Gunakan Pikiran Agar Tidak Terjerat Syaitan – Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan anugerah-Nya kepada kita. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan kita dan seluruh keluarga kaum muslimin termasuk orang-orang yang istiqomah berpegang dengan kebenaran yang Allah turunkan lewat rasulnya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Kaum muslimin rahimakumullah, akal dan perasaan adalah anugerah terbesar yang Allah anugerahkan kepada umat manusia. Dengannya kita bisa membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya bagi kita dan umat manusia lalu dengan perasaan kita menyukai yang bermanfaat dan tidak menyukai yang mengundang bahaya. Akan tetapi dalam agama Islam memiliki kedudukan tersendiri, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan umat manusia untuk memanfaatkan akalnya agar bisa memahami dan mengetahui kebenaran yang Allah turunkan kepada rasul-Nya.
Makna Global
Kaum muttaqin adalah orang-orang yang senantiasa bertakwa kepada Allah sungguh beruntung dan berbahagia. Bagaimana tidak ?! Allah Azza wa Jalla akan memberikan balasannya yang begitu nikmat tiada tara untuk mereka berupa kenikmatan surga yang sama sekali belum pernah terbesit dalam benak manusia. Dengan rahmat Allah sajalah, kaum mukminin bergelimang dalam kebahagiaan abadi tanpa kesudahan. Namun lain halnya dengan kaum kafir. Dikarenakan kekufuran, kesyirikan, dan kemaksiatan, mereka pun dicerca dan dipermalukan di hari Kiamat. Mereka disendirikan dan dipisahkan dari kaum mukminin. Jadilah mereka satu kelompok tersendiri. Allah Azza wa Jalla mempermalukan mereka di hadapan semua hal sebelum Allah benamkan mereka di dalam Neraka dan mencerca kaum kafir karena tidak mau menggunakan akalnya.
Tafsir ayat
Firman Allah Ta’ala :
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا۟ ٱلشَّيْطَٰنَ ۖ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan ? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Yasin: 60)
Ini adalah cercaan dari Allah kepada kaum kafir yang telah menaati syaitan padahal ia merupakan musuh nyata umat manusia. Mereka telah durhaka kepada Allah ar-Rahman. Padahal Dialah yang telah menciptakan dan memberi rezeki kepada mereka. Bukankah Allah Ja telah mewasiatkan dan memerintahkan kepada anak manusia agar mereka tidak menyembah syaitan ?! Karena syaitan jelas-jelas musuh yang nyata. Syaitan hendak menghalangi manusia dari agama ini. la selalu mempedaya manusia agar jauh dari Allah.
Hendaklah umat manusia ingat bagaimana awal mula Iblis memusuhi manusia. Yaitu kala Allâh memuliakan Adam, lalu Iblis pun dengki dan hasad, sehingga ia durhaka terhadap perintah Allah. Sedangkan orang yang berakal, ia tidak akan menerima ajakan dan rayuan musuhnya, meski sepintas tampak menyenangkan. Karena dibalik itu, justru terletak kebinasaan manusia. Ini adalah wasiat dan pesan pertama yang Allah berikan kepada mereka. Sedangkan pesan kedua, yang akan dijelaskan dalam tafsir ayat selanjutnya adalah agar mereka hanya beribadah kepada Allâh semata, sama sekali tidak mempersekutukan-Nya. Wasiat dan perintah Allah ini tertuang melalui lisan para rasul yang diutus kepada mereka.
Firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمُ
Artinya: “Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yâsîn/36: 61)
Allah telah memerintahkan kalian di dunia ini agar kalian tidak mematuhi syaitan, dan Allâh perintahkan kepada kalian agar beribadah kepada-Ku. Inilah jalan yang lurus. Namun kalian justru menempuh jalan lain. Kalian justru mengikuti syaitan, menuruti perintahnya.
