MENGENAL APA ITU GHISYSY?

APA ITU GHISYSY

Mengenal apa itu ghisysy, dewasa ini banyak sekali profesi pekerjaaan yang di jalani oleh semua orang tak terkecuali seorang muslim, mulai dari profesi petani, guru, PNS, dan mungkin berdagang. Dan salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh Rasulullah adalah berdagang. Seorang pedagang muslim dapat meraih derajat yang tinggi bersama para Nabi di akhirat kelak dan mendapat keberkahan hidup di dunia dalam hartanya. Ia dapat memperoleh atau meraihnya melalui profesinya salah satunya yaitu berdagang. Hal itu dapat dicapai dengan cara yang jujur, tidak menaikkan harga terlalu tinggi, tidak menyembunyikan barang yang cacat, ataupun mengurangi timbangan. Dalam pandangan islam perilaku ini dikenal sebagai Ghisysy (curang dalam berdagang).

  1. Apa itu Ghisysy ?

Ghisysy adalah penjual yang menampilkan barang tidak sesuai dengan hakikatnya, atau menyembunyikan cacat barang, jika pembeli mengetahui hakikat barang sesungguhnya ia tidak akan membeli barang dengan harga yang diingingkan penjual [1]. Dan bentuk lain dari perbuatan dari Ghisysy ini adalah salah satunya mengurangi timbangan dan takaran, dengan tujuan ia mendapat leuntungan dari selisih barang yang di timbang dengan benar.

Contohnya : seseorang menjual mobil bekas dengan memoles sedemikian rupa mobilnya sehingga pembeli tidak menyangka kalau mobil itu bekas tabrakan dan penjual hanya diam, tidak mengungkapkan cacat yang terdapat pada mobilnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّا جِرُالصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ,وَالصِّدِّيقِينَ,وَالشُّهَدَاءِ

Artinya:

para pedagang yang jujur lagi dapat dipercaya akan Bersama para nabi, siddiqin dan orang-orang yang mati syahid”. (HR.Tirmizi, ia berkata, “ derajat hadis ini hasan”).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

فَاِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِيْ بَيعِهِمَا , وَاِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Artinya:

jika penjual dan pembeli jujur serta menjelaskan cacat barang niscaya akad jual belu mereka diberkahi. Tetapi, jika keduanya berdusta serta menyembunyikan cacat barang niscaya dihapus keberkahan dari jual beli mereka”. (HR.Bukhari dan Muslim).

Dan sebaliknya, pedagang yang menipu, curang dan tidak jujur akan berada dalam kehancuran di dunia dan akhirat. Di dunia, Allah telah tunjukkan azabnya kepada penduduk kota Madyan umat Nabi Syu’aib yang terkenal curang dan menipu dalam jual beli, mengurangi timbangan dan takaran. Kisah ini termuat juga di dalam Al-Qur’an surah Al A’raaf : 85.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

وَاِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواالَّلهَ مَا لَكُمْ مِنْ اِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ

فَأَوفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ وَلاَتَبْخَسُواالنَّا سَ أَشْيَاءَهُمْ وَلاَتُفْسِدُوافِيْ اللأَرْضِ بَعْدَ اِصْلاَحِهَاذَلِكُمْ

خَيْرٌلَكُم اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنَيْنَ

Artinya:

Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah dating kepadamu buktu yang nyata dari Tuhan. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi sesudah Allah memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (Al-A’raaf:85)

Di akhirat, oang-orang yang curang dalam berdagangg akan mendapat siksa yang pedih dan dimasukkan Allah ke dalam salah satu lembah di neraka Jahannam. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ. الّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلئَ النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْوَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ.

Artinya:

Wayl bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. (QS. Al Muthafifin: 1-3)

Qurthubi berkata, “kata wayl dalam ayat di atas dapat berarti : azab yang pedih di akhirat dan Ibnu Abbas berkata, “wayl berarti : salah satu lembah di neraka Jahannam yang dialiri nanah para penghuni neraka”[2].

