Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Hafshah Binti Sirin

HAFSAH BINTI SIRIN

 

HAFSHAH BINTI SIRIN

(Kebanggaan Wanita Tabi’in)

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’da.

Di suatu zaman, di mana barang komoditi mereka adalah mengamalkan ketaatan dan menyimpan amal-amal yang kekal lagi baik. Di suatu zaman, di mana orang-orang shalih masih banyak dan tokoh-tokoh agama dimuliakan, hiduplah kebanggaan wanita tabi’in, Hafshah binti sirin Rahimahullah. Saudaranya, Muhammad bin sirin Rahimahullah. Merupakan tokoh dalam keilmuaan, sifat wara’, dan ibadah. Hafshah Rahimahallah adalah salah satu dari penghuni rumah ini yang memiliki sifat-sifat yang utama dan bersandar pada kemuliaan. Keluarga sirin bukanlah orang-orang yang dikenal memiliki jabatan dan keagungan nasab, namun bila nama mereka disebut, maka akan disebutkan kemuliaan, dan bila kemuliaan disebut, maka akan disebut nama mereka.

Hafshah Rahimahallahu ta’ala terdidik di dalam rumah yang penuh dengan semerbak wangi keimanan dan dikelilingi oleh lingkaran cahaya yang unik dari hembusan wanginya abad yang bersih itu. Putri sirin ini memiliki keistimewaan yang khusus dengan sifat-sifatnya yang mulia yang menjadikannya unggul atas wanita-wanita di zamannya, sehingga dia menjadi wanita yang istimewa dalam hal ilmu, wara’, zuhud, dan ibadah. Awal tanda kemuliaan telah mulai ketika hafshah masih berusia dini dan di awal kanak-kanak. Dia telah mempelajari al-Qur’an ketika berumur 12 tahun dan bacaannya terhadap al-Qur’an bukanlah bacaan yang biasa, tapi bacaan seorang wanita yang paham, cerdas, mengerti apa yang dia baca dan mengamalkan apa yang dibacanya.

Sungguh menakjubkan apa yang dilakukan saudaranya, Muhammad bin sirin, meski dia seorang tokoh yang dikenal kemuliaan dan pengamalan ilmunya, namun bila dia mendapatkan kesulitan dalam membaca al-Qur’an, maka dia berkata, “pergilah kepada hafshah, lalu tanyakan kepadanya bagaimana dia membacanya.” Ya , sungguh Hafshah adalah seorang wanita yang memiliki ilmu tentang al-Qur’an, dan ilmu Hafshah tentang al-Qur’an itu bukanlah ilmu yang tidak dihiasi dengan bagusnya pengalaman. Tetapi dia adalah seorang berilmu yang memadukan antara ilmu dengan amal. Dia jaga batasan-batasan Allah, dia jalankan perintahNya dan dia tinggalkan laranganNya. Maka Hafshah pun memetik buah ilmunya itu, sehingga dia menjadi seorang yang paham tentang agama dan salah satu wanita yang hidup zuhud dan wara’ pada zamannya.

Wahai orang yang cerdas, bila anda ingin melihat contoh yang indah dari sifat wara’nya dan pengamalannya terhadap al-Quran, maka berikut ini adalah contoh yang tiada duannya: Ashim al-ahwal Rahimahullah menceritakan kepada kami kisah yang berharga; tentang sifat wara’ Hafshah Rahimahallah, Ashim berkata, “kami datang kepada Hafshah binti sirin, sedang dia memakai jilbabnya dan memakai niqob pada wajahnya, lalu kami berkata kepadanya, ‘Semoga Allah merahmatimu, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

{ والقوعد منالنسآء التى لايرجوننكاحا فليس عليهن جناح أن يضعن ثيابهن غير متبرجت بزينة }

Artinya: “Dan para perempuan tua yang telah brehenti (dari haid dan mengandung) yang tidak berhasrat menikah (lagi), maka tidak ada dosa atasnya meninggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menapakkan perhiasan.” (QS. An-Nur: 60).