Dalam ayat di atas, dan juga ayat sebelumnya, Allâh memerintahkan dan mewasiatkan umat manusia untuk melakukan dua hal, yang ternyata itu dilanggar oleh kaum kafir. Dua hal inilah yang menjadi inti dari jalan Allâh yang lurus. Dua hal ini adalah: (1) beribadah dan taat kepada Allâh; (2) tidak menyembah syaitan, yaitu dengan tidak mentaati syaitan. Itulah al-Islam, jalan Allâh yang lurus. Jalan yang pasti akan mengantarkan hamba menuju pintu Surga Darus Salâm.
Di sini Allâh berfirman dengan ungkapan, yang artinya, “Inilah jalan yang lurus”. Ini untuk menunjukkan bahwa inilah jalan yang sungguh sangat lurus, yang mencakup semua kriteria yang harus ada dalam satu jalan yang lurus. Dan sungguh begitu agung jalan Allâh yang lurus ini, yaitu al-Islam.
Pertama dari Allah yang mereka langgar adalah agar mereka tidak syaitan. Yaitu agar mereka tidak mengikuti dan menaati jejak langkah syaitan. Cercaan terhadap kaum kafir ini mencakup cercaan yang mencakup semua bentuk kekufuran dan maksiat. Sebab, semua itu adalah bentuk ketaatan kepada syaitan dan bentuk ibadah kepadanya. Padahal, Allah jelas-jelas telah mewanti-wanti agar jangan sampai mematuhi bujuk rayu syaitan. Dan menaati syaitan adalah satu bentuk ibadah, wal iyadzu billah.
Ini seperti firman Allâh Subhanahu Wata’ala:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَنَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهَا وَاحِدًا
Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allâh dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Rabb yang Esa.” (QS. at-Taubah/ 9: 31)
Menaati selain Allâh dengan melanggar perintah-Nya, merupakan satu bentuk ibadah. Karena ibadah pada asalnya adalah rasa tunduk dan patuh. Sehingga menaati syaitan dan rayuannya merupakan bentuk ibadah. Karena itulah disebutkan dalam ayat dengan kalimat:
أَن لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَنَ
Artinya: “Janganlah kalian menyembah syaitan.” (QS. Maryam: 44)
Pesan kedua yang mereka langgar adalah agar mereka beribadah hanya kepada Allâh semata. Yaitu dengan menunaikan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Bahwa Allâh memerintahkan dan memberi wasiat agar menyembah-Nya semata. Yaitu dengan mentauhidkan-Nya dengan menaati-Nya, dan tunduk patuh dengan menunaikan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan dalam dua wasiat di atas, yaitu agar tidak menyembah dan menaati syaitan, serta hanya menyembah kepada-Nya semata, terkandung didalamnya nafyun (meniadakan peribadatan kepada selain Allah) dan itsbat (menetapkan peribadatan hanya kepada-Nya semata). Dan itulah hakikat tauhid.
Allah hendak mengemukakan alasan bahwa azab yang ditimpakan kepada kaum kafir itu adalah memang sudah sepantasnya mereka terima. Karena Allah telah menegakkan hujjah-Nya terhadap makhluk-Nya. Sehingga kaum kafir tidak bisa mengelak dari azab, yang memang mereka berhak mendapatkannya. Allâh melalui rasul-Nya telah mewasiatkan agar seseorang tidak mengikuti syaitan, dan agar mereka hanya beribadah kepada Allah semata. Sehingga ketika ada anak manusia yang melanggar wasiat Allah ini, maka Allâh telah menegakkan hujjah-Nya atas umat manusia. Sehingga mereka yang melanggar wasiat ini memanglah pantas untuk mendapatkan siksa-Nya, dan tidak bisa mengelak darinya.