Oleh karena itu, Sebagian ahli fikih menempatkan Ghissy ( penipuan, curang dan tidak menjelaskan aib barang ) dalam deretan dosa besar, dengan alasan termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil[3]. Oleh karena besarnya dosa mengancam pedagang yang tidak jujur, para ahli fikih mengatakan wajib hukumnya menjelaskan hakikat barang tanpa menutup-nutupi cacat kepada calon pembeli.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, maka tidak halal ia menjual syatu barang yang terdapat cacat kepada saudaranya, melainkan ia jelaskan cacatnya”. ( HR. Ibnu Majah. Hadis ini di shahihkan oleh Al-Albani ).

Dalam hadis di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa menjelaskan aib barang merupakan konsekuensi dari ukhuwwah Islamiyah (persaudaraan se-agama islam), maka sangat layak bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tdak memasukkan para pedagang yang berbuat curang ke dalam kelompok saudara se- islam.

Dalam suatu cerita atau kisah, Abu Said Al Khadimy ( ulama mazhab Hanafi, wafat : 1156 H ) meriwayatkan bahwa imam Abu Hanifah mengirim 70 helai kain melalui Al Bisyr untuk di jual di Mesir, dan beliau menulis surat kepadanya bahwa kain yang telah diberi tanda terdapat cacat, serta memintanya untuk menjelaskan cacat tersebut kepada calon pembeli. Setelah kembali ke Irak, Al Bisyr menyerahkan uang hasil penjualan kepada Abu Hanifah sebanyak 3.000 keping uang dinar (+/-12,75 kg emas, dengan asumsi 1 dinar = 425 gr). Lalu Abu Hanifah menanyakan kepada Al Bisyr , apakah 1 kain yang cacat ia jelaskan cacatnya kepada pembelu saat dijual?, kemudian Al Bisyr menjawab, “Aku lupa”. Syahdan, sang imam berdiri, laly mensedekahkan seluruh hasil penjualan 70 helai kain[4].

Dari penjelaskan mengenai Ghisysy di atas, maka kita akan mengetahui apa saja bentuk-bentuk dari perilaku Ghisysy  tersebut.

  1. Bentuk-bentuk Ghisysy

Ghisysy bisa terjadi karena curang dalam harga. Barangnya tidak rusak namun ada pembeli tidak tahu dan mengerti harga serta tidak cakap dalam menawar maka terjadilah pembeli tertipu dengan harga yang jauh di atas harga pasar. Nah ini disebut oleh para ulama dengan ba’i mustarsil.

Ghisysy yang terjadi karena kecurangan penjual dalam barang dengan cara menutupi cacat sehingga barang terjual dengan cara menutupi cacat sehinga barang tersebut terjual dengan harga sangat bagus, ini disebut dengan kitmanul ‘aib.  serta yang terakhir dengan cara memoles/merekayasa barang sehingga terjual dengan harga di atas yang semestinya, Ghisysy jenis ini disebut juga  tadliis al mabi’.

  1. Ba’i Al Mustarsil (Pembeli yang lugu)

Ada sebagaian orang tidak cakap menawar harga barang, berapapun harga yang diucapkan oleh penjual debelinya karena dia tidak tahu harga pasar sebuah barang. Maka pada saat membeli sebuah barang, sering ia tertipu, membeli di atas harga biasa. Jika pembeli tahu harga pasar dan dia rela dengan harga yag ditawrkan maka dalam hal ini hukum jual beli menjadi halal. Karena islam tidak membatasi persentase keuntungan yag boleh diambil oleh penjual. Islam membolehkan seorang penjual mengambil keuntungan meskipu 100 % dari modal dengan syaratt tidak ada ghisysy.

Seperti dalam kasus Urwah al Bariqi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan uang 1 dinar kepada Urwah agar ia membelikan seekor kambing untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Maka Urwah mendatangi para pedangang yang membawa kambing untuk dijual di pasar. Ia menawarnya dan mendapatkan 2 ekor kambing denga 1 uang dinar. Dalam perjalanan menuju Rsulullah, ada seseorang yag menawar seekor kambibg seharga 1 dinae maka iapun menjualnya. Lalu ia memberikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 1 dinar + seekor kambing. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakannya agar diberkahi dalam setiap jual belinya, sehingga bila berdagang ia selalu untung, sekalipun yang dijual adalah segenggam tanah. ( HR. Bukhari ).

