Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Kunci Surga Adalah Laa Ilaha Illallah

Kunci Surga adalah Laa Illaha Illallah

KUNCI SURGA ADALAH LA ILAHA ILLALLAH

Alhamdulillah segalapuji hanya milik Allah Azza wa Jalla, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, serta orang-orang yang menngikutinya hingga Akhir zaman.

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, betapa banyak orang yang membaca kaliamat tauhid ( ( لا إله إلا اللهnamun dia tidak paham maknanya, tidak mengerti konsekwensinya, dan tidak tau tentang Rukunnya. Oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim mempelajari dan memahami Kalimat tauhid yang telah dia ucapkan agar kalimat tauhid yang diucapkan sempurna dan bermanfaat kelak pada hari kiyamat. Tahukah anda bahwa kalimat tauhid merupakan kunci Surga? Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“مفتاح الجنة شهادة أن لا إله إلا الله”

Artinya: “kunci surga adalah bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah” (HR. Ahmad dengan sanad yang shohih).

 

Dari Wahb bin Manbah bahwa dikatakan padanya: bukankah kunci surga adalah kalimat tauhid ( لا إله إلا الله ) ? dia menjawab: iya, akan tetapi bukankah pada kunci terdapat gerigi, maka jika engkau membawa kunci yang terdapat gerigi akan dibukakan untukmu, jika tidak maka tidak akan dibukakan untukmu.

Kalimat tauhid ( لا إله إلا الله ) merupakan kunci surga, namun tidak semua orang yang mengucapkannya dibukakan pintu surga kelak, kenapa bisa demikian? Bisa saja orang yang mengucapkan kalimat Tauhid tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya sehingga kalimat tauhid yang dia ucapkan tidak bermanfaat di akhirat kelak, maka dari itu agar kalimat tauhid yang anda ucapkan membuahkan hasil dan memasukkan anda kedalam surga penuhilah syarat-syarat dan Rukun-rukunnya, para ulama’ menyebutkan bahwa syarat-syarat kalimat tauhid ada tujuh, namun penulis pada kesempatan ini hanya akan menjelaskan 3 syarat.

Adapun syarat-syarat dari kalimat tauhid Adalah:

  1. Al-ilmu (mengetahui) yang meniadakan Al-jahlu (kebodohan)

Orang yang mengucapkan kalimat ( لا إله إلا الله ) harus mengetahui dan memahami maknaya, adpun makna kalimat tauhid adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, jadi orang yang mengucapkan kalimat ( لا إله إلا الله ) wajib mengingkari seluruh sesembahan selain Allah dan menetapkan sesembahan yang berhak disembah hanyalah Allah Azza wa Jalla.

 

  1. Al-yaqiinu (keyakinan) yang meniadakan Asy-syak (keraguan)

Orang yang mengucapkan kalimat tauhid ( لا إله إلا الله ) didasari dengan keyakinan didalam hatinya bahwa Allah lah satu-satunya yang berhak untuk di sembah, sehingga jika orang yang mengucapkan kalimat tauhid timbul keraguan akan keesaan Allah yang berhak disembah dia tidak dikatan sebagai orang yang beriman, dan kalimat tauhid yang telah di ucapkannya tidak bermanfaat dan tidak berarti, kecuali dia bertaubat.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Artinya: “sesungguhnya orang yang beriman hanyalah orang yang beriman terhadap Allah dan Rasulnya kemudian mereka tidak Ragu, dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka dijalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujurat: 15)

  1. Al-ikhlas (memurnikan ibadah) yang meniadan As-syirk (penyekutuan kepada selain Allah)

Orang yang mengucapkan kalimat ( لا إله إلا الله ) wajib baginya untuk memurnikan seluruh ibadah dan amalannya hanya untuk Allah Azza wa Jalla, dan tidak memberikan sedikitpun ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla, sehingga amalan yang dilakukan tanpa ikhlas tidak akan diterima oleh Allah, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

Artinya: “Betapa banyak orang yang puasa, tidak dia dapatkan dari puasanya melainkan hanya lapar dan dahaga, dan betapa banyak orang yang shalat malam dia tidak dapatkan dari shalat malamnya melainkan hanya begadang”[1].

Imam adz-dzahabi Rahimahullah berkata: Apabila puasa dan shalat dilakukan bukan karena mengharap wajah Allah dan pahala dari-Nya.

Setiap amalan ibadah yang dilakukan dengan riyak dan sum’ah tidak akan diterima oleh Allah dan Allah jadikan amalan tersebut bagaikan debu yang beterbangan.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Artinya: “dan kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan” (QS Al-Furqan : 23)

Berkata Iman adz-dzahabi Rahumahullah: setiap amalan yang dilakukan bukan karena Allah sehingga Allah gugurkan pahalanya dan amalannya Allah jadikan debu yang beterbangan.