Ini seperti firman-Nya :
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةُ بَعْدَ الرُّسُل
Artinya: “(Mereka Kami utus) selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu.” (QS. an- Nisa’/4: 165)
Apalagi sebetulnya setiap anak manusia yang lahir, telah dibekali dengan fitrah yang suci. Bahwa Allah telah mengambil janji dari anak cucu Adam, bahwa Dialah Rabb mereka, Pencipta mereka, dan mereka mengakuinya. Sehingga fitrah manusia adalah bahwa mereka diciptakan dalam keadaan beriman. Dan manusia tidak dibiarkan begitu saja tanpa petunjuk Allah. Allah menurunkan rasul-Nya untuk mendakwahkan agama-Nya. Bila fitrah manusia ini terjaga dengan baik, ia akan tetap berada di atas agama Allâh yang lurus ini. Allâh juga telah membekali mereka dengan akal. Maka melalui daya nalar akal, mereka bisa memahami dalil-dalil aqli (dalil-dalil akal) dan juga dalil-dalil sam’i (dalil naqli, dari teks-teks Kitabullah dan Rasul-Nya). Yang semua itu memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya, mencampakkan semua bentuk ibadah kepada selain-Nya.
Hanya saja mereka justru tidak mau menjaga pesan Allâh, mereka tidak mau mengamalkan wasiat Allâh. Justru mereka condong dan bahkan loyal kepada syaitan, dan memilih jalan syaitan, sehingga nerakalah balasan mereka.
Firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنكُمْ جِبِلًا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagian besar di antaramu, maka apakah kamu tidak memikirkan ?” (QS. Yâsîn/36: 62)
Sungguh, syaitan telah menyesatkan banyak orang. Syaitan telah menggelincirkan banyak umat sebelum kalian sehingga mereka terjatuh dalam kesyirikan. Dan azab yang menghinakan pun membelit dan menimpa mereka. Kalimat ini menjadi ungkapan yang lebih menambah celaan dan cercaan terhadap orang-orang kafir tersebut. Yaitu menegaskan celaan terhadap mereka bahwa kejahatan mereka itu, disamping mereka melanggar wasiat dan pesan Allâh di atas, juga karena mereka tidak mau mengambil pelajaran dan ibrah dari siksaan-siksaan yang diturunkan kepada umat-umat ingkar terdahulu. Mereka tidak mau berkaca dari siksaan yang ditimpakan kepada mereka disebabkan mereka tunduk patuh pada ajakan syaitan. Setelah itu, Allah mencerca dan mencela mereka kembali, dengan berfirman: “Maka apakah kamu tidak memikirkan ? Ini adalah kalimat dalam bentuk pertanyaan, namun makna yang dimaksud adalah celaan dan cercaan kepada mereka. Mencerca mereka karena tidak mau menggunakan akal mereka. Dan memang, mereka tidak punya akal. Mereka bukanlah orang-orang berakal jernih dan sehat. Padahal berbagai bukti, dalil, dan peringatan telah jelas-jelas di hadapan mereka.” Namun mereka acuh begitu saja, tak mau menggubrisnya.
