UMMU AD-DARDA’ ASH-SHUGHRA – Pewaris ilmu Abu ad-darda’ radiyallahu’anhu. Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulilah, wa ba’du.
Siapakah gadis kecil yang duduk di halaqah para ahli baca al-Qur’an itu? Setiap pagi dan sore, dia pulang pergi ke masjid yang suci, di kota yang suci pula, yakni di masjid Nabi shalaullahu ‘alaihi wasallam, di kota thaibah yang baik (Madinah). Dia meminum mutiara ilmu dan menghirup dari wangi parfum yang bersih. Dia belajar tentang hikmah dan melihat cahaya hidayah dari dekat. Dia tumbuh sebagai anak yatim di rumah yang suci itu, di mana mereka memberinya pendidikan dengan adab dan kemuliaan yang luhur sebagaimana mereka memberikannya makanan. Dia belajar dari pemilik rumah itu tentang jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan hidayah yang diridai pemilik rumah itu amat menyayanginya, sangat antusias untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat baginya, dan menginginkan kebaikan baginya.
Di rumah itu, gadis kecil ini tak merasakan pahitnya hidup sebagai anak yatim dan keterasingan tinggal di rumah itu. Pemilik rumah ini, di mana gadis kecil itu tumbuh di dalamnya, merupakan bulan yang bersinar, bintang yang suci, dan mutiara kalung yang sangat berharga. Dia adalah seorang yang bijak, berilmu, ahli ibadah, dan seorang yang hidup zuhud di dunia, Abu Ad-Darda’ radiyallahu’anhu. Sedangkan gadis kecil itu adalah Hujaimah al-aushabiyah, Ummu Ad-Darda’ ash-Shughra. Ummu Ad-Darda’ Ash-Shughra tumbuh dalam pengawasan sang pemilik lautan ilmu, ahli ibadah, cendekiawan, dan orang yang zuhud itu. Dia mengikuti jejaknya, dia duduk di majelis para ulama dan memetik darinya petunjuk pemimpin orang-orang pilihan shalaullahu ‘alaihi wasalam. Semenjak beranjak dewasa dan mencapai usia matang, Abu Ad-darda’ memerintahkan kepadanya untuk meninggalkan majelis itu seraya berkata kepadanya “ Bergabunglah bersama barisan kaum wanita!”.
Tibalah hari yang agung dalam kehidupan Ummu ad-Darda’ Rahimahullah, yakni hari dimana Abu ad-Darda’ Radiyaullahu’anhu ingin menikahinya. Sejak itulah ia menjadi istri dari orang bijak pada umat ini dan ibu rumah tangga di dalam rumah itu yang menjadi tempatnya menghabiskan masa kanak-kanaknya yang indah. Kini dia menetap di madrasah ilmu, hikmah, zuhud, dan wara’ yang mana gurunya adalah Abu ad-Darda’ radiyaullahu’anhu. Dia mengambil darinya jalan-jalan hidayah, maka dia pun menjadi wadah bagi peninggalan -peninggalan Nabi shalaulahu ‘alaihi wasallam dan pemelihara bagi sunnah-sunnah pemimpin manusia. Pasangan suami-istri ini hidup dikelilingi oleh taman kenabian dan dilumuri dengan wewangian yang bersih yang masih tersebar di alam.
Ummu ad-Darda’ radhiyallahu anha adalah sebaik-baik wanita yang taat kepada suami, yang senantiasa berupaya menyenangkan dan membahagiakan suaminya. Sementara itu sang suami yang shalih tersebut tidak pelit untuk memberi nasihat kepadanya dan memberinya buah-buahan yang enak dari pohon petunjuk manusia terbaik shalaullahu ‘alaihi wasallam. Bila dia pergi di pagi hari atau sore hari, dia melihat tanda keshahihan pada diri sang suami yang shahih tersebut. Dari suaminya, dia belajar tentang ilmu dan amal. Dia benar-benar melihat cahaya yang sejati. Dia lulus dari sekolah ini dan menjadi seorang wanita yang mengerti tentang agamanya, seorang yang bijak, seorang ahli ibadah, seorang yang hidup zuhud di dunia, dan seseorang pendidik yang sukses. Ya, tidak ada yang lebih berbahagia dari pada pasangan suami-istri ini yang telah disatukan oleh cinta agama dan cinta kepada Allah Ta’ala.
Pada saat itu, cinta menjadi cinta yang benar dan nasihat menjadi nasihat yang tulus. Ummu ad-Darda’ mencintai suaminya karena sifat-sifat yang langka itu dan kedudukannya yang luhur. Dia tidak mencintainya karena materi duniawi dan tidak juga karena dorongan hawa nafsu. Betapa mulianya cinta yang tinggi itu! Itulah cinta yang sejati, karena sesungguhnya si pemiliknya tak menginginkan cinta itu terputus, tapi dia terhadap agar bunganya mekar, bersinar, dan elok di tanam yang kekal kenikmatannya.
