinetron kadang melakukan penghinaan terhadap orang shalih dan melempar aib kepada mereka
  4. Acara sinetron melenyapkan akhlak yang mulia
  5. Sinetron menghancurkan ekonomi menghamburkan kekayaan bangsa, merusak kesehatan, memotivasi merokok, menyebabkan kaum muslimin malas beribadah dan hidup hanya mengagungkan syahwat dan syubhat.
  6. Sinetron mencemari akidah generasi Islam, melemahkan akidah al-Wala’ wa al-Bara’ menebar propaganda pemurtadan, mengajak kepada kekufuran, menjajakan kemaksiatan dan mematikan kecemburuan terhadap mahram mereka, sehingga mereka dengan mudah bertindak bodoh dan hina.
  7. Sinetron melakukan manipulasi kepribadian seperti berakting menjadi orang kaya atau miskin, orang alim atau jahat.
  8. Sinetron membunuh waktu dan umur secara sia-sia, dan mematikan produktivitas dan kreativitas bangsa baik secara materi maupun pemikiran karena mereka hanya menjadi manusia pintar mengkhayal dan menghidupkan takhayul dan khurafat.

Bersambung ke bagian berikutnya, insyaallah.

 

Referensi:

diringkas dari buku: Menggugah Nurani Pemirsa TV

Penulis: Zainal Abidin bin Syamsuddin

Penerbit: Pustaka Imam Bonjol

Diringkas Oleh: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

[1] Albatsul mubasyir, dr. Nasir al-Umar, hal. 65.

[2] Albatsul mubasyir, dr. Nasir al-Umar, hal. 65.

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.