Hal ini ditegaskan oleh Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI) dalam muktamar ke V di Kuwait, no:46 (8/5) tahun 1988, yang berbunyi :

Pertama : pada dasarnya kaidah-kaidah agama tidak mengikat para pedangan dalam kewenangan jual-beli harta mereka selagi sesuaii dengan ketentuan-ketentuan umum dalam syari’at, sesuai dengan firman Allah :

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling emakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”. ( An-Nisaa : 29 ).

Kedua: tidak ada batas maksimal persentase laba dari penjualan yang harus ditaati oleh para pedagang. Persenatse laba diserahkan kepada kondisi perniagaan, pedagang dan barang dengan tidak melupakan adab islami dalam hal ini, seperti: qanaah, kasihan dan tidak tamak.

Ketiga: sangat banyak dalil-dalil yang mewajibkan sebuah transaksi terbebas dari ghisysy, penipuan, rekayasa harga dan rekayasa laba, serta terbebas dari menimbun barang yang menyebabkan kezaliman terhadap kepentingan umum maupun khusus[5].

  1. Kitmanul ‘Aib (ghisysy pada barang dengan cara menyembunyikan cacat atau merekayasa barang)

Aib atau cacat menurut Fuqaha adalah segala hal yag terdapat pada barang yang menyebabkan nilai, mutu dan harga barang berkurang, baik dalam jumlah yang besar ataupun kecil. Dalam kecurangan ini pedagang hanya diam, akan tetapi meskipun ia diam tetap dianggap curang jika ia mengetahui cacat barang, karena pembeli mengira bahwa sesuatu yang didiamkan oleh penjual menunjukkan bahwa kondisi barang baik.

Terkadang penjual meutupi cacat barang dengan cara memoles barang tersebut sedemikian rupa sehingga sangat menarik dan dapat dijual dengan harga di atas harga pasar. Dan terkadang dengan cara menampilkan barang dengan penuh rekayasa sehingga terjual dengan harga tinggi, seperti membiarkan susu hewan tidak diperah beberapa hari agar kelihatan kantung susunya penuh saat dijual sehingga bisa terjual dengan harga mahal, kerena mengira susu hewan ini banyak.

Contoh dari perilaku ini antara lain ;

Produk yang diberi bahan tanbahan, pengawet atau hormon perangsang pertumbuhan terlarang ( formalin, boraks, dll ).

  1. Pemalsuan merek dagang

Dalam kondisi ini maksudnya adalah : nama, simbol, gambar, huruf, kata atau tanda lainnya sudah digunakan oleh industri atau perusahaan lainnya. Biasanya merek dagang ini dilindungi oleh undang-undang. Dahulu memang merek dagang tidak dikenal, oleh karena itu para ulama kontemporer berijtihad mengeluarkan hukum tentang merek dagang. Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI ) memutuskan dalam muktamar ke V di Kuwait, tahun 1988, no : 43 (5/5), yang berbunyi, “nama dagang, merek dagang dan hak cipta adalah hak pemiliknya. Dalamm aturan dagang sekaran mempunyai nilai ekonomi, karena pemiliknya telah mengeluarkan biaya untuk memilikinya. Hak-hak ini juga diakui oleh syariat. Tidak boleh dilanggar (dibajak)”[6].

Pemalsuan merek dagang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin mendapat untung yang besar dengan cara menirukan suatu brand namun yang dijual tidak asli. Dengan demikian pemalsu merek dagang tadi mendapat untung yang besar dari perusahaan yang terkenal tadi, karena jika tidak memakai merek tersebut barangnya tidak laku atau tidak terjual dengan harga yang tinggi. Pemalsuan merek dagang ini jelas merugikan banyak pihak terutama perusahaan aslinya, karena umumnya kwalitas barang palsu dibawah barang yang asli. Sehingga hal ini dapat menurunkan citra dari perusahaan yang dipalsukan tersebut serta pencurian terhadap hak perusahaan tersebut. Dengan cara ini maka pembeli lebih membeli barang tiruan tersebut daripada yang asli karena harganya, dan ini juga dinamakan persaingan yang tidak sehat. Dalam hal ini juga sebenarnya merugikan pembeli, karena penjual tidak memberitahukan bahwa barang tersebut bukan barang asli namun dijual dengan harga seperti aslinya.