Rosulullah memperingatkan sahabat-sahabtnya dan kaumnya secara umum akan bahaya Riya’. Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

اياكم والشرك الأصغر قالوا: يا رسول الله، وما الشرك الأصغر؟ قال: الرياء، يقول الله عزوجل يوم يجازي العباد بأعمالهم: اذهبوا إلى الذين كنتم تراؤونهم بأعمالكم في الدنيا، فانظروا هل تجدوا عندهم جزاء

Artinya: “jahuilah oleh kalian syirik kecil, mereka bertanya wahai Rasulullah apakah syirik kecil itu? Rosulullah bersabda: Ar-riyak, Allah berfirman pada hari pembalasan kelak: pergilah kalian kepada orang yang kalian riyak dengan amalan-amalan kalian sewaktu didunia, kemudian perhatikanlah apakah kalian dapatkan balasan disisi mereka terhadap amalan kalian” (HR. Ahmad: 428/5, dan di shahihkan oleh syaikh Al-bani di dalam kitab ash-shahihah: 951)

Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

أخوفُ ما أخافُ عليكمُ الشركُ الأصغرُ، فسُئِلَ عنه، فقال: الرياءُ

Artinya: “perkara yang paling aku kwatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil, kemudian ditanya, apa itu syirik kecil? Beliau menjawab: ar-riyak” (HR. Ahmad dan baihaqi 6412 syuabil iman)

Dari berbagai dalil di atas menunjukkan betapa bahayanya riya’ dan pengaruhnya terhadap amalan seorang hamba, sampai-sampai amalannya Allah jadikan bagaikan debu yang beterbangan, dan tidak mendapatkan sedikitpun pahala bahkan hanya mendapatkan lelah dan letih dari upaya dan usaha ibadah yang dilakukannya lantas adakah kiat-kiat agar amalan kita diterima oleh Allah Azza wa Jalla?.

Adapun kiat-kiat agar amalan diterima oleh Allah adalah sebagai berikut:

  1. Ikhlas dalam beramal.

Tidak ada jalan dan kiat-kiat agar amalan kita diterima oleh Allah kecuali pertama Ikhlas (beramal hanya mengharapkan wajah dan pahala dari Allah Azza wa Jalla).

sebagaimana Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

فَٱدعُواْ ٱللَّهَ مُخلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ وَلَو كَرِهَ ٱلكَٰفِرُونَ

Artinya: Serulah Allah dengan mengikhlaskan peribadahan dalam beragama hanya kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya”. (QS. Ghafir: 14)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَاْبتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan, kecuali (amalan) yang ikhlas dan mengharapkan wajah Allah semata”. (HR. An-Nasai no. 3140 dari sahabat Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasai no. 3140)

Begitu pentingnya keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, Bahkan ketika suatu ibadah dilakukan bukan berdasarkan ikhlas, akan Rusak dan menjadi bumerang bagi pelakunya.

  1. Mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Rosulullah sallallahu alaihi wa Sallam)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُل إِن كُنتُم تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحبِبكُمُ ٱللَّهُ وَيَغفِر لَكُم ذُنُوبَكُمۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi Muhammad) niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imran: 31)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

الْعَمَلُ بِغَيْرِ إِخْلَاصٍ وَلَا اقْتِدَاءٍ كَالْمُسَافِرِ يَمْلَأُ جَرَابَهُ رَمْلًا يُثْقِلُهُ وَلاَ يَنْفَعُهُ

“beramal tanpa keikhlasan dan tidak meneladani ajaran Rosulullah sallallahu alaihi wa sallam, bagaikan seorang musafir yang mengisi penuh tasnya dengan pasir. Itu hanya akan membebani perjalanannya, dan tanpa manfaat sedikit pun”. (Al-Fawaid hlm. 66)

Adapun rukun dari kalimat tauhid adalah:

  1. An-naf’u yaitu Meniadakan atau mengingkari akan sesembahan selain Allah Azza wa Jalla.
  2. Al-istbat yaitu menetapkan sesembahan yang berhak disembah hanyalah Allah Azza wa Jalla.

Orang yang mengucapkan kalimat tauhid ( لا إله إلا الله ) harus memenuhi dua Rukun diatas

Referensi:

Ditulis oleh: Ali zhufri

Tenaga pengajar pondok pesantren Darul quran wal hadist oku timur

Sumber artikel:

  1. Al-Quranul karim.
  2. Kitab Al-kabair imam Adz-dzahabi, cet darul aqidah 2016.
  3. Terjemah ringkasan syuabul iman imam Al-baihaqi, cet darus-sunnah 2014.
  4. Syarhu durusil muhimmah liamatil ummah, cet dar An-nashihah 2015.
  5. Al-fawaid, ibnul qayyim, cet dar alimil fawaid

[1] ) HR Ahmad, dan ibnu hibban dan di shahihkan oleh syikh Al-bani dalam kitab shahihil jamik: 3490.

Baca juga artikel:

Hak Sesama Muslim (Bagian 1)

Donasi Pembangunan Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.