Suatu hari, dia meminta kepada Allah seraya berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Abu ad-Darda’ melamarku lalu menikahiku di dunia, ya Allah, maka aku melamarnya kepadaMu, aku memohon kepadaMu agar Engkau menikahkan aku dengannya di akhirat.” Betapa agungnya engkau wahai wanita shalihah! Betapa tingginya cita-citamu! Betapa agungnya pelajaran ini, seandainya kaum wanita belajar darimu, wahai wanita yang bijak, wanita yang paham tentang agamanya di antara para wanita yang bijak wanita yang shalihah, dan wanita yang suci di antara para wanita yang suci! Dia adalah wanita yang paham tentang agamanya dan mengamalkan ilmunya. Shafwah bin Abdullah bin Shafwah datang datang ke suriah, lalu dia mampir di rumah Abu ad-Dada’ Radiyallahu’anhu, namun dia tidak bertemu dengannya tapi bertemu dengan Ummu ad-Darda’, lalu Ummu ad-Darda’ berkata kepadanya, “ Apakah kamu akan menunaikan haji tahun ini?” Dia menjawab, “Ya.” Ummu ad-Darda’ berkata, “Berdoalah kepada Allah untuk kami dengan kebaikan, karena Nabi shalaullahu’alaihi wasallam bersabda:
دعوة المرء المسلم لأخيه بظهر الغيب مستجا بة, عند رأسه ملك موكل,كلما دعا لأخيه بخير,قال الملك الموكل به: آمين ولك بمثل.
Artinya: ‘Doa seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya itu dikabulkan. Di sisi kepalanya ada malaikat yang ditugaskan (untuk mengamininya), dan setiap kali seseorang mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang ditugasi itu berkata, ‘Amin, dan semoga kamu juga mendapatkan hal yang sama’. (HR. Muslim dalam shahihnya)
Manisnya ilmu hanya dirasakan oleh para ulama yang menggunakan ilmunya. Seseorang yang berilmu tapi tidak mengamalkan ilmunya adalah seperti pohon yang tak berbuah. Rumah wanita shalihah ini menjadi tempat tujuan para pelajar dan terminat bagi orang-orang yang zuhud. Orang-orang sengaja datang kepada wanita berilmu ini untuk bertanya masalah agama dan memetik darinya adab yang kokoh. Dia tidak hanya mengajarkan ilmu semata, tapi mengajarkan ilmu dan amal. Dia menghiasi hikmah itu dengan indahnya akhlak yang bagus tersebut. Sebagaimana mereka mengambil ilmu darinya, mereka juga mengambil sifat zuhud, wara’, dan ketekunan ibadahnya. Betapa indahnya taman itu bagi para pengunjungnya! Semuanya memetik bunganya dan menghirup aroma harumnya.
Betapa manisnya ilmu yang di sertai amal! Betapa indahnya ilmu yang dihiasi dengan sifat zuhud dan wara’! ummu ad-Darda’ ash-Shughra radhiyallahu anha menjadi contoh ideal dalam beribadah berdzikir kepada Allah baginya merupakan keinginan yang paling indah untuk mengisi hari-harinya. Nikmatnya bermunajat telah melupakannya dari berbicara dengan manusia. Manisnya berdoa membuatnya tak membutuhkan permintaan kepada manusia. Bertahajud di malam hari lebih dicintai hatinya daripada hangatnya kasur tidur. Yunus bin Maisarah berkata, “Dahulu para wanita beribadah bersama Ummu ad-Darda’ dengan melakukan shalat tahajud sepanjang malam hingga telapak kaki mereka bengkak karena lamanya berdiri. Maimun bin Mihran berkata, “Tidaklah aku datang kepada Ummu ad-Darda’ pada waktu shalat melainkan pasti aku mendapatinya sedang shalat.
Betapa agungnya engkau wahai wanita shalihah! Betapa agungnya suamimu yang shalih, orang dari para ahli bijak dan guru dari orang-orang yang mulia. Dia membimbingmu dengan petunjuk Nabi Shaaullahu ‘alaihi wasallam dan memeliharamu dengan adab agama. Engkaulah wanita yang mulia di saat wanita-wanita mulai langka. Engkaulah wanita berilmu yang mewarisi ilmu suamimu yang mulia. Tidaklah ilmumu melainkan diambil faedahnya dari cahaya kenabian. Tidaklah ilmumu melainkan hembusan dari aroma wangi parfum yang bersih itu. Wanita mulia ini adalah seorang wanita yang paham tentang al-Qur’an. Dia berdiri di sisi mutiara-mutiaranya lalu menyingkap keindahannya, dan dia berdiri di sisi keajaiban-keajaibannya lalu dia membawa keajaiban-keajaiban tersebut.