Ini bukan dalam artian mereka tidak dibekali dengan perangkat akal dan pikir, yang bisa digunakan untuk mencerna dan menilai mana jalan selamat mana jalan kebinasaan ! Mereka memilikinya. Namun akal mereka tidak membuahkan ilmu hakiki dan tidak membuahkan amal. Akal yang dia punya tidak bisa menggerakkan mereka untuk mencintai dan mendekatkan diri kepada Allah, Rabb dan Pelindung yang hak. Akal yang dia punya tidak bisa mencegah mereka dari mendekati syaitan dan mengikutinya. Justru mereka menjadikan syaitan sebagai wali dan pelindung mereka. Padahal syaitan merupakan musuh manusia yang paling berbahaya. Sekiranya merekapunya akal yang sehat dan selamat, akal yang membuahkan amal, tentulah mereka tidak akan berbuat hal-hal tersebut. Namun justru mereka menaati syaitan, mendurhakai ar-Rahman. Padahal Allâh lah Rabb mereka. Mereka tidak bisa memahami dengan sebenarnya, bahwa syaitan adalah musuh mereka; dan mereka tidak bisa memahami dengan benar tentang wajibnya ibadah kepada Allah. Sebab Dia lah yang telah menciptakan, memberi rezeki, dan menjaga mereka siang danmalam. Maka, karena mereka telah menaati syaitan, memusuhi ar-Rahman, mendustakan perjumpaan dengan-Nya di hari akhirat, dan menolak hari pembalasan di hari Kiamat, maka patutlah bila mereka mendapatkan siksa Neraka. Dan dikatakanlah kepada mereka:
هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ . أَصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
Artinya: “Inilah neraka Jahannam yang selama ini kalian dustakan. Masuklah ke dalamnya karena kekufuran kalian.” (QS. Yâsîn/ 36: 63-64)
PELAJARAN DARI AYAT
- Allah telah memancangkan hujjah terhadap para hamba-Nya. Sehingga orang yang melanggar perintah-Nya, maka ia tak dapat mengelak dari siksa-Nya di akhirat. Tak ada alasan baginya untuk bisa terlepas dari siksa. Dan itu merupakan bentuk rahmat Allah kepada hamba-Nya.
- Allah memberikan wasiat dan perintah-Nya melalui lisan para rasul, agar mereka bisa selamat dari siksa api neraka. Allâh tidak membiarkan manusia begitu saja tanpapetunjuk. Inilah rahmat-Nya (kasih sayang)-Nya terhadap hamba-Nya. Yaitu bahwa barometer kebaikan adalah berdasarkan wahyu, bukan berdasarkan akal.
- Hakikat tauhid terkandung dalam unsur nafyun dan itsbat. Yaitu menafikan ibadah kepada selain Allâh, dan menetapkan ibadah hanya untuk Allâh semata.
- Menaaati syaitan dalam kemaksiatan kepada Allâh -dan sudah barang tentu, menaati syaitan tidak lain adalah kemaksiatan kepada Allah merupakan satu bentuk ibadah.
- Ibadah tidak hanya berwujud ruku, sujud, menyembelih, nadzar, dan semacamnya. Namun ibadah itu sifatnya umum, mencakup semua ketaatan yang disertai dengan tunduk patuh.
- Wajib untuk berhati-hati, agar tidak jatuh dalam tindakan mematuhi syaitan. Di mana Allah menamakan sikap patuh pada syaitan dengan sebutan ibadah.
- Wajib untuk beribadah kepada Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun juga.
- Jalan yang lurus itulah tauhid.
- Syaitan memang benar-benar memusuhi anak cucu Adam. Syaitan telah menyesatkan banyak manusia.
- Agar berhati-hati dari syaitan dan goda.
- Orang yang mengikuti jejak rayu syaitan, itu artinya ia adalah orang yang tidak berakal yaitu tidak bisa menggunakan akalnya, sehingga ia pun melanggar perintah dan wasiat Allah. Meskipun ia punya perangkat akal yang bisa digunakan untuk berpikir. Karena akal ada dua kategori: (1) akal yang menjadi dasar taklif syariat (dibebankannya syariat). Yaitu ia punya perangkat akal yang dengannya ia bisa mengetahui dan berfikir. (2) akal yang menjadi dasar seseorang mendapat pahala dan siksa. Yaitu akal yang membuahkan ilmu dan sekaligus amal.
- Cercaan dan celaan terhadap orang yang mengikuti syaitan, karena ia tidak mau menggunakan akalnya dengan baik.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk para hamba-Nya yang bertakwa, yang menggunakan akal pikirannya dengan baik. Akal yang membuahkan ilmu dan amal, dengan ikhlas mengharap ridha-Nya.
Referensi :
Majalah as-sunnah edisi 11/THN XXV/1443H/2022 M. Judul Gunakan pikiran agartidak terjerat syaitan
Nama : Helmilia Putri (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
BACA JUGA :
Leave a Reply