Ilmu Shorof: Isim Fa’il
Diantara pembahasan dalam ilmu shorof adalah mempelajari berbagai macam isim sesuai dengan tinjauannya. Jika ditinjau dari penyusunnya isim terbagi menjadi dua macam, yaitu isim jamid dan isim musytaq. Isim jamid adalah isim yang tidak disusun dari selainnya,. Sedangkan isim musytaq adalah isim yang diambil/disusun dari selainnya (kata jadian)[1]. Pembahasan kita kali ini adalah berkaitan dengan isim musytaq yaitu bab tentang isim fa’il.
Definisi
Isim fa’il adalah isim musytaq yang menunjukkan tentang siapa yang melakukan suatu pekerjaan (Ni’mah, 2015). Contoh:
كتب زيد الدرس
Pada contoh kalimat di atas terdapat suatu perbuatan yaitu kataba (menulis) sedangkan zaid sebagai fa’il yaitu orang yang menulis, maka isim fa’il dari kataba adalah kaatibun. Sehingga zaid juga disebut kaatibun karena dialah yang melakukan pekerjaan tersebut (menulis). Maka kata kaatibun dibentuk dari kata kitabah (menulis).
Sedangkan menurut Al-Amudi (2021), isim fa’il adalah sebuah sifat yang diambil dari fi’il mabni lil ma’lum atau kata kerja aktif untuk menunjukkan makna yang terdapat pada sesuatu yang disifati dengannya, namun sifat ini hanya terjadi pada saat kejadiannya saja dan bukan berarti sifat tersebut selalu ada padanya. Contoh:
محمّد جالس
Kata jaalisun pada kalimat di atas merupakan kata yang menunjukkan makna juluus (duduk) yang ada pada Muhammad. Yang artinya: Muhammad sedang duduk. Dan sifat ini yang terjadi saat itu saja, dan tidak melazimkan bahwa Muhammad selalu duduk.
Cara Membentuk Isim fa’il
Sebagaimana yang telah ketahui sebelumnya, bahwa isim fa’il termasuk isim musytaq sehingga ada kaidah atau aturan untuk membentuknya. Pola atau wazan pada isim fa’il berbeda-beda sesuai dengan wazan fi’il-nya. Ada yang berasal dari fi’il tsulatsi mujarrod dan ada juga yang selainnya.
- Jika dibentuk dari fi’il tsulatsi mujarrod maka wazan dari isim fa’il-nya adalah (فاعل) fa’il.[2] Misal:
طالب, عالم
Akan tetapi, jika huruf kedua atau yang disebut ‘ainul fi’il-nya adalah huruf ‘illah maka huruf tersebut diganti dengan huruf hamzah[3]. Seperti fi’il صام يصوم maka isim fa’il-nya adalah صائم. Dan terkadang wazan فاعل ada juga yang dimaksudkan untuk menunjukkan isim maf’ul. Misalnya dalam firman Allah:
فَهُوَ فِى عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ
Rodhiyah dalam ayat di atas maksudnya adalah mardhiyyah.
- Jika dari selain fi’il tsulatsi mujarrod maka cara membentuk isim fa’il-nya adalah dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1) Dibentuk dari wazan fi’il mudhori’nya.
2) Huruf mudhoro’ah diganti dengan huruf miim yang berharokat dhommah.
3) Huruf sebelum akhir diberikan harokat kasroh.
Contoh:
يهاجر : مُهاحِر , يتناول : مُتناوِل , يطمئنّ : مُطمئِنّ
I’rab Isim fa’il
Isim fa’il sebagaimana isim mu’rab lainnya, dia bisa menjadi isim mufrad, mutsanna, jama’ mudzakkar ataupun muannats. Dan di-i’rab sesuai dengan kedudukannya di dalam kalimat[4]. Begitu juga dengan tanda i’rab-nya sesuai dengan jenis isim-nya.
Dan isim fa’il juga memiliki hukum seperti fi’ilnya, jika fi’ilnya laazim (kata kerja intransitif) maka isim fa’il-nya juga laazim. Dan jika fi’il-nya muta’addi (kata kerja transitif) maka isim fa’il-nya juga muta’addi (Al-Amudi, 2021).
Fungsi (amal) dari Isim fa’il
Menurut Ni’mah (2015), isim fi’il jika berada pada suatu kalimat maka akan memiliki salah satu dari dua keadaan.
- Tidak menunjukkan atas suatu kejadian, tetapi hanya sebagai isim ataupun sifat. Maka pada keadaan ini, isim fa’il tidak memiliki fungsi (amal) sebagaimana amalan fi’il.
Contoh:
جاء الطالب – هي مدرسة جديدة
Maka pada contoh kalimat di atas, isim fa’il-nya tidak menunjukkan atas suatu kejadian tertentu, tetapi hanya sebagai isim biasa dan tidak memiliki amalan sebagaimana amalan fi’il yaitu membuat marfu’ ataupun manshub isim sesudahnya.