Dengan demikian pembeli telah membayar uang yang tidak ada imbalannya dari penjual, yaitu selisih antara harga barang asli dan barang tiruan. Ini termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, karena pembeli tidak ridhai dengan barang palsu andai dia tahu.

  1. Ghisysy Iklan Produk

Iklan adalah pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atauu jasa yang dijual melalui media cetak, visual dan non visual dengan tujuan mendorong atau menarik mereka untuk membeli produk yang di iklankan[7]. Iklan produk barang atau jasa sudah dikenal sejak dahulu. Dipasar-pasar terdapat dallal (orang upahan) meneriakkan nama barang serta spesifikasinya sehingga para pembeli berdatangan ke tempat tersebut untuk membeli barang yag di inginkannya.

Karena kebutuhan pemilik barang atau jasa dan konsumen akan iklan produk maka miklan sudah dikenal pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[8]. Dan atas dasar kebutuhan akan iklann produk dan karena hukum asaal muamalat adaalh mubah selagi tidak terdapat larangan maka huku mengiklankan produk dibenarkan dalam islam[9].

Agar hukum iklan boleh dan tidak merubahnya menjadi haram maka ada ketentuan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :

  1. Tidak mengandung unsur jujur dalam pesan dan informasi yang disampaikan kepada khalayak ramai, menjelaskan seluruh informasi yang dibutuhkan oleh calon pembeli. Serta tidak boleh berlebihan dalam kata-kata dan tidak boleh menyembunyikan cacat dari barang tersebut.
  2. Produk yang di iklankan tidak boleh produk yang dilarang oleh agama. Contohnya bir, rokok, musik, ataupun produk bank riba.
  3. Iklan tidak boleh disertai dengan hal-hal yang maksiat. Seperti wanita cantik yang tidak menutupi auratnya yang dapat mengundang syahwat mulai dari gerakan sampai suaranya. Meskipun barangnya mubah namun caranya tetap di anggap haram.
  4. Tidak merendahkan produk saingannya, berdasarkan sabda Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidak sepurna keimanan seseorang hingga ia menyukai untuk saudaranya apa yang dia sukai untuk dirinya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Tentulah pembuat iklan tidak menginginkan hal tersebut dilakukan oleh pesaingnya maka janganlah dia lakukan hal serupa, karena ini termasuk menzalimi orang lain. Pelanggaran terhadap salah satu ketentuan di atas hukumnya haram, namun akad jual belinya sah. Kecuali pelanggaran poin kedua bahwa barang yang di iklankan barang haram.

  1. Ghisysy di dunia pendidikan

Penipuan atau curang ternyata bukan di dalam dunia niaga saja, namun dalam dunia pendidikan pun ada unsur curangnya, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dan anehnya praktik ini dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin mendapatkan keuntungan yang bisa dilakukan oleh perorangan atau massal. Contohnya saja ketika ingin masuk ke sekolah favorit atau perguruan tinggi negeri, menyontek dikelas serta tindakan plagiat dalam karya ilmiah yang nejadi syarat kelulusan. Dan kecurangan yang lebih tinggi adalah praktik jual beli Ijazah.

Tradisi ini malah sudah menjadi aktivitas atau bahkan budaya yang tak asing lagi untuk dilakukan oleh masyarakat terutama di Indonesia sendiri. Sehingga pada saat ada seorang yang membongkar masalah kecurangan ini malah orang tersebut dikucilkan bahkan di usir dari rumahnya sendiri oleh masyarakat sekitar. Tentulah kejahatan ini diakibatkan oleh menjauhnya dari agama mereka yang menjunjung tinggi kejujuran dan menumpas segala bentuk penipuan.

Islam telah melarang dan bahkan mengaharamkan persaksian palsu dan menempatkan dosa ini dalam jajaran dosa besar. Dan praktik jual beli ijazah merupakan bagian dari persaksian palsu, karena lembaga yang menjual ijazah kepada seorang oknum sesungguhnya telah bersaksi bahwa oknum ini telah menyelesaikan pendidikan di tempat tersebut.