Abu Imran al-Anshari menceritakan kepada kami bahwa dia berkata, ‘Aku pernah menuntut hewan tunggangan Ummu ad-Darda’ di sebuah tempat antara Baitul Maqdis dan Damaskus, lalu dia berkata kepadaku, ‘Wahai Sulaiman, perdengarkanlah kepada gunung-gunung apa yang telah Allah Ta’ala janjikan untuknya!’ Abu Imran berkata, “Maka aku mengeraskan suaraku dengan membaca ayat ini,
( ويوم نسير الجبال وترى اللأ رض با رزة )
Artinya: ‘Dan (ingatlah) hari di mana kami akan memperjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu tampak jelas (karena tidak ada sesuatu pun yang menutupinya).’ (QS. Al-Kahfi: 47).’
Ummu ad-Darda’ radhiyallahu anha adalah seorang wanita yang penyabar dan rela dengan takdir Allah ta’ala. Berikut adalah salah satu dari lembaran sejarahnya yang bagus yang menegaskan kepada kita tentang sikapnya yang langka dalam kesabaran yang karenanya namanya dicatat dalam daftar orang-orang yang sabar: Ketika putrinya, yakni ad-Darda’, meninggal dunia dan jasadnya di angkut oleh kaum laki-laki di atas pundak lalu mereka menimbunnya dengan tanah, Ummu ad-Darda’ berkata, “pergilah kepada tuhanmu yang aku akan pergi kepada tuhanku.” Lalu dia masuk ke dalam masjid. Benar, itulah pendidikan dari seorang yang amat bijak, yakni suami shalih yang mendidiknya itu telah menghasilkan contoh alumni ideal dari generasi shalihah.
Semoga Allah meridhoimu wahai Abu ad-Darda’, karena pendidikanmu tedak gagal, dan inilah tanamanmu yang engkau siram telah berbuah dan masak. Di sana, di dunia nasihat, Ummu ad-Darda’ adalah seorang wanita pemberani nasehat yang amat bijak dan seorang wanita yang pandai bertutur kata lagi cerdas. Sering kali para ulama datang ke majelisnya lalu mereka tercengang dengan ilmunya yang luas dan hikmahnya yang menakjubkan. Bila Ummu ad-Dara’ radhiyallahu anha duduk untuk menyebarkan ilmu, dia tidak merasa bosan lantaran lamanya duduk dan tidak merasa jenuh dari hikmah yang berulang-ulang dia berikan. Bila orang-orang berkata kepadanya, “Kami telah membuatnya jenuh,” dia pun menjawab, “Kalian telah membuatku jenuh? Sungguh aku telah mencari ibadah di dalam segala sesuatu, dan aku tak merasakan sesuatu yang paling dapat mengobati jiwaku daripada duduk bersama para ulama dan berdiskusi dengan mereka.
Begitulah wanita yang bijak ini! Dia tidak hanya memberi nasihat dengan lisannya saja, tapi dia juga seorang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya dan memberi nasihat kepada dirinya sebelum memberi nasihat kepada orang lain. Di majelis yang penuh dengan air hikmah dan lebat dengan bunga ilmu ini, Ummu ad-Darda’ menebarkan mutiara hikmah dan menyebarkan harumnya ilimu. Inilah salah satu dai sekian banyak hikmahnya yang langka yang dapat di tangkap oleh telinga-telinga yang mendengarkan hikmah: Ummu ad-Darda’ berkata, “Sungguh itu adalah dzikir kepada Allah itu adalah yang paling besar. Bila kamu shalat, maka itu adalah dzikir kepada Allah ta’ala. Bila kamu puasa, maka itu adalah dzikir kapada Allah ta’ala. Setiap kebaikan yang engkau amalkan adalah dzikir kapada Allah ta’ala., setiap keburukan yang engkau jauhi adalah dzikir kepada Allah ta’ala dan dzikir yang paling utama adalah yang mengucapkan Subhanaullah.Beliau Ummu ad-Darda’, seorang wanita yang amat bijak yang berada di atas puncak pohon rindang orang-orang yang bijak. Dia adalah penasihat yang sukses dan seorang da’i yang cerdas.
Referensi:
Kisah Para Wanita Mulia, Ummu Sulaim binti Milhan Radhiyallahu anha, Mathabi’ Adhawa’ al-Muntada, DARUL HAQ, cetakan keenam Sya’ban 1441 H.(04. 2019 M.)
Diringkas oleh: Dia Silvia (pengabdian ponpes DQH Oku Timur)
Baca juga artikel:
Leave a Reply