- Isim fa’il menunjukkan atas suatu kejadian, yakni jika posisi isim fa’il tersebut bisa digantikan oleh fi’il. Dan pada keadaan ini, dia beramal sebagaimana amalan fi’il. Maka dia bisa me-rofa’-kan fa’il atau me-nashob-kan maf’ulun bihi.
Ada dua keadaan yang memungkinkan isim fa’il untuk beramal sebagaimana amalan fi’il, yaitu pada keadaan ma’rifah dengan alif laam atau dalam keadaan nakiroh tanpa alif laam.
- Isim fa’il tersebut ma’rifah dengan diawali huruf alif dan laam yang bermakna alladzi, allati, dan sejenisnya. Pada kondisi ini, isim fa’il bisa beramal secara mutlak pada waktu kapanpun sebagaimana amalan fi’il tanpa syarat.
Contoh:
المطيعة زوجها محبوبة = التي أطاعت زوجها محبوبة
Pada contoh kalimat di atas, al-muthi’atu bisa beramal sebagaimana fi’il ‘athoo’at’ sehingga zaujahaa memiliki i’rab manshub sebagai maf’uulun bihi, sedangkan fa’il-nya adalah dhomirun mustatirun taqdiruhu hiya.
- Isim fa’il-nya nakiroh atau tanpa diawali alif dan laam. Maka pada kondisi ini ada dua persyaratan utama yang harus dipenuhi agar ia bisa beramal sebagaimana amalan fi’il.
Syarat pertama: Harus menunjukkan makna sekarang atau yang akan datang, dan tidak boleh bermakna waktu yang lampau.
Contoh:
أبي راكبا الدراجةَ الآن أو غدا
Akan tetapi, Al-Kisai, Hisyam dan Ibnu Madho’ menyelisihi kaidah ini, mereka membolehkan untuk tetap beramal sebagaimana fi’il walaupun menunjukkan waktu lampau[5] dengan dalil firman Allah :
وَكَلْبُهُم بَٰسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِٱلْوَصِيدِ
Syarat kedua: Harus terletak setelah nafyi, atau istifham, atau mubtada’, atau maushuf.[6]
Contoh terletak setelah nafyi:
ما حافظٌ محمّد سورةَ الرحمان.
Contoh terletak setelah istifham:
هل فاهمٌ الطالب الدرسَ؟
Conoh terletak setelah mubtada’:
المدرس شارحٌ الدرسَ.
Contoh terletak setelah maushuf yang berarti isim fa’il sebagai na’at:
مررت برجل بائعٍ سمكًا
Bisa kita perhatikan beberapa contoh di atas, terlihat bahwa isim fa’il bisa beramal sebagaimana fii’il-nya sehingga bisa memiliki fa’il dan maf’ulun bihi jika memenuhi persyaratan di atas. Namun apabila tidak memenuhi dua syarat di atas, maka dia tidak beramal sebagaimana amalan fi’il sehingga isim yang terletak setelahnya menjadi majrur sebagai mudhofun ‘ilaihi.
Contoh:
المدرس كاتب الدرس أمس
Pada contoh kalimat di atas, isim fa’il ‘kaatibun’ tidak beramal karena menunjukkan waktu lampau.
Contoh lainnya:
كوفئ كاتب المقال
Isim fa’il ‘kaatibun’ pada kalimat di atas juga tidak beramal, dikarenakan dia tanpa alif lam dan tidak didahului oleh mubtada’, atau nafyi, atau istifham, atau maushuf.
Kesimpulan
Isim fa’il adalah salah satu jenis isim musytaq yang bisa beramal sebagaimana amalan fi’il-nya. Untuk beramal (berfungsi) sebagai fi’il, isim fa’il memiliki dua keadaan, yaitu ketika diawali alif laam (ma’rifah), dan tanpa alif laam (nakiroh). Jika tanpa alif laam, maka harus memenuhi dua syarat, yaitu harus menunjukkan waktu sekarang atau yang akan datang, kemudian harus terletak setelah mubtada’, atau nafyi, atau istifham, atau maushuf.
Daftar Pustaka
Al-Amudi, Sa’id. (2021). Ta’rifu Isim fa’il. Diakses pada 10 Desember 2021, dari https://mawdoo3.com/تعريف_اسم_الفاعل
Al-Anshori, A.H. (2018). Syarh Qotrun Nada Wabilus Shoda. Daar Ibnul Jauzi: Kairo
Al-Ghalaini, Musthofa. (2019). Jamiiud Durus al-Arabiyah. Ibda’
Ghufran, A.R. (2016). Mukhtarot Qowaidul Lughah al-Arabiyah. Yayasan Al-Furqan Al-Islami
Ni’mah, Fuad. (2015). Mulakhos Qowaidul Lughah al-Arabiyah. Daar Alamiyah.
Penulis Artikel: Sahl Suyono
[1] Mukhtarot hal. 28
[2] Mukhtarot hal.28
[3] Jami’ud Durus hal.138
[4] Mulakhos hal. 198
[5] Syarh Qotrun Nada hal. 347
[6] Mulakhos hal. 199
(Oleh: Sahl Suyono)
Baca juga artikel:
Leave a Reply