Dan pakaian yang dimaksud adalah jilbab. ’Dia bertanya kepada kami, ‘bagaimana ayat selanjutnya?’ kami menjawab:

{ وأن يستعففن خير لهن }

Artinya: “Tetapi memelihara kasucian (diri) adalah lebih baik bagi mereka.” (QS. An-nur: 60)

Dia berkata, ‘itu artinya menetapkan adanya jilbab.’

Betapa Agungnya engkau wahai putri Sirin, cita-citamu yang luhur hanya menghendaki untuk meningkat ke derajat yang tinggi dan kedudukan yang luhur. Menurut anda, dengan apakah para pemimpin itu meraih kemuliaannya? Jawabannya adalah dengan sifat-sifat yang agung itu. Hafshah adalah contoh yang langka dari generasi wanita yang kebaikannya diukir oleh sejarah. Hafshah adalah seorang wanita shalihah yang mengutamakan kebanggaan yang tinggi dan dia tidak rela dirinya berada pada derajat yang rendah. Hafshah masuk ke dalam ruang shalatnya, lalu dia shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh kemudian dia tetap di dalamnya hingga datang waktu siang, lalu dia shalat, setelah itu dia keluar, maka mereka itulah waktunya berwudhu dan tidur. Bila waktu shalat telah tiba, maka dia kembali lagi ke tempat shalatnya untuk melakukan hal yang sama.

Betapa mulianya cita-citanya yang tinggi itu! Itulah cita-cita seorang wanita yang tidak dibuat lemah oleh kelemahan fisiknya sebagai wanita dan ketuaan usinya. Mahdi bin Mainun berkata, “Hafshah berdiam di tempat shalatnya selama tiga puluh tahun tanpa keluar kecuali untuk keperluan atau tidur tengah malam. Dengan berbagai amal yang menakjubkan inilah, wanita yang mulia ini menjadi pemimpin. Sebaik-baik kebanggaan adalah amal-amal itu, dan sebaik-baik simpanan adalah pusaka tersebut. Perhiasan manakah yang lebih indah bagi seseorang dibanding perbuatan ketaatan? Dan simpanan manakah yang lebih berharga daripada amal yang kekal lagi baik. Inilah pasar kebaikan yang mana orang-orang yang beruntung datang lebih awal datang ke tempat perlombaannya, seperti Hafshah binti sirin.

Pandangilah dirimu wahai laki-laki yang cerdas. Lihatlah dirimu wahai wanita yang berakal! Hafshah bukanlah seorang wanita yang ahli ibadah yang terputus komunikasinya dengan manusia, tapi dia adalah seorang orang berilmu, guru, penasihat dan pendidik yang sukses. Manusia mengambil manfaat dari hikmahnya, dan orang-orang yang dahaga meminum dari air mata pemahamannya. Dia sebarkan kepada mereka mutiara-mutiara nasihatnya, dan dia berikan kepada mereka simpanan-simpanan ilmunya. Hisyam bin Hassan berkata, “Hafshah berkata kepada kami, ‘wahai para pemuda, beramallah kalian selagi kalian masih muda, karena sesungguhnya aku tidaklah melihat amal kecuali dilakukan pada masa muda’.”

Betapa mulianya nasihat itu! Betapa bernilainya pelajaran itu! Itulah nasihat seorang guru Rabbani dan penasihat yang bijak. Para tokoh besar berkunjung kepada wanita bijak yang penuh nasihat ini karena mereka mengakui keutamaan dan ketinggian derajatnya. Di antara pengunjung yang pernah mengunjunginya adalah murid Rasulullah dan pelayan beliau, anas bin Malik. Selamat bagimu wahai putri Sirin atas kedudukan yang tinggi ini dan penyucian yang kekal ini! Hafshah adalah seorang wanita yang berakal cerdas, hingga sebagian orang menyejajarkannya dengan para tokoh yang utama dan para tokoh yang mulia. Hisyam bin Hassan berkata, “Aku telah melihat al-Hasan dan Ibnu Sirin, dan aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih cerdas daripada Hafshah.”