Allah telah menjelaskan sifat-sifat para hamba-Nya, di antaranya mereka tidak memberikan persaksian palsu, dan Allah juga berfirman dalam surah Al-Furqaan: 72

وَالِّذِينَ لاَيَشْهَدُونَ الزُّورَ

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu”.

Begitu pula dalam hal menyontek pada saat ulangan,yang Nabi pun berlepas diri dari para pelakunya. Berliau bersabda,

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

Tidak termasuk golonganku orang yang menipu”. ( HR Muslim ).

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang seorang murid yang memberikan contekan kepada temannya, maka beliau menjawab, “ seorang murid sama sekali tidak boleh memberikan contekan kepada temannya karena ini termasuk perbuatan yang berkhianat dan pihak yang berwenang tidak membolehkannya. Perbuatan ini termasuk pada hakikatnya adalah kezaliman terhadap murid yang dibantu, juga kezaliman dari murid yang membantu, serta tindak kejahatan terhadap lembaga pendidikan dan terhadap umat”.

Dalam hal jual beli ijazah, ii juga tidak diperbolehkan karena jika seorang itu melamar pekerjaan dan mendapatkan jabatan serta mendapatkan gaji maka gaji tersebut yang ia terima termasuk dalam kategori memakan harta dengan cara yang bathil.

  1. Status jual beli yang mengandung ghisysy pada barang

Para ulama berpendapat bahwa status akad jual beli dengan cara ghisysy dan cacat barang yang tidak dijelaskan oleh pejual hukumnya sah, akan tetapi penjualnya berdosa. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Janganlah kalian melakukan tashriyah ( membiarkan hewan ternak yang sedang menyusui untuk tidak diperah agar kelihatan banyak susunya saat dijual). Siapa yang terlanjur membeli hewan yang ditashriyyah setelah ia memerah susunya, maka ia berhak memilih antara meneruskan untuk membeli atau jika ia tidak rela maka boleh mengembalikan hewan serta menarik uang dan ia harus membayar 1 sha’ kurma untuk pemilik hewan. (HR.Bukhari dan Muslim).

Maka mengingat tindakan ini sangat merugikan konsumen yang umumnya adalah rakyat atau masyarakat menengah ke bawah maka dibutuhkan kebijakan dari pemerintah untuk membentuk ( hisbah ) atau badan pemeriksa pasar yang bertujuan untuk memeriksa kecurangan-kecurangan yang ada dilakukan oknum-oknum nakal/jahil, agar bisa mendapatkan keuntungan yang besar. Oleh sebab itu, maka pedagang muslim yang baik tidak akan melakukan penipuan atau curang dalam perdagangan atau dalam bentuk apapun, dan bila sudah terlanjur melakukannya maka segera bertaubat membersihkan hartanya.

Wallahu a’lam..

REFERENSI:

Diringkas dari buku “ Harta Haram Muamalat Kontemporer “ karya “ Dr. Erwandi Tarmizi, MA “

Peringkas: Jeffri Pamungkas Setiawan, S.Pd (Pengajar Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits Oku Timur)

[1] Dr.Abdullah As Sulami, Al Ghisysy wa atsaruhu fil ‘uqud, jilid 1, hal 33.

[2] Tafsir Qurthubi, jilid.IXX, hal 250

[3] Al Haitamy, Az zawajir, jilid I, hal 129.

[4] Abu Said Al Khadimy, Bariqah Mahmudiyyah, jilid III, hal 123.

[5] Journal Islamic Fiqh Counsil, edisi V, jilid II, hal 34.

[6] Journal majma’ Al Fiqh Al Islami,edisi V, Jilid III, hal  2267.

[7] Syaikhah Al Mibrad, Al iklan attijari-dirasah fiqhiyyah-, hal 38, thesis di universitas islam Al Imam Muhammad Bin Saud, Riyadh, Arab Saudi, Tahun 1427H.

[8] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, jilid X, hal.151-152.

[9] Dr. Abdullah AsSulami, Al Ghisysy wa atsaruhu fil’uqud, jiid II, hal 672.

 

Baca juga artikel berikut:

Suamiku Surgaku (Kriteria Suami Idaman)

UJIAN DARI ALLAH DAN CARI MENGATASINYA

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.