Setiap orang pasti mengalami musibah dalam kehidupannya, seperti kehilangan harta, kehilangan orang yang dikasihi, menderita sakit, dan musibah-musibah lainnya. Hendaklah seorang muslim mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan berkenaan dengan adab menghadapi musibah tersebut, di antaranya:
1. Sabar Menghadapi Musibah
Sabar menghadapi musibah merupakan adab yang sangat agung. Maka dari itu, hendaklah seorang muslim bersabar atas musibah yang menimpa dirinya. Di antara bentuk kesabaran tersebut ialah menahan hati dari hafsu amarah, menahan lisan dari keluhan, serta menahan anggota badan dari perbuatan yang mengundang murka Allah Subhanahu Wata’ala, seperti menampari pipi, mengoyak-ngoyak pakaian serta mencakari wajah, mencabuti rambut, meratap seperti ratapan kaum jahiliyah. Hendaklah seorang muslim bersabar ketika mendengar berita musi.bah pertama kali.
Anjuran itu berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
إنماالصبرعند الصدمة الأولى
Artinya: “Kesabaran yang sesungguhnya adalah pada awal musibah.” (Shahih, HR. Muslim dan lainnya)
Sebagian orang, ketika datang kepadanya berita musibah, melakukan berbagai perbuatan yang di haramkan Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana kami sebutkan di atas. Kemudian, apabila sudah reda dan tenang barulah ia berkata: “Ya Allah, berikanlah pada kami kesabaran.” Atau “Alhamdulillah atas kesabaran.” Atau kata-kata sejenisnya. Alangkah baiknya sekitanya ia besabar pada awal musibah!”
Di antara perkara yang membantu seseorang dapat bersabar ialah menyakini bahwa kekesalan dan kemarahan tidak akan mengembalikan apa yang telah Allah Subhanahu Wata’ala takdirkan. Perbuatan itu tidak mempengaruhi ketetapan Allah Subhanahu Wata’ala sama sekali, bahkan seseorang tidak akan memetik hasil apapun di balik itu kecuali kemarahan Allah Subhanahu Wata’ala. Akan tetapi, apabila seorang bersabar, niscaya ia mendapat pahala. Sesungguhnya ketetapan Allah Subhanahu Wata’ala pasti berlaku! Sementara itu, apabila seeorang tidak besabar, maka ia akan berdosa. Sesungguhnya qadha’ dan takdir Allah Subhanahu Wata’ala akan terus berlaku. Maka dari itu, hendaklah seseorang bersabar seperti kesabaran orang yang bertakqwa, yakni sabar dengan penuh kerelaan. Janganlah ia bersabar seperti sabarnya hewan ternak, yaitu sabar karena keterpaksaan.
2. Mengharapkan Pahala atas Musibah dan Bersabar Menjalaninnya.
Hendaklah mengharap pahala dari Allah Subhanahu Wata’ala atas kesabarannya. Hendak bersabar karena mengharapkan janji Allah Subhanahu Wata’ala berupa balasan dari pahala. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala telah memerintakannya untuk bersabar.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
…..واصبر على ما أصابك إن دلك من عزم الأمور
Artinya: “…. Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpahmu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.“ (QS. Luqman {31}: 17).
Demikianlah, sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala menjanjikan pahala yang besar atas kesabaran dalam menghadapi musi.bah. Akan tetapi, dengan syarat, kesabaran tersebut semata-mata mengharap wajah Allah Subhanahu Wata’ala.
Sebagaimana yang Allah Subhanahu Wata’ala sebutkan:
والذين صبروا ابتغاءوجه ربهم…..
Artinya: “Dan orang yang sabar karena mengharap kerihdoan Rabbnya….” (QS.Ar-Rad{13}: 22).
Maka itu, hendaklah seseorang bersabar karena Allah Subhanahu Wata’ala semata, bukan karena memang terpaksa. Kesabaran yang sesungguhnya ialah ridho seseorang terhadap ketetapan Allah Subhanahu Wata’ala dan menerimanya.
3. Mengucapkan Kalimat Istirja’ dan Membaca Doa Musibah.
Apabila seseorang tertimpa musi.bah, hendaklah ia menggucapkan:
“إنا لله وإنا إليه راجعون,اللهم أجونى في مصيبتي, وأخلف لي خيرا منها.”
Artinya: “Sesungguhnya kami milik Allah Subhanahu Wata’ala dan kepada nyalah kami akan kembali. Ya Allah, berilah aku pahala dari musibahku ini dan gantilah dengan sesuatu yang lebih baik dari padanya.”
Sebab, sesungguhnya musi.bah dan bencana yang menimpanya akan sirna dengan seizin Allah Subhanahu Wata’ala.
4. Menjauhi Perbuatan yang Mengundang Kemarahan Allah
Jauhilah ucapan-ucapan yang buruk, menampari pipi, mengoyak-ngoyak pakaian dan mencakari wajah, mencukuri rambut, meratap, mengeluh kepada manusia, berdoa minta kematian, merintih sambil mengutuk dan lain sebagainya. Semua perbuatan itu dapat mengundang kemarahan Allah Subhanahu Wata’ala serta meniadakan kesabaran dan keridhoan dalam menghadapi dan menerima musi.bah.
5. Tidak Mengeluh Pada Makhluk
Mengeluh kepada mahluk merupakan tingkatan keluhan yang paling hina. Seseorang mengeluhkan penciptaannya kepada manusia. Ia mengeluhkan Allah Subhanahu Wata’ala yang maha penyayang, yang lebih sayang terhadap dirinya daripada dirinya sendiri dan ibu kandungnya. Ia mengeluh kepada mahluk karena musi.bah dan pencipta timpakan pada dirinya.