Iyas bin Mu’awiyah berkata, “Aku tidak mendapatkan seorang yang lebih aku utamakan daripada Hafshah.” Hafshah adalah seorang wanita sempurna yang memiliki akhlak yang paling luhur, sehingga dia pantas mendapatkan kesaksian dari orang-orang yang sezaman dengannya tentang keutamaannya, dan pengakuan orang-orang yang mulia tentang kemuliaannya. Bila malam telah gelap, maka Hafshah menganggap itu adalah harta rampasan miliknya yang berharga. Maka anda dapat menyaksikannya berdiri melakukan shalat, menangis, dan menghidupkan malam yang gelap itu dengan cahaya al-Qur’an dan sinar tahajud. Dia hidup dalam masa-masa yang membahagiakan itu yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang tunduk kepada Allah di tengah gelapnya malam. Sesungguhnya gelapnya malam adalah terang bagi hati-hati yang kembali kepada Tuhannya dan sinar bagi orang-orang yang memiliki akal pikiran. Dalam gelapnya malam, mereka menyendiri untuk bermunajat kepada Dzat yang tak merasakan kantuk dan tidur, di mana munajat dan pangaduan terasa lezat. Sungguh wanita shalihah itu menjadi mulia dengan kemuliaan yang layak bagi orang cerdas (yang menangis) di tengah gelapnya malam. Hafshah Rahimahallah menyalakan lampunya di malam hari, lalu dia shalat di tempat shalatnya, dan kadang lampu itu padam, tapi rumahnya tetap terang hingga pagi.

Wanita Shalihah ini telah melahirkan seorang anak lelaki yang menjadi anak yang berbakti kepadanya ibunya, Hafshah Rahimahallah yang telah mendidiknya dengan pendidikan yang terbaik. Amat pantas bagi seorang anak memiliki ibu seperti Hafshah binti Sirin menjadi anak yang mulia. Berikut ini adalah salah satu hal yang mengagumkan tentang bakti seorang anak kepada ibunya, Hafshah binti Sirin: Al-Hudzain bin Hafshah mengumpulkan kayu bakar di musim panas, lalu dia mengupas kulitnya dan mempersiapkannya untuk musim dingin demi ibunya, Hafshah, sebab bila musim dingin tiba, Hafshah merasakan kedinginan di tubuhnya. Al-Hudzain membawa kayu-kayu ini dan meletakkannya di tungku api, lalu dia menaruhnya di belakang ibunya yang sedang shalat di tempat shalatnya. Kemudian dia duduk lalu menyalakan kayu-kayu yang telah di kupas itu tanpa mengganggu orang dengan asapnya dan bisa memberikan kehangatan pada ibunya.

Sebenarnya jika dia mau, ada orang yang bisa mengerjakan, namun al-hudzain Rahimahullah melakukan itu karena ingin berbakti kepada ibunya, Hafshah Rahimahallah. Ibu ynag shalihah itu menoleh kepada anaknya yang berbakti kepadanya, lalu dia berkata, “Wahai anakku, kembalilah kepada keluargamu!” Namun sang ibu tahu tujuan anaknya itu maka dia pun membiarkannya. Al-Hudzain memiliki unta peraha yang selalu dia perah air susunya. Bila pagi hari, dia selalu memerahnya, lalu mengirimkannya kepada ibunya, Hafshah adalah seorang yang sering berpuasa, maka dia berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, sesungguhnya kamu tahu bahwa aku tidak meminumnya, karena aku sedang berpuasa.” Al-Hudzail pun di diamkan semalam di puting unta, berikanlah kepada siapa yang engkau suka.” Allah ta’ala hendak menguji ibu yang shalihah ini dengan kematian anaknnya, Al-hudzail. Namun Hafshah seorang penyabar dan rela dengan ketentuan Allah ta’ala. Maka pasukan musibah itu pun terusir dengan pedang kesabaran, sehingga dia tidak berkeluh kesah dan menampakkan ketabahannya yang tidak memiliki kecuali oleh wanita seperti Hafshah binti sirin ini.

Namun demikian, hilang seorang anak amatlah berat, apalagi seorang anak yang mula dan berbakti seperti Al-Hudzail rahimahullah. Hafshah pun merasakan duka mendalam yang tak bisa hilang, dan pada suatu malam saat dia sedang betahajud di tempat shalatnnya, dia membaca al-Qur’an dan melewati sebuah ayat dari surat al-nahl. Allah Subhanhau Wata’ala berfirman:

( ولا تشتروا بعهد الله ثمنا قليلا إنما عند الله هو خيرلّكم إن كنتم تعلمون 95 ما عند كم ينفد وما عند الله باق ولنجزينّ الذين صبروآ بأحسن ما كا نوا يعملون 96 )

Artinya: “Dan janganlah kalian menukar perjanjian kalian dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan kami benar-benar akan memberi balasan kepada oarang-orang yang bersabar dengan pahala yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 95-96).

Maka hilanglah duka mendalam yang dia rasakan itu. Ilmu, amal, wara, zuhud, dan ibadah adalah mutiara-mutiara yang menghiasi wanita shalihah ini dengan amat indahnya. Itulah sifat-sifat yang tak mampu dimiliki oleh laki-laki, karena mencapai kemuliaan yang sejati itu tidak dapat dilakukan dengan kekuatan otot, harta yang melimpah, dan pengikut yang banyak. Tetapi ia hanya dapat yang di peroleh dengan kebenaran, keikhlasan dalam ketaatan, kecerdasan pikiran, dan kekuatan tekad. Hafshah binti sirin menghabiskan hari-harinya dengan ketaatan, meniggalkan kenikmatan dan berupaya menyimpan amal-amal yang kekal lagi baik.

Dia Rahimahallah tidak melupakan hari kematiannya, bahkan itulah hari yang membuatnya menghabiskan siang dan malamnya untuk mempersiapkan diri menghadapi hari kematiannya. Sungguh menakjubkan cita-cita wanita shalihah ini yang berharap mati dalam keadaan memiliki pahala yang banyak simpanan yang besar. Suatu hari anas bin malik Radiyallahuanhu bertanya kepadanya, “Dengan apa kamu mengiginkan kematianmu?” Lalu Hafshah menjawab, “dengan penyakit kusta.” Maka anas berkata, “Sesungguhnya penyakit itu adalah saksi bagi setiap muslim.” pada tahun 116 H. seorang wanita yang berilmu, ahli ibadah, zuhud, penyabar, dan hiasan wanita tabi’in, Hafshah binti Sirin Rahimahallah meninggal dunia. Dia meninggal dunia yang pahit yang telah lama dia berpaling darinya dan dari keindahannya. Dialah wanita yang menjadi contoh ideal bagi wanita berilmu yang mengamalkan ilmunya. Dialah wanita yang kaum lelaki tak mampu mengalahkan cita-citanya yang tinggi. Semoga Allah meridhoimu, wahai putri sirin, dan mengumpulkanmu bersama orang-orang yang didekatkan kepada Allah.

MU’ADZAH BINTI ABDULLAH AL-ADWIYAH

Betapa mulia sebuah rumah yang tembok-temboknya menghimpun para pemimpin yang mulia. Ibu, bapak, dan anak; rumah mereka tidaklah memiliki sifat cinta kepada kemuliaan dan memburu negeri yang kekal. Sang bapak adalah tokoh para ahli ibadah dan telana orang-orang yang hidup zuhud, Shilah bin Asyyam, semoga Allah meridhainya. Sang ibu adalah kebanggan para wanita ahli ibadah dan mutiara para wanita yang hidup zuhud, Mu’adzah binti Abdullah al-Adawiyah, semoga Allah meridhainya. Sang anak adalah anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, meneladani mereka dan mengambil adab dari mereka. Betapa agungnya keluarga ini! Mereka adalah simbol kehidupan rumah tangga yang bahagia dan contoh keluarga yang shalih. Sungguh menakjubkan pasangan suami-istri yang disatukan oleh cinta kepada ketaatan dan hati mereka diikat oleh cinta kepada amla-amal yang baik. Ibu rumah tangga keluarga ini adalah seorang wanita yang menyingkirkan dunia dan berpaling darinya seperti berpalingnya seorang yang mabuk cinta dari para pengkritinya. Dia mengerjakan perbendaharaan akhirat dan meninggalkan pembendaharaan yang fana. Menangis ditengah malam lebih manis baginya daripada tawa obrolan malam hari. Bertahajud dengan membaca al-Qur’an lebih nikmat baginya daripada lelapnya tidur.