6. Meringgankan Musibah Atas Diri dengan Mengingat Kematian
Sungguh, mengingat kematian, mengingat musibah besar yang berupa hilangnya jiwa, keluarnya roh, dan terputusnya amal, semua itu akan membuat seseorang merasa ringan dalam menghadapi musi.bah yang menimpanya. Akan terasa ringan apabila ia membandingkannya dengan musi.bah kematian. Dan dalam hal ini, Allah Subhanahu Wata’ala menyebutkan kematian sebagai musi.bah.
7. Meringankan Musibah Atas Diri dengan Menginggat Wafatnya Nabi.
Wafatnya Rasulullah shollahualaihi Wasallam berarti terputusnya wahyu dari langit dan termasuk musibah terbesar yang dialamin umat ini dan setiap muslim. Apabila orang yang tertimpa musi.bah mengingat musi.bah besar ini, yakni wafat nabi, niscaya akan ringanlah atasnya musi.bah yang sedang di hadapinya. Sebab, musi.bah yang besar tidak akan menjadi ringan kecuali dengan melihat musi.bah yang lebih besar dari padanya.
8. Menyadari adanya Nikmat Allah pada Musibah
Diantara adab seseorang muslim pada saat tertimpa musibah adalah menyadari bahwa di dalam musi.bah itu ada nikmat Allah Subhanahu Wata’ala atas darinya. Didalam musi.bah terkandung nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wata’ala karena pada hakikatnya musi.bah adalah karunia dalam bentuk cobaan. Di antara nikmat-nikmat tersebut ialah:
- Bisa jadi musibah yang akan terjadi lebih besar dari pada yang sudah terjadi. Tentu lebih baik apabila seseorang kehilangan sebagian hartanya dari pada kehilangan seluruhnya. Tentu lebih baik dari pada jika ia kehilangan satu anak dari pada kehilangan seluruh anaknya. Tentu lebih baik kalau ia mengindap satu penyakit dari pada menderita berbagai macam penyakit atau meninggal dunia. Sebagian musibah lebih ringan dari pada sebagian lainnya, hendaklah ia melihat orang-orang sekitarnya yang tertimpa musibah lebih besar dari pada yang menimpahnya.
- Musibah itu hanya menimpa urusan dunianya, tidak menimpa agamanya. Seluruh musibah bisa di tebus kecuali musibah yang menimpa agamanya. Seluruh musibah bisa di tebus kecuali musibah yang menimpa agama. Musibah yang menimpa agama tidak dapat ditebus dengan apapun. Barang siapa yang kehilangan agamanya niscaya telah kehilangan segalahnya.
- Bahwasannya Allah Subhanahu Wata’ala masih mengilhamkan baginya kesabaran dalam menghadapi musibah. Bisa saja Allah Subhanahu Wata’ala tidak menberikan padanya taufiq-Nya sehungga ia tidak bisa bersabar. Akhirnya, ia kehilangan segala sesuatu karena kesal dan marah.
9. Mengingat Qadha (Ketentuan Allah) yang Telah Tertulis
Sesungguhnya apabila seorang yang mukmin telah meyakini bahwa musibah yang menimpanya telah tertulis dan diterapkan, memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan ketetapan Allah Subhanahu Wata’ala yang harus terjadi tanpa bisa di elakkan, meyakini bahwasannya Allah telah menetapkan hikmah di balik musibah tersebut, maka akan terasa ringan musibah itu baginya dan ia akan menghibur karena mengingat hal-hal tersebut.
10. Mengharapkan Jalan Keluar dari Allah
Tidak layak apabila seorang menunggu pertolongan dari selain Allah Subhanahu Wata’ala. Perbuatan itu merupakan salah satu bentuk syirik kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Demikian pula manusia tidak sepatutnya berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu Wata’ala. Wajib bagi setiap muslim mengantungkan harapannya kepada Allah Subhanahu Wata’ala ketika tertimpa musibah. Sebab, hanya Dia-lah yang berkuasa mengantikannya dengan pertolongan dan mengiringinnya dengan kemudahan dari-Nya dan karunia-Nya.
Maka dari itu, sangatlah penting mengantungkan harapan pada-Nya ketika tertimpa musibah, yakni ketika kebutuhan kepadanya sangat mendesak. Di saat itulah, hendaklah seseorang menghadapkan hatinya dengan penuh harapan agar dia berkenan menghilangkan musibah tersebut serta mengusir rasa sedih dan duka.
Begitulah seharusnya seorang muslim ketika tertimpa kesulitan dan musibah. Sebab, mengantungkan hati kepada Allah Subhanahu Wata’ala termasuk bentuk ibadah yang paling nyata. Jangan sekali-kali wahai saudaraku muslim, mengharapkan hilangnya kesulitan kepada selain Allah Subhanahu Wata’ala.
Inilah akhir dari apa yang dimudahkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam penyebutan adab-adab yang berkaitan dengan musibah, yang jumlahnya ada 10 adab. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
REFERENSI:
Diringkas dari buku, yang berjudul Ensiklopedi Adab Islam, judul asli (Mausuatul Adab al-Islamiyyah). Jakarta: Pusaka Iman Asy-Syafi’i.
Karya Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada.
Diringkas oleh: Lia Maulana (Pengajar ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits Oku Timur)
BACA JUGA:
Leave a Reply