Mengingat api neraka lebih baik baginya daripada bercanda dengan angan-angan. Cinta kepada ketaatan lebih nikmat baginya daripada kenikmatan makanan yang enak-enak. Bila malam telah menjulurkan tirainya, maka dia Rahimahallah mengigil seperti orang yang terkena demam, merindu seperti rindunya seorang ibu yang sangat penyayang kepada anaknya, maka dia menghidupkan waktunya dengan shalat dan dia mengisi sepanjangan malamnya dengan tangisan yang panjang. Bila dia tidur, maka dia berdiri lalu berputar-putar dirumahnya sambil berkata, “Wahai jiwa, waktu tidur ada dihadapanmu. Jika engkau mendatanginya, maka ingatlah, tidurmu akan panjang didalam kubur, dalam keadaan menyesal atau senang.” Begitulah yang dia lakukan sepanjang malam hingga masuk waktu subuh. Ketaatan telah membuat wanita shalihah ini lupa terhadap dunia, 600 rakaat sepanjang siang dan malam adalah ibadah rutin bagi ahli ibadah ini. Duhai, cita-cita apa ini? Dia adalah seorang wanita! Seandainya dia seorang laki-laki, niscaya kita akan mengatakan, “Itulah laki-laki, dan ketabahan laki-laki dapat menutupi segala kelemahan.” Namun dari mana datangnya kakuatan bagi wanita ahli ibadah ini? Itu adalah kekuatan kejujuran dan keteguhan iman yang kokoh. Maka tak heran bila pemilik keimanan ini adalah wanita yang memiliki tekad yang langka dan meraih hal-hal mengagumkan yang akan terus dikenang. Bila musim dingin tiba, maka wanita ahli ibadah ini memakai pakaian yang tipis agar rasa dingin menghalanginya dari tidur.

Dia sering berkata, “Sungguh aku heran terhadap mata yang tidur, padahal ia tahu akan tidur lama di dalam gelapnya kuburan!” cukuplah kelangkaan itu! Betapa agungnya orang-orang yang beramal baik untuk menghadapi beratnya hari yang berat, dan mereka berdagang untuk mengahdapi hari yang panjang. Mereka menyimpan simpanan (amal) tebaik, dan mereka mempersembahkan barang dagangan yang sangat menguntungkan. Mereka adalah kaum perdagangan mereka adalah kebaikan, modal mereka adalah ketaatan, simpanan mereka adalah amal shalih, dan kebahagiaan mereka adalah segera melakukan perbuatan baik. Mu’adzah Rahimahallah bukanlah wanita ahli ibadah yang memisahkan diri dari manusia, tetapi dia adalah seorang guru yang suka memberi nasihat, seorang da’i yang suka mendidik, dan seorang berilmu yang mau menyebarkan ilmunya. Bukankah dia adalah wnita yang mengambil faidah dari pendidikan Ummul Mukminin, Aisyah Radiyallahu’anha, dan memetik dari cahayanya.

Referensi :

Kisah Para Wanita Mulia, Ummu Sulaim binti Milhan Radhiyallahu anha, Mathabi’ Adhawa’ al-Muntada, DARUL HAQ, cetakan keenam Sya’ban 1441 H.(04. 2019 M.)

Diringkas oleh: Dia Silvia (pengabdian ponpes DQH Oku Timur)

Baca juga artikel:

Hamba Yang Ikhlas

Jika Dunia dan Akhirat jadi Tujuan

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.